Dampak Covid-19, Pertamina Proyeksi Penurunan Volume Penjualan 26% di 2020
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah berdampak secara signifikan terhadap seluruh perusahan, tidak terkecuali perusahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekalipun. Pertamina misalnya, diprediksi sampai akhir 2020 akan mengalami penurunan volume penjualan minimal 26%.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa akibat dari pandemi covid-19, Pertamina tidak hanya mengalami penurunan volume saja, tapi dari sisi hulu ada juga penurunan harga minyak.
"Volume penjualan di hilir berkurang, sementara di lain sisi harga minyak di hulu juga berkurang. Ini masalah yang kami hadapi," kata Nicke dalam diskusi virtual, Senin (15/6/2020).
Dia menjelaskan, dalam situasi seperti itu pemerintah telah mengeluarkan dua skenario. Pertama skenario Berat dengan kurs rupiah di level Rp17.500 per dolar Amerika Serikat (AS). "Di skenario berat ini, pendapatan Pertamina akan berkurang sebanyak 38%," terangnya. (Baca juga : Pertamina Kebut Transformasi Subholding, Ini Rinciannya )
Sedangkan untuk skenario kedua Sangat Berat, dimana kurs rupiah berada pada level Rp20.000 per dolar AS. Maka total berkurangnya pendapatan Pertamina sebesar 45%.
Untuk menghadapi masalah ini, Nicke mengklaim bahwa Pertamina sudah memiliki beberapa strategi. Salah satunya dengan melakukan efisiensi anggaran hingga ke anak perusahaan Pertamina.
"Dampak pandemi covid-19 sangat luar biasa. Kami akan melakukan berbagai upaya agar perusahaan tetap beroperasi. Hal yang terpenting adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat," tegasnya.
Lihat Juga: Tak Hanya Fokus Bisnis Energi, Pertamina Juga Dorong UMK Berinovasi Tembus Pasar Internasional
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan bahwa akibat dari pandemi covid-19, Pertamina tidak hanya mengalami penurunan volume saja, tapi dari sisi hulu ada juga penurunan harga minyak.
"Volume penjualan di hilir berkurang, sementara di lain sisi harga minyak di hulu juga berkurang. Ini masalah yang kami hadapi," kata Nicke dalam diskusi virtual, Senin (15/6/2020).
Dia menjelaskan, dalam situasi seperti itu pemerintah telah mengeluarkan dua skenario. Pertama skenario Berat dengan kurs rupiah di level Rp17.500 per dolar Amerika Serikat (AS). "Di skenario berat ini, pendapatan Pertamina akan berkurang sebanyak 38%," terangnya. (Baca juga : Pertamina Kebut Transformasi Subholding, Ini Rinciannya )
Sedangkan untuk skenario kedua Sangat Berat, dimana kurs rupiah berada pada level Rp20.000 per dolar AS. Maka total berkurangnya pendapatan Pertamina sebesar 45%.
Untuk menghadapi masalah ini, Nicke mengklaim bahwa Pertamina sudah memiliki beberapa strategi. Salah satunya dengan melakukan efisiensi anggaran hingga ke anak perusahaan Pertamina.
"Dampak pandemi covid-19 sangat luar biasa. Kami akan melakukan berbagai upaya agar perusahaan tetap beroperasi. Hal yang terpenting adalah memberikan pelayanan bagi masyarakat," tegasnya.
Lihat Juga: Tak Hanya Fokus Bisnis Energi, Pertamina Juga Dorong UMK Berinovasi Tembus Pasar Internasional
(ind)