Belanja Online dan Produk Lokal Dominasi Pilihan Konsumen Indonesia Saat Pandemi

Kamis, 09 Desember 2021 - 16:34 WIB
loading...
Belanja Online dan Produk Lokal Dominasi Pilihan Konsumen Indonesia Saat Pandemi
Delapan dari 10 di pasar seluruh dunia menyatakan belanja online lebih mudah daripada berbelanja di toko tradisional. Terlebih lagi, Indonesia memiliki persentase tertinggi (73%) di antara 25 negara. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Aktivitas belanja online terus meningkat, terutama sejak pandemi Covid-19. Delapan dari 10 di pasar seluruh dunia menyatakan belanja online lebih mudah daripada berbelanja di toko tradisional.

Terlebih lagi, Indonesia memiliki persentase tertinggi (73%) di antara 25 negara yang disurvei dalam Ipsos Global Trends 2021: Aftershocks and continuity. Berbeda halnya dengan Afrika Selatan (59%), Kenya (60%), dan Nigeria (65%) yang mayoritas penduduknya merasa berbelanja di secara online masih lebih sulit dibandingkan toko tradisional atau secara offline.



Global Trends 2021: Afthershocks and continuity adalah laporan terbaru dari rangkaian survei Global Trends oleh Ipsos, guna memahami bagaimana nilai-nilai global yang bergeser di bawah tekanan pandemi. Adapun Ipsos Global Trends 2021 ini mencakup 24.000 responden dari 25 negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Italia, Asia, termasuk Indonesia, Singapura, Thailand, China, India, dan lainnya.

“Tentu Covid-19 mempengaruhi semua hal dan mendorong munculnya banyak sinyal perubahan, seperti konsumerisme dan pilihan merek konsumen, isu perubahan iklim dan lingkungan, serta banyak isu lainya yang terangkum dalam laporan Global Trends 2021: Aftershocks and continuity. Namun, perubahan yang terlihat dalam data ini cenderung didorong oleh tren opini publik yang sudah berlangsung lama sebelum Covid-19, yang kita sebut macro forces," ujar Managing Director Ipsos in Indonesia, Soeprapto Tan.

"Yang mana macro forces tersebut mendorong adanya shifts atau pergeseran perilaku masyaraka yang diukur dalam banyak penelitian yang kita lakukan. Kemudian dari pergeseran tersebut, kita melihat adanya sinyal -sinyal perubahan pada seluruh masyarakat. Ketiga hal tersebut mempengaruhi satu sama lain dan kita perlu untuk memahami perubahan pada setiap levelnya untuk secara efektif memahami bagaimana masa depan," sambungnya.

Konsumerisme dan Pilihan Merek

Secara lebih rinci, dalam laporan Ipsos Global Trends 2021 diuraikan mengenai sikap belanja online konsumen selama pandemi dan tren ke depannya. Seperti data di atas, tidak hanya merasa lebih mudah dalam penggunaannya, mayoritas konsumen dunia juga mengakui dapat menemukan penawaran lebih baik saat berbelanja online dibandingan di toko.

Khususnya di Indonesia, yang menempati urutan ke-4 di antara negara tersurvei lainnya, dengan presentase 83% konsumennya setuju bahwa mereka dapat menemukan penawaran lebih baik saat berbelanja online dibandingkan di toko. Lebih jauh, 81% konsumen di Indonesia pun mengaku percaya pada rekomendasi online dari aplikasi atu situs terkenal.

Pentingnya penyelarasan merek dengan nilai pribadi telah dipercepat selama pandemi: tahun 2021 ini, 7 dari 10 di 25 pasar dunia setuju bahwa mereka cenderung membeli merek yang mencerminkan nilai pribadi mereka (70%). Hubungan ini paling kuat di Nigeria (91%), Cina (86%), Kenya & Filipina (keduanya 85%), dan Indonesia (81%), sementara orang Meksiko dan Denmark paling tidak setuju (masing-masing 51%).

Terkat pemilihan merek, mayoritas pasar di dunia masih belum banyak memilih merek lokal . Mereka berpendapat bahwa merek global memilik produk yang lebih unggul dibandingkan merek lokal negaranya, seperti di Nigeria (77%), Kenya (67%), India (62%), Thailand (58%), dan Singapura (55%).

Belanja Online dan Produk Lokal Dominasi Pilihan Konsumen Indonesia Saat Pandemi


Berbeda di pasar Indonesia, 59% konsumen tidak setuju bahwa merek global memiliki produk lebih baik daripada merek lokal. Hal ini selaras dengan data pada survei yang sama bahwa 87% konsumen di Indonesia lebih cenderung untuk memilih membeli produk lokal dibandingkan produk global.

Untuk pasar Indonesia, dari data hasil survei Ipsos Global Trends 2021 terlihat nyata bahwa belanja online dan pilihan merek lokal sangat menonjol dan peningkatanya sangat signifikan bila dibandingkankan sebelum pandemi.

"Selain karena faktor kemudahan penggunaan saluran belanja online, seperti aplikasi, situs, sosial media, dan lainnya, faktor kemudahan menemukan penawaran atau promo lebih banyak dan lebih baik menjadi salah satu pertimbangan konsumen lebih cenderung memilih belanja online dibandingkan di toko. Dan untuk pilihan merek lokal, konsumen merasakan merek lokal Indonesia saat ini dapat bersaing bahkan dengan merek global. Untuk itu, saya melihat produk lokal dan belanja online masih akan tetap menjadi pilihan konsumen ke depannya,” ujar Soeprapto Tan.

Perubahan Iklim dan Lingkungan

Kekhawatiran tentang iklim diidentifikasi sebagai nilai global terkuat dalam survei Global Trends 2019 dan posisinya telah menguat selama pandemi ini. Di 25 pasar, hampir dua pertiga (63%) mengatakan lebih penting bagi mereka bahwa perusahaan melakukan sebanyak mungkin untuk mengurangi kerusakan lingkungan daripada perusahaan membayar jumlah pajak yang tepat, sementara hanya seperempat mengatakan pajak lebih penting daripada iklim (27%).

Indonesia sendiri merupakan negara peringkat pertama (96%) yang setuju bahwa “Kita sedang menuju bencana lingkungan kecuali kita mengubah kebiasaan kita dengan cepat”. Hal ini cukup menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia memiliki kesadaran yang tinggi mengenai pentingnya langkah nyata, termasuk lebih sedikit melakukan perjalanan (87%), guna menanggulagi perubahan iklim dan bencana linkungan,

Pasar negara berkembang kemungkinan besar akan melihat penanganan iklim sebagai keharusan: lebih dari 8 dari 10 orang Kolombia (82%) serta proporsi yang sama dari warga negara China dan Brasil (78%) mengatakan perusahaan yang memprioritaskan lingkungan lebih penting bagi mereka.

Sebaliknya, keseimbangan paling dekat di Inggris dan Denmark di mana 4 dari 10 mengatakan perusahaan membayar jumlah pajak yang benar lebih penting – meskipun di negara-negara ini terlalu separuh melihat lingkungan sebagai prioritas.

Kepercayaan Pada Sains

Meningkatnya kepercayaan pada sains adalah tren jangka panjang lainnya. Enam dari sepuluh sampel global 25 pasar setuju bahwa pada akhirnya, semua kondisi medis akan dapat disembuhkan (60%) – angka yang telah meningkat sejak dimulainya rangkaian studi Global Trend pada tahun 2013 dan terus meningkat melalui pandemi sebagai vaksin dikembangkan dalam waktu singkat.

Optimisme kembali lebih tinggi di antara mereka yang berada di pasar negara berkembang, dengan 9 dari 10 orang Indonesia (90%) dan lebih dari 8 dari 10 orang dari Thailand dan Filipina (84% dan 82%) setuju bahwa sains akan mengalahkan semua penyakit.



Prancis adalah yang paling tidak yakin akan hal ini; hampir setengah tidak setuju (47%) dibandingkan dengan empat dari sepuluh yang setuju (39%). Namun bahkan di sini ada peningkatan positif jangka panjang: pada tahun 2013, hanya seperempat setuju semua kondisi medis pada akhirnya akan dapat disembuhkan.

Di tahun 2020 kepercayaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19 sempat mengalami penurunan di beberapa negara, namun mayoritas sudah kembali, seperti Cina 22%, Peru & Chile masing-masing 7%, Brazil 4%, Indonesia 2%, dan India 1%. Sedangkan negara lain seperti Italia (-4%), Inggris dan Australia (masing-masing -6%), dan Amerika Serikat (-12%), masih meragukan manfaat dari vaksin itu sendiri.

Media Sosial, Data, dan Teknologi

Pandemi nyata mengakselerasi perkembangan IT, khususnya penyebaran internet. Di Indonesia, 80% warganya mengaku tidak bisa membayangkan hidup tanpa internet. Yang mana dengan persentase ini, Indonesia menduduki peringkat ke-4 di dunia, mengungguli Inggris, Australia, Thailand, bahkan Amerika Serikat.

Opini publik tetap tegas terhadap perusahaan media sosial: 84% publik di semua negara setuju bahwa perusahaan media sosial memiliki terlalu banyak kekuatan. Meskipun ini agak meningkat di hampir semua negara antara 2019 dan 2021, peningkatan yang paling menonjol terjadi di China, Indonesia, dan Afrika Selatan.

Yang mana proposi China yang yang menganggap perusahaan media sosial memiliki terlalu banyak kekuatan telah meningkat dari 67% menjadi 83%. Di Indonesia, proposi tersebut meningkat dari 84% ke 97%, dan Afrika Selatan meningkat dari 75% ke 84%.

Namun, sikap terhadap data tidak menjadi lebih cemas selama ini. Sebaliknya, survei tersebut mencatat meningkatnya sikap apatis dan bahkan keterbukaan untuk berbagi data pribadi. Proporsi yang sama yang peduli tentang kekuatan media sosial (84%) mengatakan tidak dapat dihindari bahwa kita semua akan kehilangan privasi di masa depan karena kekuatan teknologi baru. Di Indonesia sendiri 88% masyarakat mengakui hal yang sama.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1100 seconds (0.1#10.140)