Bangkit dari Krisis hingga Jadi Pebisnis Sukses Transportasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Diterpa masalah sejak mulai masuk ke dunia bisnis , kehidupan masa muda Akbar Himawan Buchari bisa dibilang cukup berbeda dengan anak muda pada umumnya. Ia sudah harus berjibaku dengan serentetan bisnis mulai dari transportasi, perhotelan, perkebunan, properti hingga bidang konstruksi.
Otobus Kurnia, Hotel Swiss Bell In Gajah Mada dan Hotel Saka di Kota Medan sudah ia kelola sejak masih muda. Sejak kepergian ayahnya, Akbar Himawan Buchari dipaksa keadaan untuk meneruskan posisi ayahnya sebagai pebisnis .
Ia berpikir keras dan gigih belajar bisnis meski usianya masih menginjak 10 tahun. Usia dimana anak muda masih asyik bermain bersama kawan-kawan, namun Akbar Himawan Buchari harus merasakan asam garam kehidupan sejak usia dini. Tak hanya menghadapi dilema kehidupan, namun juga menghadapi konflik bersenjata hingga tsunami.
"Mungkin kalau ayah masih hidup, saya sekarang baru lulus S2 dan baru belajar bisnis. Tapi, kenyataannya tidak seperti itu," pungkas Akbar Himawan Buchari.
Kehidupan remaja Akbar mulai berubah ketika Ayahnya, Buchari Usman, menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, GA-152 di Desa Buah Nabar, Kab. Deli Serdang (sekitar 32 km dari Bandara Polonia, Medan) pada 1997 silam.
Sejak saat itu, untuk sementara bisnis ayahnya dipegang kendali oleh pamannya. Hingga pada tahun 2004, ketika Akbar duduk di bangku SMA, ia bergabung di perusahaan ayahnya dan ikut membantu serta mengembangkan bisnis keluarganya.
Meski perusahaan tersebut milik keluarganya, tak lantas Akbar menduduki jabatan penting secara instan. Melainkan ia mulai dari menjadi seorang mekanik, lantaran selalu teringat pesan mendiang ayahnya.
"Pengusaha transportasi memang harus mengerti mesin. Sebab, itu adalah inti bisnis tersebut," katanya mengingat perkataan sang ayah.
Berkat pengalamannya sejak masih muda, Akbar menjadi peka dalam membaca setiap situasi dan kondisi dalam bisnisnya. Kegigihan pulang sekolah langsung menjalankan peran membantu para mekanik di pangkalan bus berbuah manis.
Otobus Kurnia, Hotel Swiss Bell In Gajah Mada dan Hotel Saka di Kota Medan sudah ia kelola sejak masih muda. Sejak kepergian ayahnya, Akbar Himawan Buchari dipaksa keadaan untuk meneruskan posisi ayahnya sebagai pebisnis .
Ia berpikir keras dan gigih belajar bisnis meski usianya masih menginjak 10 tahun. Usia dimana anak muda masih asyik bermain bersama kawan-kawan, namun Akbar Himawan Buchari harus merasakan asam garam kehidupan sejak usia dini. Tak hanya menghadapi dilema kehidupan, namun juga menghadapi konflik bersenjata hingga tsunami.
"Mungkin kalau ayah masih hidup, saya sekarang baru lulus S2 dan baru belajar bisnis. Tapi, kenyataannya tidak seperti itu," pungkas Akbar Himawan Buchari.
Kehidupan remaja Akbar mulai berubah ketika Ayahnya, Buchari Usman, menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, GA-152 di Desa Buah Nabar, Kab. Deli Serdang (sekitar 32 km dari Bandara Polonia, Medan) pada 1997 silam.
Sejak saat itu, untuk sementara bisnis ayahnya dipegang kendali oleh pamannya. Hingga pada tahun 2004, ketika Akbar duduk di bangku SMA, ia bergabung di perusahaan ayahnya dan ikut membantu serta mengembangkan bisnis keluarganya.
Meski perusahaan tersebut milik keluarganya, tak lantas Akbar menduduki jabatan penting secara instan. Melainkan ia mulai dari menjadi seorang mekanik, lantaran selalu teringat pesan mendiang ayahnya.
"Pengusaha transportasi memang harus mengerti mesin. Sebab, itu adalah inti bisnis tersebut," katanya mengingat perkataan sang ayah.
Berkat pengalamannya sejak masih muda, Akbar menjadi peka dalam membaca setiap situasi dan kondisi dalam bisnisnya. Kegigihan pulang sekolah langsung menjalankan peran membantu para mekanik di pangkalan bus berbuah manis.