Perang Ukraina Sebabkan Ledakan Harga Terbesar dalam 50 Tahun, Bank Dunia Wanti-wanti
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Perang Ukraina diperkirakan bakal menyebabkan ledakan harga komoditas terbesar sejak tahun 1970-an, Bank Dunia memberikan peringatan. Dalam proyeksi terbarunya dikatakan, gangguan yang disebabkan oleh perang Rusia Ukraina berkontribusi pada kenaikan harga yang sangat besar untuk barang-barang mulai dari gas alam hingga gandum dan kapas.
"Kenaikan harga mulai memiliki dampak ekonomi dan kemanusiaan yang sangat besar," ucap Peter Nagle, salah satu penulis laporan Bank Dunia tersebut dilansir BBC.
Dia menambahkan "rumah tangga di seluruh dunia merasakan kenaikan biaya hidup".
"Kami sangat khawatir tentang kondisi keluarga miskin karena mereka akan menghabiskan pendapatan yang lebih besar untuk makanan dan energi, jadi mereka sangat rentan terhadap lonjakan harga ini," tambah ekonom senior di Bank Dunia.
Harga energi akan meningkat lebih dari 50%, sehingga membuatnya membengkaknya tagihan untuk rumah tangga dan bisnis. Kenaikan terbesar akan terjadi pada harga gas alam di Eropa, yang diperkirakan lebih dari dua kali lipat biayanya.
Namun pada tahun depan, harga berangsur mengalami penurunan hingga 2024. Tetapi sampai saat itu harga akan tetap 15% lebih tinggi dari tahun lalu. Bank Dunia mengatakan, bakal terjadi peningkatan terbesar dalam 23 bulan untuk harga energi sejak kenaikan harga minyak tahun 1973, ketika ketegangan di Timur Tengah membuat harga melonjak.
Harga minyak mentah diperkirakan akan tetap tinggi hingga 2024 dengan ukuran patokan, Brent Crude diproyeksikan rata-rata berada di level USD100 sepanjang tahun ini. Kondisi ini yang akan menyebabkan inflasi tinggi meluas.
Rusia memproduksi sekitar 11% dari minyak dunia, atau terbesar ketiga. Laporan Bank Dunia itu juga menyebutkan, gangguan akibat perang diperkirakan akan memiliki efek negatif yang bertahan lama karena sanksi barat membuat perusahaan asing pergi dan akses ke teknologi berkurang.
Rusia saat ini menyediakan 40% gas Uni Eropa (UE) dan 27% minyaknya, tetapi pemerintah Eropa bergerak untuk menyapih negara mereka dari pasokan dari Rusia. Situasi ini mendorong harga global dengan menciptakan lebih banyak permintaan untuk pasokan dari tempat lain.
"Kenaikan harga mulai memiliki dampak ekonomi dan kemanusiaan yang sangat besar," ucap Peter Nagle, salah satu penulis laporan Bank Dunia tersebut dilansir BBC.
Dia menambahkan "rumah tangga di seluruh dunia merasakan kenaikan biaya hidup".
"Kami sangat khawatir tentang kondisi keluarga miskin karena mereka akan menghabiskan pendapatan yang lebih besar untuk makanan dan energi, jadi mereka sangat rentan terhadap lonjakan harga ini," tambah ekonom senior di Bank Dunia.
Harga energi akan meningkat lebih dari 50%, sehingga membuatnya membengkaknya tagihan untuk rumah tangga dan bisnis. Kenaikan terbesar akan terjadi pada harga gas alam di Eropa, yang diperkirakan lebih dari dua kali lipat biayanya.
Namun pada tahun depan, harga berangsur mengalami penurunan hingga 2024. Tetapi sampai saat itu harga akan tetap 15% lebih tinggi dari tahun lalu. Bank Dunia mengatakan, bakal terjadi peningkatan terbesar dalam 23 bulan untuk harga energi sejak kenaikan harga minyak tahun 1973, ketika ketegangan di Timur Tengah membuat harga melonjak.
Harga minyak mentah diperkirakan akan tetap tinggi hingga 2024 dengan ukuran patokan, Brent Crude diproyeksikan rata-rata berada di level USD100 sepanjang tahun ini. Kondisi ini yang akan menyebabkan inflasi tinggi meluas.
Rusia memproduksi sekitar 11% dari minyak dunia, atau terbesar ketiga. Laporan Bank Dunia itu juga menyebutkan, gangguan akibat perang diperkirakan akan memiliki efek negatif yang bertahan lama karena sanksi barat membuat perusahaan asing pergi dan akses ke teknologi berkurang.
Rusia saat ini menyediakan 40% gas Uni Eropa (UE) dan 27% minyaknya, tetapi pemerintah Eropa bergerak untuk menyapih negara mereka dari pasokan dari Rusia. Situasi ini mendorong harga global dengan menciptakan lebih banyak permintaan untuk pasokan dari tempat lain.