Rencana Label BPA Berpotensi Timbulkan Beragam Masalah Baru
loading...
A
A
A
Acetaldehyde sendiri telah diakui mengandung unsur karsinogenik (pemicu kanker). Ia pun menyampaikan kekhawatiran jika rencana pelabelan ini tetap dilanjutkan, akan muncul praduga dari masyarakat bahwa BPOM mendukung salah satu pihak atau salah satu brand. "Mau tidak mau akan muncul situasi demikian," imbuhnya.
Sementara itu, bicara potensi timbunan sampah plastik akibat penerapan pelabelan BPA Ketua Komisi Penegakan Regulasi Satgas Sampah Nawacita Indonesia, Asrul Hoesein menyebut ada hal krusial yang saat ini diabaikan, yakni penerapan Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang ini seharusnya diperkuat dengan peraturan pemerintah yang bisa mendorong penerapan Extended Producer Responsibility, sebuah aksi yang merupakan bagian dari tanggung jawab produsen.
Dikatakan Asrul, tak heran terjadi lompatan regulasi, yang langsung mengatur ke produk hukum turunannya, seperti rencana pelabelan yang akan dilakukan oleh BPOM. Ia sendiri menegaskan bahwa penggunaan galon sekali pakai hanya akan menambah timbunan sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Faktanya galon sekali pakai juga jatuhnya di TPA. Malah merugikan masyarakat karena yang seharusnya di rumah tangga diisi ulang, malah sekali pakai. Jadi perdebatan ini sebetulnya tidak perlu, kalau terus dibahas jadi semakin jelas siapa yang ada di belakang polemik ini," tegas Asrul.
Terkait potensi timbunan sampah akibat penggunaan galon sekali pakai, Rachmat Hidayat menganalogikan dari tingkat konsumsi AMDK galon yang diperkirakan sebesar 20 miliar liter per tahun. "Jika satu galon berisi 20 liter, kata Rachmat, maka akan ada 1 miliar galon sekali pakai yang terbuang dan jika dikalikan berat kemasan kosong AMDK galon seberat 799 gram, maka akan ada tambahan 70 ribu ton sampah plastik per tahun dari galon sekali pakai," ujar Rachmat.
Sejauh ini, air mineral memang telah menjadi pilihan bagi masyarakat untuk pemenuhan hidrasi tubuh, termasuk asupan sejumlah mineral yang dibutuhkan. Praktisi kesehatan Dyah Novita Anggraini mengatakan sebesar 70% tubuh manusia mengandung air, sehingga dibutuhkan asupan air agar fungsi tubuh berjalan dengan baik. Air mineral diketahui telah memiliki kandungan mineral yang juga dibutuhkan tubuh, seperti mikro nutrien yang harus diasup dari luar tubuh. "Dengan mengonsumsi air mineral, selain hidrasi tubuh tercukupi, juga akan menjaga keseimbangan elektrolit yang dibutuhkan," kata Dyah.
Pilihan masyarakat jatuh pada air mineral dalam kemasan, karena air mineral tersebut telah dikemas secara praktis dan higienis sesuai standar yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan, agar kualitasnya terjaga. "Seluruh air mineral dalam kemasan sudah memenuhi standar SNI, di bawah Kemenperin dan BPOM. Dan higienis karena sudah ada parameter fisik yang sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan. Kandungannya juga tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme berbahaya seperti E-Coli," tutupnya.
Sementara itu, bicara potensi timbunan sampah plastik akibat penerapan pelabelan BPA Ketua Komisi Penegakan Regulasi Satgas Sampah Nawacita Indonesia, Asrul Hoesein menyebut ada hal krusial yang saat ini diabaikan, yakni penerapan Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang ini seharusnya diperkuat dengan peraturan pemerintah yang bisa mendorong penerapan Extended Producer Responsibility, sebuah aksi yang merupakan bagian dari tanggung jawab produsen.
Dikatakan Asrul, tak heran terjadi lompatan regulasi, yang langsung mengatur ke produk hukum turunannya, seperti rencana pelabelan yang akan dilakukan oleh BPOM. Ia sendiri menegaskan bahwa penggunaan galon sekali pakai hanya akan menambah timbunan sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
"Faktanya galon sekali pakai juga jatuhnya di TPA. Malah merugikan masyarakat karena yang seharusnya di rumah tangga diisi ulang, malah sekali pakai. Jadi perdebatan ini sebetulnya tidak perlu, kalau terus dibahas jadi semakin jelas siapa yang ada di belakang polemik ini," tegas Asrul.
Terkait potensi timbunan sampah akibat penggunaan galon sekali pakai, Rachmat Hidayat menganalogikan dari tingkat konsumsi AMDK galon yang diperkirakan sebesar 20 miliar liter per tahun. "Jika satu galon berisi 20 liter, kata Rachmat, maka akan ada 1 miliar galon sekali pakai yang terbuang dan jika dikalikan berat kemasan kosong AMDK galon seberat 799 gram, maka akan ada tambahan 70 ribu ton sampah plastik per tahun dari galon sekali pakai," ujar Rachmat.
Sejauh ini, air mineral memang telah menjadi pilihan bagi masyarakat untuk pemenuhan hidrasi tubuh, termasuk asupan sejumlah mineral yang dibutuhkan. Praktisi kesehatan Dyah Novita Anggraini mengatakan sebesar 70% tubuh manusia mengandung air, sehingga dibutuhkan asupan air agar fungsi tubuh berjalan dengan baik. Air mineral diketahui telah memiliki kandungan mineral yang juga dibutuhkan tubuh, seperti mikro nutrien yang harus diasup dari luar tubuh. "Dengan mengonsumsi air mineral, selain hidrasi tubuh tercukupi, juga akan menjaga keseimbangan elektrolit yang dibutuhkan," kata Dyah.
Pilihan masyarakat jatuh pada air mineral dalam kemasan, karena air mineral tersebut telah dikemas secara praktis dan higienis sesuai standar yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan, agar kualitasnya terjaga. "Seluruh air mineral dalam kemasan sudah memenuhi standar SNI, di bawah Kemenperin dan BPOM. Dan higienis karena sudah ada parameter fisik yang sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan. Kandungannya juga tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme berbahaya seperti E-Coli," tutupnya.
(nng)