Tambah Kuota BBM Subsidi, Sri Mulyani: Dari Mana Anggarannya? Suruh Ngutang?

Jum'at, 26 Agustus 2022 - 10:56 WIB
loading...
Tambah Kuota BBM Subsidi, Sri Mulyani: Dari Mana Anggarannya? Suruh Ngutang?
Sri Mulyani menyatakan jika harga BBM subsidi tak dinaikkan, maka harus ada tambahan anggaran. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membeberkan bahwa pemerintah membutuhkan tambahan anggaran Rp198 triliun jika tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, Pertalite dan solar. Sri Mulyani mengatakan kondisi itu akan semakin memberatkan APBN karena harus menanggung bengkaknya anggaran subsidi BBM.


"Duitnya sudah disediakan Rp502 triliun, tapi habis. Pertanyaannya 'ibu mau nambah (anggaran subsidi BBM) atau enggak?' Kalau nambah dari mana anggarannya? Suruh ngutang?," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD RI, Kamis (25/8/2022)

Bendahara negara itu mengungkapkan, saat ini alokasi untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi pada 2022 dipatok sebesar Rp502,4 triliun. Nilai itu sudah membengkak dari anggaran semula yang hanya sebesar Rp152,1 triliun.

Penambahan itu dilakukan untuk menahan kenaikan harga energi di masyarakat imbas lonjakan harga komoditas global. Namun, kini tren harga minyak mentah masih terus menunjukkan kenaikan, apalagi kurs rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS.

Di sisi lain, konsumsi Pertalite dan solar juga diperkirakan melebihi kuota yang ditetapkan. Alhasil, kondisi tersebut membuat anggaran Rp502,4 triliun tidak akan cukup untuk kebutuhan subsidi dan kompensasi energi hingga akhir tahun.

Sri mengatakan, mulanya pemerintah mengasumsikan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) sebesar USD100 per barrel. Namun, realisasinya hingga saat ini berada di level USD105 per barrel.

Sementara nilai tukar rupiah yang semula diasumsikan sebesar Rp14.450 per dolar, kini semakin melemah menjadi ke level Rp14.750 per dolar. Kondisi depresiasi rupiah ini membuat RI harus membayar lebih mahal untuk impor minyak mentah.

"Itu nambah lagi jadinya karena minyaknya masih juga diimpor," kata Sri

Dia mengungkapkan, dengan asumsi ICP USD100 per barel dan kurs Rp14.450 per dolar saja, harga keekonomian Solar mencapai Rp13.950 per liter, jauh lebih tinggi dari harga jual di masyarakat yang sebesar Rp5.150 per liter.

Begitu pula dengan Pertalite yang harga keekonomiannya mencapai Rp14.450 per liter, tetapi harga jual di masyarakat hanya sebesar Rp7.650 per liter. Selisih inilah yang pada akhirnya ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi dan kompensasi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1969 seconds (0.1#10.140)