Kebijakan Minyak Goreng Dinilai Tak Konsisten, Berujung Tindak Pidana Korupsi

Rabu, 31 Agustus 2022 - 16:43 WIB
loading...
Kebijakan Minyak Goreng...
Kasus minyak goreng memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para terdakwa tentunya mengalami kondisi yang ngeri-ngeri sedap.
A A A
JAKARTA - Kasus minyak goreng memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Para terdakwa tentunya mengalami kondisi yang ngeri-ngeri sedap. Pasal yang didakwakan bukanlah pasal sembarangan, sanksinya sangat berat dengan ancaman maksimal pidana penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar.

Sesuai Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa dengan dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 31 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KHUPidana dan Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KHUPidana.

(Baca juga:Presiden Jokowi Minta Usut Tuntas Kasus Minyak Goreng)

Praktisi hukum Dr. Hotman Sitorus, S.H., M.H melihat pasal yang didakwakan bukan lah pasal sembarangan, jika melihat sanksi pidana yang termuat dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18, yang menyatakan: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

“Melihat dari sisi sanksinya tentu sangat berat karena para terdakwa dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun,” kata Hotman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/8/2022). Akibat dari perbuatan para terdakwa dan pelanggaran peraturan perundang-undangan mengakibatkan 'memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi'.

(Baca juga:Kasus Minyak Goreng, Kejagung Periksa Kabiro Kemendag sebagai Saksi)

Menurut Hotman, kasus minyak goreng ini berawal pada tanggal 11 Januari 2022, Menteri Perdagangan (Mendag) mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) No. 01 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan, kestabilan harga minyak goreng yang terjangkau oleh masyarakat, termasuk usaha mikro dan usaha kecil.

“Penyediaan minyak goreng dilaksanakan untuk jangka waktu 6 bulan dan dapat diperpanjang oleh Menteri berdasarkan Keputusan rapat Komite Pengarah BPDPKS. Namun, belum berselang lama, pada 18 Januari 2022 Mendag mengeluarkan Permendag No. 03 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS,” kata Hotman.

Larangan Ekspor
Yang menjadi persoalan, menurut Hotman, Permendag No. 01 tahun 2022 dan Permendag No. 03 Tahun 2022 belum dapat dilaksanakan secara baik, namun pada tanggal 22 April 2022, tiba-tiba Presiden RI Joko Widodo mengumumkan melarang ekspor bahan baku minyak goreng maupun minyak goreng, di mana pelarangan ini berlaku mulai tanggal 28 April 2022.

Tindak lanjut dari pelarangan ekspor yaitu melalui Permendag RI No. 22 Tahun 2022 tentang Larangan Sementara Ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), Refined, Bleached And Deodorized Paln Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO). Alasan utama larangan ekspor adalah untuk optimalisasi ketersediaan minyak goreng sebagai salah satu barang kebutuhan pokok yang diperlukan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

(Baca juga:Kejagung Tetapkan Lin Che Wei Tersangka Kasus Minyak Goreng)

“Meski Permendag ini mulai berlaku, CPO, RBD Palm Oil, Refined, RBD Palm Olein, dan UCO sebagaimana tercantum dalam Lampiran dan telah mendapatkan nomor pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor paling lambat tanggal 27 April 2022, tetap diperbolehkan ekspor,” jelasnya.

Namun, pada tanggal 27 April 2022, Mendag kembali mengeluarkan Permendag No. 23 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Klasifikasi Barang Yang Terkena Ketentuan Larangan dan Pembatasan Ekspor dan Impor Berdasarkan Sistem Klasifikasi Barang.

Selanjutnya, tanggal 23 Mei 2022 Mendag kembali mengeluarkan Permendag No. 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor CPO, RBD Palm Oil, Refined, RBD Palm Olein, dan UCO. Dan disusul kemudian, tanggal 23 Mei 2022 Mendag mengeluarkan lagi Permendag Nomor 33 Tahun 2022 Tata Kelola Program Minyak Goreng Curah Rakyat.

(Baca juga:KPPU Agendakan Panggil 10 Perusahaan Terkait Kasus Minyak Goreng)

“Alasan dikeluarkannya Permendag untuk mengoptimalkan pendistribusian minyak goreng curah dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, perlu menetapkan program optimalisasi pendistribusian minyak goreng curah,” jelas Hotman.

Tak berselang lama, Mendag kembali mengeluarkan Permendag No. 38 Tahun 2022 Tentang Program Percepatan Penyaluran CPO, RBD Palm Oil, Refined, RBD Palm Olein, dan UCO pada tanggal 7 Juni 2022.

Yang menarik, pada tanggal yang sama Mendag juga mengeluarkan Permendag No. 39 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30 Tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor CPO, RBD Palm Oil, Refined, RBD Palm Olein, dan UCO.

Pada tanggal 5 Juli Mendag kembali mengeluarkan Permendag Nomor 41 tahun 2022 tentang Tata Kelola Minyak Goreng Kemasan Rakyat. Permendag ini untuk percepatan pendistribusian minyak goreng rakyat dengan harga terjangkau sehingga dapat diakses oleh masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, perlu memberikan alternatif kepada pelaku usaha untuk mendistribusikan minyak goreng rakyat dalam bentuk kemasan.

Pada tanggal 1 Agustus 2022 dikeluarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor Atas Produk Pertanian dan Kehutanan Yang Dikenakan Bea Keluar Harga Referensi Atas Produk Pertanian dan Kehutanan dan Daftar Merek Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Hotman melihat kondisi kelangkaan minyak goreng merupakan akibat dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah melalui Kemendag yang selalu berubah-ubah sebelum peraturan tersebut dijalankan di lapangan. “Tentu ini membingungkan pelaku usaha dalam mendukung penyediaan minyak goreng murah bagi masyarakat,” kata Hotman.

Padahal, Indonesia adalah negara dengan letak geografis yang sangat beragam dan sangat luas, sehingga setiap kebijakan memerlukan perencanaan yang baik untuk dapat diimplementasikan di lapangan. Hal ini terlihat, tolok ukur evaluasi setiap Permendag tidak dilakukan dengan baik tetapi cenderung menimbulkan kepanikan dan kelangkaan minyak goreng. “Di lapangan justru timbul kepanikan dan kelanggkaan minyak goreng. Ini merupakan dampak dari kebijakan tidak konsisten,” kata Hotman.

Menurut Hotman, sebenarnya, bahan baku minyak goreng tidak menjadi masalah dalam memenuhi ketersediaan minyak goreng, jika Pemerintah dapat melakukan tata kelola industri minyak goreng dengan memperhatikan ketersediaan bahan baku dengan kapasitas produksi minyak goreng itu sendiri. Masalahnya, negara tidak mempunyai pabrik minyak goreng dan distribusi minyak goreng juga tidak terkelola oleh negara.

“Ya tentu dampaknya besar, meskipun tersedia bahan baku untuk diolah, namun pemerintah tidak siap untuk mengolahnya. Pada akhirnya pemerintah akan meminta pihak lain untuk memproduksi minyak goreng,” katanya.

Proses produksi minyak goreng tentunya memerlukan waktu yang cukup, karena harus mempersiapkan pabrik yang memproduksi minyak goreng dengan harga yang dipatok oleh pemerintah. Pabrik minyak goreng tentunya memerlukan perubahan-perubahan spesifikasi tertentu agar dapat memproduksi minyak goreng sesuai spek tertentu.

“Proses persiapan ini tentunya tidak mudah, di saat harga CPO dan turunannya nilai pasarnya sangat tinggi. Begitu juga harga minyak goreng akan terpengaruh dengan harga pasar yang tinggi. Pabrik minyak goreng di dalam negeri kesulitan dalam memperoleh CPO murah untuk diolah menjadi minyak goreng dengan harga yang ditetapkan dengan HET oleh pemerintah,” jelas Hotman.

Peraturan atau Permendag yang selalu berubah dalam waktu yang pendek mengakibatkan tata kelola minyak goreng dan program pemerintah tidak berjalan sesuai yang diharapkan. “Pemerintah akhirnya memberikan BLT minyak goreng untuk rakyat yang berujung dengan tuduhan korupsi,” tutupnya.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1565 seconds (0.1#10.140)