Amankan Ketersedian Pangan, Kementan Intervensi Distribusi dan Stok
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan penjagaan stabilitas harga bahan pangan pokok pada bulan puasa dan hari raya lebaran 2021. Penjagaan ini dilakukan supaya masyarakat tetap khusyuk menjalankan ibadan suci ramadan tanpa adanya gangguan mengenai gejolak harga.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengatakan pemerintah sudah melakukan penjagaan tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya. Di antaranya melakukan monitoring pada setiap daerah defisit dengan menggunakan Sistem Monitoring Stok (Simontok).
(Baca juga:Pasokan Aman, Begini Cara Anies Antisipasi Lonjakan Harga Pangan di Jakarta Jelang Ramadhan)
“Bahkan peta Simontok ini mampu memantau kondisi harga dan kebutuhan bahan pokok di daerah terpencil. Dengan begitu, kami bisa melakukan intervensi dari daerah surplus ke daerah defisit. Bahkan Simontok ini bisa menjamin pasokan dan distribusi,” ujar Agung, Selasa (12/4/2021).
Agung mengatakan, pemantauan sistem intervensi ini dilakukan secara rutin, yakni seminggu sekali. Dari sana, Kementan melalui Badan Ketahanan Pangan terus mengumpulkan informasi dan laporan dari semua Kepala Dinas Pertanian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
(Baca juga:Tiga Fase Naiknya Harga Pangan Selama Puasa dan Lebaran)
“Tantangan sekarang itu mau tidak mau harus melakukan intervensi, di mana yang surplus harus menyuplai yang defisit. Lalu kita buka juga oeprasi pasar online seperti Pastani yang bekerjasama dengan berbagai start-up untuk membuka market place online. Selanjutnya kita kontrol secara rutin agar tidak ada gejolak,” katanya.
Di sisi lain, Agung mengatakan pemerintah melalui Kementan sudah melakukan pembinaan terhadap ribuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar menyediakan produk paskapanen. Ini dilakukan supaya masyarakat terbiasa dengan makanan olahan sehingga tidak ada makaman sisa yang terbuang percuma.
(Baca juga:10 Tahun Terakhir, Harga Pangan Tak Pernah Turun Saat Puasa)
“Sekarang kan posisinya konsumsi pengolahan produk olahan itu 30%, sedangkan sisanya yakni 70% adalah produk fresh. Saya kira ini terbalik dengan negara maju di Eropa atau Amerika. Karena itu kita kembangkan UMKM agar melakukan pengolahan, sehingga tidak ada makanan yang terbuang,” katanya.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi mengatakan pemerintah sudah melakukan penjagaan tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya. Di antaranya melakukan monitoring pada setiap daerah defisit dengan menggunakan Sistem Monitoring Stok (Simontok).
(Baca juga:Pasokan Aman, Begini Cara Anies Antisipasi Lonjakan Harga Pangan di Jakarta Jelang Ramadhan)
“Bahkan peta Simontok ini mampu memantau kondisi harga dan kebutuhan bahan pokok di daerah terpencil. Dengan begitu, kami bisa melakukan intervensi dari daerah surplus ke daerah defisit. Bahkan Simontok ini bisa menjamin pasokan dan distribusi,” ujar Agung, Selasa (12/4/2021).
Agung mengatakan, pemantauan sistem intervensi ini dilakukan secara rutin, yakni seminggu sekali. Dari sana, Kementan melalui Badan Ketahanan Pangan terus mengumpulkan informasi dan laporan dari semua Kepala Dinas Pertanian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.
(Baca juga:Tiga Fase Naiknya Harga Pangan Selama Puasa dan Lebaran)
“Tantangan sekarang itu mau tidak mau harus melakukan intervensi, di mana yang surplus harus menyuplai yang defisit. Lalu kita buka juga oeprasi pasar online seperti Pastani yang bekerjasama dengan berbagai start-up untuk membuka market place online. Selanjutnya kita kontrol secara rutin agar tidak ada gejolak,” katanya.
Di sisi lain, Agung mengatakan pemerintah melalui Kementan sudah melakukan pembinaan terhadap ribuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar menyediakan produk paskapanen. Ini dilakukan supaya masyarakat terbiasa dengan makanan olahan sehingga tidak ada makaman sisa yang terbuang percuma.
(Baca juga:10 Tahun Terakhir, Harga Pangan Tak Pernah Turun Saat Puasa)
“Sekarang kan posisinya konsumsi pengolahan produk olahan itu 30%, sedangkan sisanya yakni 70% adalah produk fresh. Saya kira ini terbalik dengan negara maju di Eropa atau Amerika. Karena itu kita kembangkan UMKM agar melakukan pengolahan, sehingga tidak ada makanan yang terbuang,” katanya.