Unik dan Bersejarah, Desa Wisata Liya Togo Berpotensi Dongkrak Ekonomi Masyarakat

Jum'at, 26 November 2021 - 10:22 WIB
loading...
Unik dan Bersejarah, Desa Wisata Liya Togo Berpotensi Dongkrak Ekonomi Masyarakat
Desa Wisata Liya Togo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Foto/Dok Kemenparekraf
A A A
JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf)/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengunjungi Desa Wisata Liya Togo di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Menparekraf melihat langsung potensi satu-satunya desa wisata di Sulawesi Tenggara yang berhasil masuk dalam 50 besar desa wisata terbaik pada ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.

Menparekraf mengatakan, secara umum ADWI diharapkan dapat menjadi daya ungkit bagi ekonomi desa dan sebagai wahana promosi untuk menunjukkan potensi desa-desa wisata di Indonesia, khususnya Desa Wisata Liya Togo kepada wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Serta mendorong daerah untuk dapat menciptakan desa wisata-desa wisata baru di wilayahnya yang dapat membangkitkan ekonomi desa.



"Saya sangat berbangga bisa sampai di Desa Wisata Liya Togo di Kabupaten Wakatobi. Saya sebelumnya sudah menerjunkan tim, dan ada banyak potensi yang dapat kita kembangkan. Desa ini luar biasa potensinya dan itu terbukti karena berhasil menembus 50 besar," kata Menparekraf Sandiaga Uno, Kamis (25/11/2021).

Desa Wisata Liya Togo memiliki potensi yang unik. Desa yang berada di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan ini memiliki kekuatan wisata sejarah dan budaya.

Pertama adalah keberadaan Benteng Liya atau yang dikenal juga sebagai Benteng Keraton yang merupakan peninggalan warisan dari Kerajaan Buton. Tidak seperti benteng pada umumnya, benteng di Desa Liya Togo terbuat dari susunan batu gunung dengan campuran putih telur dan kapur sebagai perekatnya.

Benteng seluas 52 hektare ini terdiri dari tiga lapis, di mana pada setiap lapisan benteng masyarakatnya tinggal berdampingan nan bersahaja dengan adat budayanya yang kuat.



Di dalam lapisan inti benteng, wisatawan bisa melihat keberadaan Masjid Mubarak, yakni masjid tertua ke-2 yang sudah dibangun sejak tahun 1546 milik Kesultanan Buton. Masjid Mubarok menjadi saksi penyebaran Islam di Pulau Wangi-Wangi, yang saat ini masuk menjadi bagian dari Kabupaten Wakatobi.

Tak jauh dari masjid, terdapat makam tokoh adat, salah satunya makam Djilabu. Yakni makam Menantu'u (kepala adat) Liya ke-1 yang menjadi penyiar agama Islam di Pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya.

Sementara di sisi selatan dekat dengan tugu Liya, terdapat Baruga, sebuah bangunan dari kayu yang menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk melakukan musyawarah.

Dengan letaknya di daerah kepulauan, desa wisata ini juga memiliki ragam potensi wisata bahari lantaran banyak masyarakatnya yang berprofesi sebagai nelayan.

Oleh karenanya desa wisata ini juga menawarkan wisatawan pengalaman melihat keseharian masyarakat. Seperti budidaya rumput laut (terbesar di Sulawesi Utara), memasak menu tradisional, dan lainnya.



Desa Wisata Liya Togo juga memiliki ragam seni, diantaranya Tari Lariangi yakni tarian yang berasal dari Gonda, salah satu dari Lima Gonda di Kadie Liya pada masa lalu.

Selain itu Honari Mosega, tarian yang memperlihatkan ketangkasan dan kelincahan Panglima Talo Talo saat sedang berhadapan dengan musuh-musuh. Juga ada Karia’a, perayaan sakral untuk anak laki-laki dan perempuan yang sudah beranjak dewasa (Sunatan).

Yang paling menarik adalah Posepa’a, kekuatan bela diri dengan cara menendang sambil bergandengan tangan. Kebiasaan ini hanya dilakukan saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha selepas sholat Ied. Di sektor kuliner ada Soami, Sirup Tangkulela, keripik singkong, keripik dari ikan, juga lumpia isi abon ikan.

"Kita harapkan deretan potensi ini bisa membangkitkan ekonomi di Kabupaten Wakatobi, membuka lapangan kerja, dan Insha Allah bisa mendapatkan keberkahan," kata Sandiaga.

Serahkan Dukungan

Selain deretan potensi tersebut, Desa Wisata Liya Togo juga memiliki produk kriya seperti kain tenun yang dijadikan sarung, selendang, ikat kepala, hingga tas. Selain itu juga anyaman tikar, olahan limbah menjadi tas, juga Katu Bangko (Tudung Saji).

Mendukung pengembangan produk kreatif tersebut, Menparekraf Sandiaga Uno menyerahkan dukungan berupa dua mesin jahit dan dua mesin obras. Sebab selama ini pengelola desa belum memiliki mesin jahit dan mesin bordir.

Selama ini mereka menjahit dan membordir menggunakan jasa dari desa lain dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal sehingga keuntungan jadi sedikit. "Mudah-mudahan bisa bantu beberapa kerajinan di Desa Wisata Liya Togo," kata Sandiaga.



Bupati Wakatobi H. Haliana mengatakan, Desa Wisata Liya Togo memiliki keunikan yang sangat tinggi. Oleh karenanya dia berharap dukungan program dari Kemenparekraf/Baparekraf berupa pelatihan dan peningkatan kapasitas masyarakat.

"Seperti pengembangan budidaya rumput laut, kami berharap ada kebijakan dari Pak Menteri untuk bisa kembangkan rumput laut sehingga dapat kita maksimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Haliana.

Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Wakil Bupati Wakatobi, Ilmiati Daud, Ketua DPRD Kabupaten Wakatobi Hamiruddin, serta Forkopimda Kabupaten Wakatobi lainnya.

Sementara dari Kemenparekraf/Baparekraf, turut hadir Stafsus Menparekrag Bidang Pengamanan Destinasi Wisata dan Isu-Isu Strategis Brigjen TNI Ario Prawiseso, Direktur Tata Kelola Destinasi dan Pariwisata Berkelanjutan Indra Ni Tua, serta Direktur Pengembangan Destinasi II Wawan Gunawan.
(ind)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1803 seconds (0.1#10.140)