Perusahaan China Makin Banyak Masuk Daftar Hitam AS

Sabtu, 10 Juli 2021 - 04:41 WIB
loading...
Perusahaan China Makin Banyak Masuk Daftar Hitam AS
Amerika Serikat (AS) menambah panjang daftar hitam bagi perusahaan asal China. Pemerintahan Joe Biden bakal menambahkan setidaknya lebih dari 10 perusahaan China yang masuk dalam daftar hitam. Foto/Ilustrasi
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) menambah panjang daftar hitam bagi perusahaan asal China . Pemerintahan Joe Biden bakal menambahkan setidaknya lebih dari 10 perusahaan China yang masuk dalam daftar hitam ekonomi AS atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan pengawasan berteknologi tinggi di Xinjiang.

Menurut dua sumber kepada Reuters, daftar hitam terbaru AS bakal diumumkan paling cepat hari Jumat waktu setempat. Langkah Kementerian Perdagangan AS melanjutkan, pengumuman bulan lalu dimana terdapat 5 perusahaan baru asal China yang masuk daftar hitam atas tuduhan kerja paksa di wilayah barat China.



Sumber Reuters tersebut menerangkan, penambahan daftar hitam AS merupakan bagian dari upaya pemerintahan Biden untuk meminta pertanggungjawaban China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

China sendiri menepis tuduhan genosida dan kerja paksa di Xinjiang dan mengatakan kebijakannya diperlukan untuk melawan separatis dan ekstremis agama yang merencanakan serangan dan membangkitkan ketegangan antara sebagian besar etnis Muslim Uyghurs dan Han, kelompok etnis terbesar China.

"Pihak China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menjaga hak dan kepentingan perusahaan China. Ditambah menolak upaya AS untuk ikut campur dalam urusan internal China," kata juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin pada Jumat.

Salah satu sumber terkait penambahan daftar hitam ekonomi mengatakan Departemen Perdagangan berencana untuk menambahkan 14 perusahaan China ke Daftar Entitas atas pelanggaran yang dilaporkan di Xinjiang.

Identitas baru perusahaan asal China yang masuk daftar hitam sejauh ini masih dirahasiakan dan belum diketahui. Namun diterangkan ada juga beberapa perusahaan dari negara lain masuk dalam daftar hitam terbaru Negeri Paman Sam -julukan AS-yang akan segera dirilis.

Gedung Putih menolak berkomentar, sementara Departemen Perdagangan juga belum memberikan pernyataan resminya.

PELANGGARAN HAK

Tindakan terbaru ini menunjukkan Presiden Joe Biden bertujuan untuk menekan China atas apa yang dituduhkan bahwa pemerintah China memperburuk pelanggaran hak asasi manusia terhadap populasi Uyghur di Xinjiang.

Umumnya, perusahaan yang terdaftar sebagai entitas diharuskan untuk mengajukan lisensi dari Departemen Perdagangan dan harus melewati pengawasan yang ketat ketika mereka meminta izin untuk menerima barang-barang dari pemasok AS.

Bulan lalu, Kementerian Perdagangan menambah 5 entitas China terkait dugaan melakukan kerja paksa terhadap kelompok minoritas Muslim di Daerah Otonomi Xinjiang Uyghur. Selain itu perusahaan bahan panel surya yang berbasis di China Hoshine Silicon Industry Co juga masuk dalam daftar hitam.

"Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah AS untuk mengambil tindakan keras terhadap penindasan China yang sedang berlangsung terhadap kelompok minoritas Muslim di Xinjiang," bunyi pernyataan sumber Reuters.



Ini bukan pertama kalinya pemerintah AS menargetkan perusahaan-perusahaan China terkait dengan tuduhan aktivitas pengawasan berteknologi tinggi di Xinjiang.

Pada 2019, pemerintahan Trump menambahkan beberapa startup artificial intelligence asal China ke dalam daftar hitam ekonominya yang masih terkait perlakuannya terhadap minoritas Muslim.

Departemen Perdagangan di bawah Trump menargetkan 20 biro keamanan publik China dan 8 perusahaan, termasuk perusahaan pengawasan video Hikvision (002415.SZ), serta para pemimpin perusahaan teknologi pengenalan wajah SenseTime Group Ltd dan Megvii Technology Ltd.

Para ahli dan kelompok hak asasi PBB memperkirakan lebih dari satu juta orang, sebagian besar dari mereka Uyghurs dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir dalam sistem kamp di Xinjiang .
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1820 seconds (0.1#10.140)