Respons GRP Soal Permohonan PKPU, Kuasa Hukum Optimistis Ditolak

Sabtu, 23 Januari 2021 - 12:56 WIB
loading...
Respons GRP Soal Permohonan...
Kuasa hukum PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) optimistis, hakim akan menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Naga Bestindo Utama (NBU). Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Kuasa hukum PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) Rizky Hariyo Wibowo dan Harmaein Lubis optimistis, hakim akan menolak permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Naga Bestindo Utama (NBU).

“Karena berdasarkan pemeriksaan di persidangan, terbukti klien kami beritikad baik. Namun pemohon justru menghambat penyelesaian dan membawa persoalan ke pengadilan. Sebelum permohonan didaftarkan pun, GRP berulang kali menginformasikan kesediaan melunasi. Namun NBU tidak mengakomodir,” kata Rizky dalam keterangan terulisnya.



Rizky menambahkan, pembayaran pertama dilakukan 3-9 November 2020. Namun saat akan melunasi 12 dan 26 November 2020, rekening yang sama ditutup sepihak sehingga transfer gagal. Terkonfirmasi, ‘rekening kredit tidak dapat digunakan untuk transaksi’. “GRP bingung, kemana harus transfer. Apalagi NBU tidak memberi tahu nomor rekening baru,” lanjutnya.

Setelah itu, GRP terus melakukan komunikasi melalui surat, email, WhatsApp, dan telepon. “Intinya, meminta nomor rekening NBU yang bisa untuk pelunasan,” kata dia.

Namun NBU tidak menanggapi, seolah-olah tak mau menerima pelunasan. “Ini aneh. Logikanya, tujuan permohonan PKPU adalah agar tagihannya dibayar. Saat GRP akan membayar, mengapa terkesan tidak menerima? Toh, GRP tidak minta diskon,” kata Rizky.

Bahkan, lanjut Rizky, pada 10 Desember 2020 NBU justru mendaftarkan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. “Menurut kami permohonan tidak masuk akal, karena NBU mengetahui upaya GRP untuk melunasi,” urainya.

Untuk itulah Rizky yakin, hakim akan memutuskan seadil-adilnya, objektif, dan berdasarkan fakta persidangan. Yaitu dengan menolak permohonan NBU. Apalagi, skala usaha GRP sangat besar dibandingkan tagihan NBU yang ‘hanya’ Rp1,9 Miliar.

“Kami juga percaya, hakim memperhatikan aspek lain. Misal peran industri baja dalam ekonomi nasional, apalagi saat pandemi. Juga, keberadaan puluhan ribu tenaga kerja di perusahaan. Tetapi, kami akan hormati apapun putusan pengadilan,” tegasnya.

Jika permohonan dikabulkan, imbuhnya, bisa menjadi preseden. “Makanya kami berharap, hakim cermat menganalisis. Ketika debitor menyanggupi permintaan di dalam permohonan, apakah secara hukum susbstansi permohonan masih terpenuhi? Sederhananya, marilah kembali pada marwah dan tujuan filosofis pengajuan permohonan PKPU,” jelas Rizky.



Sementara Harmaein Lubis menambahkan, sejak awal persidangan, GRP menawarkan cek pelunasan. “Di hadapan majelis hakim kami sampaikan, bahwa hari itu juga kami siapkan cek ataupun uang tunai sesuai nilai permohonan. Namun NBU tidak menanggapi positif,” tegas Harmaein.

Terpisah, pakar hukum Universitas Hasanuddin, Profesor Juajir Sumardi mengingatkan, agar hakim perkara PKPU berhati-hati. Jangan sampai perkara digunakan untuk mempailitkan perusahaan. Pasalnya, kasus kepailitan berdampak luas bagi perekonomian. Termasuk di antaranya, puluhan ribu karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan.

“Makanya hakim dan pengadilan harus cermat dan memperhatikan kepentingan ekonomi luas. Dalam perkara ini, hukum menjadi alternatif case solution. Tidak bisa kaku dan sebatas norma. Sebab, hukum tidak cuma untuk hukum. Hukum juga untuk manusia dan masyarakat,” kata Juajir.

Juajir mengingatkan, landasan filosofis perkara PKPU adalah kemanfaatan ekonomi. “Jangan sampai, putusan hakim berdampak ekonomi yang merugikan masyarakat,” tegas Juajir.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1841 seconds (0.1#10.140)