Menyelisik Cara OJK Memainkan Peran Melindungi Konsumen
loading...
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak hanya mengatur, mengawasi saja tapi juga memberikan perlindungan. Khususnya perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.
Penguatan aspek perlindungan konsumen menjadi kata kunci penting seiring perkembangan industri jasa keuangan yang dinamis dan di sisi lain juga ada aspek literasi keuangan yang harus terus ditingkatkan.
Tercatat posisi tingkat literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan sebesar 41,41% dan 83,60%, sedangkan di wilayah pedesaan sebesar 34,53% dan 68,49%.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo menyatakan, pasar keuangan cenderung semakin kompleks dan rentan terhadap asimetri informasi dan masalah keagenan. sehingga kontrak dan penegakan hukum oleh pelaku pasar cenderung tidak cukup untuk memastikan pasar berfungsi dengan baik, sehingga diperlukan intervensi regulasi.
"Di Indonesia, perkembangan hukum perlindungan konsumen sektor jasa keuangan telah diatur pada beberapa undang-undang dan peraturan turunannya. Perlindungan konsumen secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999," ujar Anto dalam Focus Group Discussion (FGD) 'Perkembangan Pengawasan Market Conduct OJK Dalam Rangka Penguatan Perlindungan Konsumen' di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Adapun perlindungan konsumen yang secara spesifik untuk sektor jasa keuangan dan masuk dalam ranahnya OJK diatur dalam UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK dan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan-peraturan tersebut yang menjadi landasan bagi OJK untuk memainkan perannya melindungi konsumen.
"Dalam upaya memperkuat pengawasan market conduct sektor jasa keuangan, terbentuknya struktur regulasi, kerangka organisasi, proses bisnis dan batasan regulasi serta tindakan pengawasan market conduct pada OJK bersumber dari prinsip dan kerangka kerja yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan," ungkapnya.
Anto juga mengatakan, pengembangan pengawasan market conduct ke depan dengan mengacu pada legislasi tersebut akan cukup terbatas sesuai perimeter regulatory boundaries yang diatur dalam Undang-Undang No.21 tahun 2011. Penyesuaian regulatory boundaries tersebut membutuhkan pertimbangan cost and benefit analysis yang menyeimbangkan kepentingan konsumen dengan kepentingan perusahaan yang diawasi.
"Tanpa penyesuaian regulatory boundaries, efektivitas pengawasan market conduct ke depannya bergantung pada kecukupan harmonisasi dengan ruang lingkup dan kewenangan pengawasan prudensial sesuai UU OJK," pungkas Anto.
Pembahasan market conduct dalam rangka penguatan perlindungan konsumen pada FGD ini juga semakin komprehensif dengan dihadirkannya narasumber lain, yaitu Sarjito, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen; Prof. Dr. Johanes Gunawan S.H., LL.M., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung; Dr. Aqua Dwipayana S.Ikom, Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional; Dr. Irwan Trinugroho, Ekonom Universitas Sebelas Maret; dan Dr. Ricardo Simanjuntak S.H., LL.M., ANZIIF, CIP, Advokat Senior serta Pendiri Kantor Hukum Ricardo Simanjuntak & Partners.
Penguatan aspek perlindungan konsumen menjadi kata kunci penting seiring perkembangan industri jasa keuangan yang dinamis dan di sisi lain juga ada aspek literasi keuangan yang harus terus ditingkatkan.
Tercatat posisi tingkat literasi dan inklusi keuangan wilayah perkotaan sebesar 41,41% dan 83,60%, sedangkan di wilayah pedesaan sebesar 34,53% dan 68,49%.
Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK, Anto Prabowo menyatakan, pasar keuangan cenderung semakin kompleks dan rentan terhadap asimetri informasi dan masalah keagenan. sehingga kontrak dan penegakan hukum oleh pelaku pasar cenderung tidak cukup untuk memastikan pasar berfungsi dengan baik, sehingga diperlukan intervensi regulasi.
"Di Indonesia, perkembangan hukum perlindungan konsumen sektor jasa keuangan telah diatur pada beberapa undang-undang dan peraturan turunannya. Perlindungan konsumen secara umum telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999," ujar Anto dalam Focus Group Discussion (FGD) 'Perkembangan Pengawasan Market Conduct OJK Dalam Rangka Penguatan Perlindungan Konsumen' di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Adapun perlindungan konsumen yang secara spesifik untuk sektor jasa keuangan dan masuk dalam ranahnya OJK diatur dalam UU Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK dan POJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
Peraturan-peraturan tersebut yang menjadi landasan bagi OJK untuk memainkan perannya melindungi konsumen.
"Dalam upaya memperkuat pengawasan market conduct sektor jasa keuangan, terbentuknya struktur regulasi, kerangka organisasi, proses bisnis dan batasan regulasi serta tindakan pengawasan market conduct pada OJK bersumber dari prinsip dan kerangka kerja yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan," ungkapnya.
Anto juga mengatakan, pengembangan pengawasan market conduct ke depan dengan mengacu pada legislasi tersebut akan cukup terbatas sesuai perimeter regulatory boundaries yang diatur dalam Undang-Undang No.21 tahun 2011. Penyesuaian regulatory boundaries tersebut membutuhkan pertimbangan cost and benefit analysis yang menyeimbangkan kepentingan konsumen dengan kepentingan perusahaan yang diawasi.
"Tanpa penyesuaian regulatory boundaries, efektivitas pengawasan market conduct ke depannya bergantung pada kecukupan harmonisasi dengan ruang lingkup dan kewenangan pengawasan prudensial sesuai UU OJK," pungkas Anto.
Pembahasan market conduct dalam rangka penguatan perlindungan konsumen pada FGD ini juga semakin komprehensif dengan dihadirkannya narasumber lain, yaitu Sarjito, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen; Prof. Dr. Johanes Gunawan S.H., LL.M., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung; Dr. Aqua Dwipayana S.Ikom, Pakar Komunikasi dan Motivator Nasional; Dr. Irwan Trinugroho, Ekonom Universitas Sebelas Maret; dan Dr. Ricardo Simanjuntak S.H., LL.M., ANZIIF, CIP, Advokat Senior serta Pendiri Kantor Hukum Ricardo Simanjuntak & Partners.
(akr)