Menteri Sakti Penuhi Janji, Ekspor Benih Lobster Resmi Dilarang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono , akhirnya mengumumkan larangan ekspor benur atau benih bening lobster (BBL). Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah NKRI.
"Alhamdulillah, dari rangkaian Kunker di Timur Indonesia ini, saya mengumumkan sudah rampung dan diundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia," ujarnya melalui akun Twitternya @saktitrenggono dikutip Kamis, (17/6/2021).
KKP mencatat, melalui aturan baru tersebut, semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan BBL bisa memberikan kesejahteraan dalam mengelola kekayaan laut berbasis ekonomi biru. "Mari bersama kita kawal implementasi dari aturan ini di lapangan nantinya," tulis dia.
Dia mengakui, beleid baru tersebut merupakan wujud dari janjinya usai dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Desember 2020. Saat itu, dia menegaskan bahwa BBL sebagai salah satu kekayaan laut Indonesia harus untuk dibudidayakan di wilayah Indonesia. "Untuk pembudidayaan wajib dilakukan di wilayah provinsi yang sama dengan lokasi penangkapan BBL," tuturnya.
Untuk memudahkan implementasi aturan baru tersebut, KKP tengah menyusun petunjuk-petunjuk teknis yang masih dalam proses finalisasi. Rencananya, KKP juga akan melakukan sosialisasi, pembinaan, dan supervisi secara berkala kepada pemerintah daerah dan nelayan untuk menyampaikan kejelasan regulasi atau standar dalam pengelolaan BBL.
Plt Dirjen Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor BBL ini tidak lain untuk mendorong pertumbuhan budidaya lobster di Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, lobster merupakan salah satu komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi. "Lobster merupakan salah satu dari tiga komoditas yang menjadi prioritas perikanan budidaya, selain udang dan rumput laut," ungkapnya.
Saat ini Indonesia merupakan produsen lobster terbesar kedua di dunia dengan share produksi dari total produksi lobster dunia sebesar 31,59%, setelah Vietnam yang memiliki share produksi 62,5%.
Dengan adanya peraturan yang berpihak pada pengembangan usaha budidaya lobster di dalam negeri, tugas selanjutnya adalah memacu perkembangan budidaya lobster di Indonesia, salah satunya dengan mengembangkan kampung lobster.
Plt. Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menambahkan, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan penangkapan benur di perairan Indonesia.
Meliputi penangkapan BBL hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dan telah ditetapkan oleh Dinas provinsi.
Kemudian nelayan kecil yang akan melakukan penangkapan benur harus mengajukan pendaftaran kepada Lembaga Online Single Submission (OSS), baik secara langsung atau dapat difasilitasi oleh Dinas.
Selain itu, penangkapan benur juga harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. "Penangkapan Benih Bening Lobster (puerulus) wajib menggunakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," urainya.
"Alhamdulillah, dari rangkaian Kunker di Timur Indonesia ini, saya mengumumkan sudah rampung dan diundangkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia," ujarnya melalui akun Twitternya @saktitrenggono dikutip Kamis, (17/6/2021).
KKP mencatat, melalui aturan baru tersebut, semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengembangan BBL bisa memberikan kesejahteraan dalam mengelola kekayaan laut berbasis ekonomi biru. "Mari bersama kita kawal implementasi dari aturan ini di lapangan nantinya," tulis dia.
Dia mengakui, beleid baru tersebut merupakan wujud dari janjinya usai dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada Desember 2020. Saat itu, dia menegaskan bahwa BBL sebagai salah satu kekayaan laut Indonesia harus untuk dibudidayakan di wilayah Indonesia. "Untuk pembudidayaan wajib dilakukan di wilayah provinsi yang sama dengan lokasi penangkapan BBL," tuturnya.
Untuk memudahkan implementasi aturan baru tersebut, KKP tengah menyusun petunjuk-petunjuk teknis yang masih dalam proses finalisasi. Rencananya, KKP juga akan melakukan sosialisasi, pembinaan, dan supervisi secara berkala kepada pemerintah daerah dan nelayan untuk menyampaikan kejelasan regulasi atau standar dalam pengelolaan BBL.
Plt Dirjen Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu mengatakan, kebijakan pelarangan ekspor BBL ini tidak lain untuk mendorong pertumbuhan budidaya lobster di Indonesia dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, lobster merupakan salah satu komoditas ekspor yang bernilai ekonomis tinggi. "Lobster merupakan salah satu dari tiga komoditas yang menjadi prioritas perikanan budidaya, selain udang dan rumput laut," ungkapnya.
Saat ini Indonesia merupakan produsen lobster terbesar kedua di dunia dengan share produksi dari total produksi lobster dunia sebesar 31,59%, setelah Vietnam yang memiliki share produksi 62,5%.
Dengan adanya peraturan yang berpihak pada pengembangan usaha budidaya lobster di dalam negeri, tugas selanjutnya adalah memacu perkembangan budidaya lobster di Indonesia, salah satunya dengan mengembangkan kampung lobster.
Plt. Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menambahkan, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan penangkapan benur di perairan Indonesia.
Meliputi penangkapan BBL hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dan telah ditetapkan oleh Dinas provinsi.
Kemudian nelayan kecil yang akan melakukan penangkapan benur harus mengajukan pendaftaran kepada Lembaga Online Single Submission (OSS), baik secara langsung atau dapat difasilitasi oleh Dinas.
Selain itu, penangkapan benur juga harus menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. "Penangkapan Benih Bening Lobster (puerulus) wajib menggunakan alat penangkapan ikan yang bersifat pasif dan ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," urainya.
(ind)