PT Pelni Ngiri dengan Dana PSO yang Diterima BUMD-nya Anies Baswedan

Minggu, 05 September 2021 - 21:30 WIB
loading...
PT Pelni Ngiri dengan...
Transjakarta menerima dana PSO lebih besar dari Pelni. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Terdapat perbedaan signifikan nominal subsidi public service obligation (PSO) di sektor transportasi lau t dan darat. Meskipun sumber pendanaan berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

PT Pelni (Persero) misalnya, menerima subsidi PSO untuk penugasan pemerintah di sektor transportasi laut antar-pulau di Indonesia sebesar Rp2 triliun pada 2020. Jumlah tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan subsidi yang diterima PT TransJakarta pada periode yang sama sebesar Rp4,2 triliun.



Bahkan, PSO TransJakarta 2021 mencapai Rp3,27 triliun yang ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2021.

Meski begitu, subsidi Pelni lebih besar jika dibandingkan subsidi Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, yakni senilai Rp938,59 miliar dan Light Rail Transit (LRT) sebesar Rp665,07 miliar pada tahun lalu. Anggaran tersebut diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Vice President Pemasaran Angkutan Penumpang Pelni, Sukendra, menilai seyogyanya pihaknya menerima dana segar lebih besar dari yang diterima BUMD di sektor transportasi. Pasalnya, cakupan wilayah kerja Pelni atas penugasan pemerintah pusat jauh lebih luas.

"Tau MRT, tau TransJakarta, tau LRT, mohon maaf, itu pelayanan yang diberikan hanya kepada masyarakat yang ada di Jabodetabek, kita (Pelni) berbicara Indonesia lho. Nah, nanti bisa tahu anggaran MRT berapa, anggaran kami berapa, kami hanya diberikan Rp2 triliun untuk urusi seluruh Indonesia," ujar Sukendra saat ditemui di kapal KM Kelud, Minggu (5/9/2021).

Saat ini BUMN di sektor transportasi laut itu tengah menghadapi kendala pembiayaan. Padahal, di sisi penugasan, perseroan harus meningkatkan pelayanan 26 penumpang dengan kapasitas 500 hingga 3.000 seat.

Manajemen pun dituntut melakukan transformasi di sisi digital. Misalnya memaksimalkan layanan internet di kapal hingga menggunakan sistem e-tiket. Belum juga biaya perbaikan kapal yang membutuhkan anggaran besar. Malangnya, upaya pembaharuan itu harus dibenturkan dengan permasalahan pendanaan.

"Pelayanannya ingin meningkat terus, kita juga ngikutin teknologi digital, tapi batasan anggaran menjadi sebuah problem yang miris. Artinya, menggunakan logis, pelayanan harga sebuah bus dan harga sebuah kapal termasuk maintenence-nya di compare aja, jauh lebih ekspansif, harga piston kami itu 1 itu Rp 2,5 miliar," katanya.

Sejak 2015 lalu, Pelni sudah menerima penugasan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengoperasikan 45 kapal multi port atau perintis. Kapal jenis ini merupakan kapal penumpang berkapasitas 500 orang yang melayari pulau-pulau dengan kategori terpencil, terdepan, tertinggal dan perbatasan (3TP). Sementara kapal berkapasitas 3.000 seat difokuskan untuk konektivitas antara pulau di Indonesia dengan rute tempuh jarak jauh.



Sayangnya, operasional keseluruham kapal penumpang itu tidak difokuskan untuk komersialisasi.

"Pentingnya lagi yang sudah saya jelaskan kalau memang kapal-kapal ini belum bisa ditarik secara komersial. Itu mesti menjadi tugas dan tanggung jawab negara untuk merangkai atau menghubungkan antara-pulau tadi. Itu adalah kewajiban negara yang tentunya tidak bisa compare dengan komersial," ungkap dia.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1865 seconds (0.1#10.140)