Bijak Bermedia Sosial, Perbanyak Produksi Konten Positif di Era Digital
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hadirnya teknologi digital mendorong manusia bermigrasi menjadi masyarakat digital. Banyak aktivitas yang kini melibatkan ruang digital.
Pengguna internet dan media sosial (medsos) pun bukan hanya orang tua dan dewasa, melainkan juga remaja dan anak-anak.
Memiliki kecakapan digital menjadi kebutuhan semua pengguna dari segala usia, agar dampak negatif dari internet dan media sosial dapat ditekan.
Merujuk data terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 210 juta atau 77% dari populasi penduduk.
Berdasarkan data Hootsuite dan We Are Social bulan Februari 2022, penggunaan internet dan medsos di Indonesia berkisar 8 jam 36 menit per orang per hari. Untuk medsos saja berkisar rata-rata 197 menit alias lebih dari 3 jam dalam sehari. Artinya, interaksi di ruang digital sedemikian intens.
Dalam webinar bertema “Cerdaskan Generasi Muda dengan Bijak Bermedia Sosial” di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (29/9), Pengurus RTIK Provinsi Bali bidang Komunikasi Publik I Wayan Adi Karnawa mengatakan, dalam ruang digital, pengguna berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang kultur. Interaksi tersebut menciptakan standar baru.
Di ruang digital pula, pengguna saling berkolaborasi. Maka, segala aktivitas di ruang digital ini memerlukan etika digital, yang mana ruang lingkupnya meliputi kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan.
Menghindari memproduksi ataupun menyebarkan konten-konten negatif merupakan salah satu netiket yang perlu diterapkan saat bermedia sosial.
Berdasarkan UU ITE, konten negatif ini meliputi konten yang melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan, berita bohong, dan ujaran kebencian.
“Tindakan etis jika menemui konten negatif, pertama analisis konten negatif. Lalu, verifikasi konten negatif, tidak perlu mendistribusikan,” ujarnya, dikutip Sabtu (1/10/2022).
Seiring tren pembuatan konten oleh para content creator, baik yang amatiran maupun yang professional, Wayan mengingatkan untuk memproduksi hanya konten positif dan bermanfaat bagi orang lain. “Internet merupakan anugerah, namun bisa menjadi bencana jika tanpa etika,” tandasnya.
Social Media Officer Goodnews from Indonesia Ni Putu Ruslina Darmayanthi menambahkan, data BPS 2021 menunjukkan bahwa generasi muda mendominasi pengguna media sosial, dengan sebaran Gen Z (28 persen), Milenial (26 persen), dan Gen x (22 persen).
Sebagai perbandingan, pengguna boomers dan Alpha masing-masing hanya 11 persen. Sebagian besar perilaku Gen Z mengakses internet untuk tujuan hiburan, komunikasi/komunitas.
Menurut dia, banyaknya informasi di media digital perlu disaring dengan kecakapan digital, memilah mana konten positif dan mana konten negatif. Perlu dipahami juga bahwa ada konsekuensi hukum dalam setiap aktivitas di internet.
“Produksi hanya konten positif di media digital. Caranya kenali target, konten kuat, kuasai aplikasi pengolah gambar/video, komunikasi dua arah, konsisten, dan kolaborasi,” urainya.
“Yang paling penting adalah hati-hati dengan media digital. Selalu waspada dan bijak. Jangan sampai apa yang kamu dapatkan dan sebarkan di internet malah jadi bumerang. Kita bebas berekspresi, tapi jangan kelewatan,” imbuh Ni Putu.
Anggota Mafindo Pontianak sekaligus dosen Fisip Untan Syarifah Ema Rahmaniah menuturkan, penerapan wawasan kebangsaan di ruang digital dapat menghindarkan pengguna dari kasus-kasus ‘kebablasan’ berekspresi sehingga berpotensi tersandung hukum. Dia pun menegaskan para orang tua dan guru perlu memberikan pemahaman kepada anak sejak dini tentang literasi digital.
“Tanamkan nilai dan norma-norma baik pada anak, ajak anak-anak melihat konten positif seperti penggalangan dana untuk musibah kemanusiaan, atau konten-konten produktif yang menghasilkan. Tunjukkan pula konten-konten negatif yang harus dihindari,” tandasnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif di era industri 4.0.
Pengguna internet dan media sosial (medsos) pun bukan hanya orang tua dan dewasa, melainkan juga remaja dan anak-anak.
Memiliki kecakapan digital menjadi kebutuhan semua pengguna dari segala usia, agar dampak negatif dari internet dan media sosial dapat ditekan.
Merujuk data terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 210 juta atau 77% dari populasi penduduk.
Berdasarkan data Hootsuite dan We Are Social bulan Februari 2022, penggunaan internet dan medsos di Indonesia berkisar 8 jam 36 menit per orang per hari. Untuk medsos saja berkisar rata-rata 197 menit alias lebih dari 3 jam dalam sehari. Artinya, interaksi di ruang digital sedemikian intens.
Dalam webinar bertema “Cerdaskan Generasi Muda dengan Bijak Bermedia Sosial” di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (29/9), Pengurus RTIK Provinsi Bali bidang Komunikasi Publik I Wayan Adi Karnawa mengatakan, dalam ruang digital, pengguna berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang kultur. Interaksi tersebut menciptakan standar baru.
Di ruang digital pula, pengguna saling berkolaborasi. Maka, segala aktivitas di ruang digital ini memerlukan etika digital, yang mana ruang lingkupnya meliputi kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan.
Menghindari memproduksi ataupun menyebarkan konten-konten negatif merupakan salah satu netiket yang perlu diterapkan saat bermedia sosial.
Berdasarkan UU ITE, konten negatif ini meliputi konten yang melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan, berita bohong, dan ujaran kebencian.
“Tindakan etis jika menemui konten negatif, pertama analisis konten negatif. Lalu, verifikasi konten negatif, tidak perlu mendistribusikan,” ujarnya, dikutip Sabtu (1/10/2022).
Seiring tren pembuatan konten oleh para content creator, baik yang amatiran maupun yang professional, Wayan mengingatkan untuk memproduksi hanya konten positif dan bermanfaat bagi orang lain. “Internet merupakan anugerah, namun bisa menjadi bencana jika tanpa etika,” tandasnya.
Social Media Officer Goodnews from Indonesia Ni Putu Ruslina Darmayanthi menambahkan, data BPS 2021 menunjukkan bahwa generasi muda mendominasi pengguna media sosial, dengan sebaran Gen Z (28 persen), Milenial (26 persen), dan Gen x (22 persen).
Sebagai perbandingan, pengguna boomers dan Alpha masing-masing hanya 11 persen. Sebagian besar perilaku Gen Z mengakses internet untuk tujuan hiburan, komunikasi/komunitas.
Menurut dia, banyaknya informasi di media digital perlu disaring dengan kecakapan digital, memilah mana konten positif dan mana konten negatif. Perlu dipahami juga bahwa ada konsekuensi hukum dalam setiap aktivitas di internet.
“Produksi hanya konten positif di media digital. Caranya kenali target, konten kuat, kuasai aplikasi pengolah gambar/video, komunikasi dua arah, konsisten, dan kolaborasi,” urainya.
“Yang paling penting adalah hati-hati dengan media digital. Selalu waspada dan bijak. Jangan sampai apa yang kamu dapatkan dan sebarkan di internet malah jadi bumerang. Kita bebas berekspresi, tapi jangan kelewatan,” imbuh Ni Putu.
Anggota Mafindo Pontianak sekaligus dosen Fisip Untan Syarifah Ema Rahmaniah menuturkan, penerapan wawasan kebangsaan di ruang digital dapat menghindarkan pengguna dari kasus-kasus ‘kebablasan’ berekspresi sehingga berpotensi tersandung hukum. Dia pun menegaskan para orang tua dan guru perlu memberikan pemahaman kepada anak sejak dini tentang literasi digital.
“Tanamkan nilai dan norma-norma baik pada anak, ajak anak-anak melihat konten positif seperti penggalangan dana untuk musibah kemanusiaan, atau konten-konten produktif yang menghasilkan. Tunjukkan pula konten-konten negatif yang harus dihindari,” tandasnya.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif di era industri 4.0.
(ind)