SKK Migas Dorong Peningkatan Efek Berganda Hulu Migas Bagi Ekonomi Daerah
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Peningkatan efek berganda (multiplier effects) industri hulu migas pada perekonomian nasional dan daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung, terus digenjot Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi ( SKK Migas ) dan seluruh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, sektor hulu migas memberikan dampak positif bagi pundi-pundi pemerintah daerah dengan adanya kewajiban untuk memilih perusahaan daerah di mana proyek berada untuk pengadaan barang/jasa senilai 1 juta Dollar AS.
Selain itu, lanjut dia, efek berganda industri hulu migas bagi pemerintah daerah juga dirasakan melalui penerapan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan participating interest. Sektor hulu migas merupakan satu-satunya industri di Indonesia yang menerapkan kedua kebijakan tersebut untuk daerah penghasil migas.
Menurut Dwi, bagi daerah penghasil, DBH Migas adalah andalan sumber anggaran bagi pembangunan di daerah. DBH diharapkan dapat digunakan sesuai dengan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi hulu migas.
Sedangkan dampak tidak langsung dari sektor hulu migas adalah terciptanya bisnis penyedia barang dan jasa lokal, kesempatan lapangan usaha, kesempatan kerja penyerapan tenaga kerja lokal, dan adanya tanggung jawab sosial yang diemban setiap KKKS pada wilayah kerjanya.
Besarnya efek berganda industri migas pada industri lain membuat SKK Migas menerapkan kebijakan untuk tetap menjalankan operasi hulu migas ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, pada 2020 lalu.
Dwi mengatakan, keberadaan industri hulu migas beserta penunjangnya telah memberikan dukungan bagi kelangsungan industri lain, terutama di masa pandemi Covid-19.
Dan dampak yang ditimbulkan sektor hulu migas tersebut tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teknis, tetapi juga non-teknis. Terus beroperasinya usaha-usaha tersebut di seluruh wilayah operasi hulu migas membuat pendapatan daerah tetap terus bergulir.
“Di saat industri hulu migas tidak menghentikan kegiatan operasionalnya, maka industri yang terkait langsung maupun tidak dengan hulu migas tetap berjalan,” ujar Dwi.
Dwi menguraikan, nilai kontribusi industri migas bagi sejumlah industri lain pada Semester III 2021 mencapai USD7,126 miliar (setara dengan Rp103,3 triliun).
Industri-industri yang mendapatkan efek berganda dari tetap beroperasinya sektor hulu migas di saat pandemi Covid-19 di antaranya adalah Komoditas Utama dan Penunjang Migas dengan nilai USD6,058 miliar (Rp87 triliun) dengan capaian TKDN 52 persen dan dilanjutkan dengan industri transportasi dengan nilai USD470 juta (Rp6,8 triliun) dan kandungan TKDN mencapai 78 persen.
Selain itu, lanjut Dwi, juga terdapat industri tenaga kerja USD 442,76 juta (Rp6,4 triliun) dengan nilai TKDN sebesar 86 persen, industri perhotelan senilai USD129.88 juta (Rp1,8 triliun) dengan kandungan TKDN sebesar 92 persen.
Sementara pencapaian industri kesehatan, kata Dwi, mencapai USD20,446 juta (setara dengan Rp296,4 miliar) dengan TKDN 86 persen, disusul dengan industri asuransi senilai USD3,821 (setara dengan Rp55,4 miliar) juta dengan nilai TKDN sebesar 86 persen.
“Dari keseluruhan kontribusi tersebut, Usaha Menengah dan Usaha Kecil memiliki peranan aktif terhadap perputaran roda ekonomi sebesar 10,7 persen dengan nilai TKDN 100 persen,” tukas Dwi.
Untuk lebih meningkatkan efek berganda pada skala perekonomian nasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan dengan tujuan utama menampilkan industri binaan hulu migas, dan peningkatan awareness seluruh KKKS serta perusahaan demi memaksimalkan penggunaan produk barang/jasa dalam negeri, maka dipandang perlu diselenggarakan sebuah forum dengan fokus pada peningkatan kapasitas nasional hulu migas.
Untuk itu, SKK Migas dan KKKS akan menggelar Forum Kapasitas Nasional 2021 pada 21 dan 22 Oktober 2021, dengan harapan dapat menjadi bagian dari bentuk dukungan terhadap salah satu pilar utama dalam program IOG Transformation SKK Migas menuju tercapainya 1 juta barel minyak dengan capaian TKDN yang maksimal.
“Tidak ada kata mundur bagi industri hulu migas untuk mengejar visi besar. Komitmen ini harus dituangkan dalam program kerja yang massif, agresif dan efisien, sesuai dengan tata waktu yang ditetapkan. Agar industri hulu migas tetap dapat memberikan dukungan bagi pembangunan nasional di masa yang akan datang secara berkelanjutan,” tutup Dwi Soetjipto.
Menurut pengamat migas dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, industri migas memiliki multiplier effect yang sangat besar, mengingat dari 185 sub-sektor yang ada di Indonesia, 73 sub-sektornya merupakan sektor pendukung industri hulu migas dan 45 sub-sektor lainnya adalah industri pengguna.
Hal tersebut menunjukkan bahwa industri hulu migas memiliki peran yang sangat vital dalam struktur ekonomi nasional dan daerah, terutama dalam melahirkan jasa-jasa penunjang. Hal ini disebabkan setiap USD 1 miliar investasi hulu migas akan menghasilkan dampak ekonomi sebesar USD 3,7 miliar atau sebesar 3,7 kali.
“Kalau kegiatan hulu migas bermasalah, maka 73 sub-sektor yang ada di belakangnya juga ikut bermasalah. Demikian pula dengan 45 sub-sektor pengguna, seperti industri listrik, semen, pupuk, pengilangan. Ini juga akan bermasalah. Peran penting industri migas luar biasa besar,” ujarnya.
Komaidi mengatakan produksi minyak nasional sebesar 1 juta barel per hari pada 2030 dipastikan akan memberikan dampak yang sangat besar bagi daerah, selain itu peluang industri nasional untuk berperan aktif semakin besar. Dengan demikian, penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat di wilayah operasi hulu migas akan meningkat secara signifikan.
Sebagai catatan, pada 2020 kontribusi hulu migas ke penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau tercapai 144 persen dari target APBN-P 2020. Hingga Agustus 2021, penerimaan negara dari sektor hulu migas sudah mencapai Rp 125 triliun atau 125 persen dari target 2021.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, sektor hulu migas memberikan dampak positif bagi pundi-pundi pemerintah daerah dengan adanya kewajiban untuk memilih perusahaan daerah di mana proyek berada untuk pengadaan barang/jasa senilai 1 juta Dollar AS.
Selain itu, lanjut dia, efek berganda industri hulu migas bagi pemerintah daerah juga dirasakan melalui penerapan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan participating interest. Sektor hulu migas merupakan satu-satunya industri di Indonesia yang menerapkan kedua kebijakan tersebut untuk daerah penghasil migas.
Menurut Dwi, bagi daerah penghasil, DBH Migas adalah andalan sumber anggaran bagi pembangunan di daerah. DBH diharapkan dapat digunakan sesuai dengan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasi hulu migas.
Sedangkan dampak tidak langsung dari sektor hulu migas adalah terciptanya bisnis penyedia barang dan jasa lokal, kesempatan lapangan usaha, kesempatan kerja penyerapan tenaga kerja lokal, dan adanya tanggung jawab sosial yang diemban setiap KKKS pada wilayah kerjanya.
Besarnya efek berganda industri migas pada industri lain membuat SKK Migas menerapkan kebijakan untuk tetap menjalankan operasi hulu migas ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, pada 2020 lalu.
Dwi mengatakan, keberadaan industri hulu migas beserta penunjangnya telah memberikan dukungan bagi kelangsungan industri lain, terutama di masa pandemi Covid-19.
Dan dampak yang ditimbulkan sektor hulu migas tersebut tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teknis, tetapi juga non-teknis. Terus beroperasinya usaha-usaha tersebut di seluruh wilayah operasi hulu migas membuat pendapatan daerah tetap terus bergulir.
“Di saat industri hulu migas tidak menghentikan kegiatan operasionalnya, maka industri yang terkait langsung maupun tidak dengan hulu migas tetap berjalan,” ujar Dwi.
Dwi menguraikan, nilai kontribusi industri migas bagi sejumlah industri lain pada Semester III 2021 mencapai USD7,126 miliar (setara dengan Rp103,3 triliun).
Industri-industri yang mendapatkan efek berganda dari tetap beroperasinya sektor hulu migas di saat pandemi Covid-19 di antaranya adalah Komoditas Utama dan Penunjang Migas dengan nilai USD6,058 miliar (Rp87 triliun) dengan capaian TKDN 52 persen dan dilanjutkan dengan industri transportasi dengan nilai USD470 juta (Rp6,8 triliun) dan kandungan TKDN mencapai 78 persen.
Selain itu, lanjut Dwi, juga terdapat industri tenaga kerja USD 442,76 juta (Rp6,4 triliun) dengan nilai TKDN sebesar 86 persen, industri perhotelan senilai USD129.88 juta (Rp1,8 triliun) dengan kandungan TKDN sebesar 92 persen.
Sementara pencapaian industri kesehatan, kata Dwi, mencapai USD20,446 juta (setara dengan Rp296,4 miliar) dengan TKDN 86 persen, disusul dengan industri asuransi senilai USD3,821 (setara dengan Rp55,4 miliar) juta dengan nilai TKDN sebesar 86 persen.
“Dari keseluruhan kontribusi tersebut, Usaha Menengah dan Usaha Kecil memiliki peranan aktif terhadap perputaran roda ekonomi sebesar 10,7 persen dengan nilai TKDN 100 persen,” tukas Dwi.
Untuk lebih meningkatkan efek berganda pada skala perekonomian nasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan dengan tujuan utama menampilkan industri binaan hulu migas, dan peningkatan awareness seluruh KKKS serta perusahaan demi memaksimalkan penggunaan produk barang/jasa dalam negeri, maka dipandang perlu diselenggarakan sebuah forum dengan fokus pada peningkatan kapasitas nasional hulu migas.
Untuk itu, SKK Migas dan KKKS akan menggelar Forum Kapasitas Nasional 2021 pada 21 dan 22 Oktober 2021, dengan harapan dapat menjadi bagian dari bentuk dukungan terhadap salah satu pilar utama dalam program IOG Transformation SKK Migas menuju tercapainya 1 juta barel minyak dengan capaian TKDN yang maksimal.
“Tidak ada kata mundur bagi industri hulu migas untuk mengejar visi besar. Komitmen ini harus dituangkan dalam program kerja yang massif, agresif dan efisien, sesuai dengan tata waktu yang ditetapkan. Agar industri hulu migas tetap dapat memberikan dukungan bagi pembangunan nasional di masa yang akan datang secara berkelanjutan,” tutup Dwi Soetjipto.
Menurut pengamat migas dari Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, industri migas memiliki multiplier effect yang sangat besar, mengingat dari 185 sub-sektor yang ada di Indonesia, 73 sub-sektornya merupakan sektor pendukung industri hulu migas dan 45 sub-sektor lainnya adalah industri pengguna.
Hal tersebut menunjukkan bahwa industri hulu migas memiliki peran yang sangat vital dalam struktur ekonomi nasional dan daerah, terutama dalam melahirkan jasa-jasa penunjang. Hal ini disebabkan setiap USD 1 miliar investasi hulu migas akan menghasilkan dampak ekonomi sebesar USD 3,7 miliar atau sebesar 3,7 kali.
“Kalau kegiatan hulu migas bermasalah, maka 73 sub-sektor yang ada di belakangnya juga ikut bermasalah. Demikian pula dengan 45 sub-sektor pengguna, seperti industri listrik, semen, pupuk, pengilangan. Ini juga akan bermasalah. Peran penting industri migas luar biasa besar,” ujarnya.
Komaidi mengatakan produksi minyak nasional sebesar 1 juta barel per hari pada 2030 dipastikan akan memberikan dampak yang sangat besar bagi daerah, selain itu peluang industri nasional untuk berperan aktif semakin besar. Dengan demikian, penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat di wilayah operasi hulu migas akan meningkat secara signifikan.
Sebagai catatan, pada 2020 kontribusi hulu migas ke penerimaan negara mencapai Rp 122 triliun atau tercapai 144 persen dari target APBN-P 2020. Hingga Agustus 2021, penerimaan negara dari sektor hulu migas sudah mencapai Rp 125 triliun atau 125 persen dari target 2021.
(agn)