Pertamax Rp12.500/Liter Disebut Masih Masuk Akal, Pengamat: Pengendara Tahu Bedanya

Kamis, 07 April 2022 - 23:10 WIB
loading...
Pertamax Rp12.500/Liter...
Harga BBM jenis Pertamax telah naik dari Rp 9.000 menjadi Rp12.500 per liter sejak 1 April 2020 yang dinilai masih masuk akal. Lantaran harga ini masih lebih rendah dari harga keekonomian Pertamax Rp16 ribu. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Harga BBM jenis Pertamax telah naik dari Rp9.000 menjadi Rp12.500 per liter sejak 1 April 2020. Harga ini masih lebih rendah dari harga keekonomian Pertamax saat ini yang mencapai harga sekitar Rp16 ribu.



Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan mengapresiasi langkah Pertamina, yang meski menaikkan harga Pertamax namun tidak mencapai harga keekonomiannya.

"Saya apresiasi Pertamina yang tidak menaikkan harga ke titik psikologis konsumen Pertamax. Jika iya, nantinya justru yang ada migrasi besar-besaran dari Pertamax ke Pertalite," ujar Mamit dalam diskusi yang digelar Jakarta Journalist Center (JJC) dengan tema "Krisis Rusia-Ukraina, Mahalnya Minyak Dunia", Kamis (7/4/2022).

Dengan disparitas harga yang tidak terlalu signifikan, Mamit berharap, migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite tidak terlalu tinggi. Sehingga diharapkan, tidak ada over kuota terhadap jenis bahan bakar khusus penugasan (JBKP) tersebut.

"Saya rasa kemungkinan migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite maksimal hanya 25 persen kira-kira," ucapnya.

"Apalagi untuk pengendara yang sudah merasakan perbedaan Pertalite dan Pertamax. Harga yang diputuskan Pertamina masih sangat masuk akal," sambungnya.

Namun sambung Mamit, di tengah kondisi yang tidak menentu imbas dari perang antara Rusia dengan Ukraina, pemerintah mulai harus berpikir tentang diversifikasi energi. Selain itu, isu pengurangan gas rumah kaca juga harus mulai dibahas secara serius.

"Kalau tidak, maka dalam waktu dekat sektor transportasi akan jadi pemyumbanng terbesar gas rumah kaca," jelasnya.



Dia memberi contoh penggunaan kendaraan listrik baik sepeda motor atau mobil. Namun hal ini masih terkendala beberapa hal, di antaranya harga yang masih cukup tinggi dan ketersediaan area pengisian baterai yang masih terbatas.

"Perlu kebijakan fiskal agar kendaraan listrik lebih murah. Infrastruktur charging yang masih lama juga harus diperhatikan. Jika satu kendaraan butuh satu jam untuk mengisi daya, maka ada jeda waktu yang cukup panjang," terangnya.

Selain Mamit, dalam diskusi ini turut hadir Direktur Global Economi Politic Institute, Pengamat Politik Ekonomi Global, Ronald Loblobly, Pakar Energi ITB, Elan Biantoro, Pakar Ekonomi dan Energi UGM, Fahmy Radhi.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2144 seconds (0.1#10.140)