Mendongkrak Produksi Bawang Merah Lewat Benih Berteknologi TSS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mendorong penggunaan benih bawang merah berteknologi TSS (True Shallot Seed) atau dikenal dengan pemanfaatan biji botani. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas bawang merah .
“Memang kami masih dorong terus untuk pengembangan TSS. Kami lihat dari biaya produksi, terutama biaya benih, lebih murah dibandingkan menggunakan umbi,” kata Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto belum lama ini dikutip Selasa (26/9/2022).
Kelebihan benih bawang merah TSS adalah mampu mendongkrak hasil umbi bawang merah sampai dua kali lipat dibandingkan penggunaan benih umbi, bebas penyakit dan virus, membutuhkan benih lebih sedikit, pengangkutan lebih mudah, dan daya simpan lebih lama dibandingkan umbi.
Sekitar 50% benih bawang asal biji masih dapat berkecambah setelah disimpan 1-2 tahun. Daya simpan benih bawang asal umbi juga hanya 4 bulan. Kendati banyak kelebihan, adopsi benih TSS oleh petani cukup sulit, terutama mengubah kebiasaan lama ke baru.
“Tantangannya apa? Satu, benih biji rata-rata menghasilkan umbi tunggal. Masyarakat rata-rata ingin umbi yang banyak siungnya. Kalau ditanya ke masyarakat mereka enggan menggunakan yang besar-besar karena boros,” kata Prihasto.
Tantangan kedua, kata pria yang biasa disapa Anton itu, mayoritas petani lebih memilih varietas bawang merah yang telah lama digunakan, seperti Bima Brebes dan Tajuk. Lalu, tantangan ketiga adalah masa tanam hingga panen lebih lama dibanding varietas yang sudah ada.
“Tapi untuk bawang merah ini bijinya masih sangat-sangat terbatas. Dari varietas yang ada, belum ada untuk pengembangan bijinya,” kata Anton.
Pengembangan TSS skala nasional telah diinisiasi Ditjen Hortikultura sejak 2018. Pada 2020, Ditjen Hortikultura mengembangkan budidaya bawang merah TSS di lahan seluas 1.100 hektare, naik jadi 915 hektare di 2021. “Target 2022 seluas 1.000 hektare. Teknologi TSS berpotensi meningkatkan produksi dan efisiensi biaya produksi,” kata Anton.
“Memang kami masih dorong terus untuk pengembangan TSS. Kami lihat dari biaya produksi, terutama biaya benih, lebih murah dibandingkan menggunakan umbi,” kata Dirjen Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto belum lama ini dikutip Selasa (26/9/2022).
Kelebihan benih bawang merah TSS adalah mampu mendongkrak hasil umbi bawang merah sampai dua kali lipat dibandingkan penggunaan benih umbi, bebas penyakit dan virus, membutuhkan benih lebih sedikit, pengangkutan lebih mudah, dan daya simpan lebih lama dibandingkan umbi.
Sekitar 50% benih bawang asal biji masih dapat berkecambah setelah disimpan 1-2 tahun. Daya simpan benih bawang asal umbi juga hanya 4 bulan. Kendati banyak kelebihan, adopsi benih TSS oleh petani cukup sulit, terutama mengubah kebiasaan lama ke baru.
“Tantangannya apa? Satu, benih biji rata-rata menghasilkan umbi tunggal. Masyarakat rata-rata ingin umbi yang banyak siungnya. Kalau ditanya ke masyarakat mereka enggan menggunakan yang besar-besar karena boros,” kata Prihasto.
Tantangan kedua, kata pria yang biasa disapa Anton itu, mayoritas petani lebih memilih varietas bawang merah yang telah lama digunakan, seperti Bima Brebes dan Tajuk. Lalu, tantangan ketiga adalah masa tanam hingga panen lebih lama dibanding varietas yang sudah ada.
“Tapi untuk bawang merah ini bijinya masih sangat-sangat terbatas. Dari varietas yang ada, belum ada untuk pengembangan bijinya,” kata Anton.
Pengembangan TSS skala nasional telah diinisiasi Ditjen Hortikultura sejak 2018. Pada 2020, Ditjen Hortikultura mengembangkan budidaya bawang merah TSS di lahan seluas 1.100 hektare, naik jadi 915 hektare di 2021. “Target 2022 seluas 1.000 hektare. Teknologi TSS berpotensi meningkatkan produksi dan efisiensi biaya produksi,” kata Anton.