Bahas Isu Ekonomi Hijau, LPS Gelar Seminar Internasional
loading...
A
A
A
BALI - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mendorong isu ekonomi hijau masuk ke dalam dunia penjaminan. Sebagai langkah nyata, LPS menggelar seminar internasional dengan mengangkat berbagai topik seperti perubahan iklim, dekarbonisasi, hingga ekonomi berkelanjutan.
"Seminar pertama ini membawa isu green economy ke dalam dunia penjaminan," ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat Seminar Internasional LPS atau Indonesia Deposit Insurance Corporation (LPS IDIC), di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (9/11/2022).
Perhelatan tersebut sekaligus menjadi side events Presidensi KTT G20 2022. Forum yang mempertemukan para lembaga penjamin simpanan internasional, baik yang tergabung di International Deposit Insurers (IADI) atau bukan ini adalah yang pertama kali mengangkat tema Perubahan Iklim, Dekarbonisasi, Keberlanjutan, dan Ekonomi Hijau dalam program penjaminan dan hubungannya yang erat dengan peningkatan perekonomian suatu negara.
"Seminar ini, antara lain sebagai side events Presidensi G20 Indonesia, dan ingin mendorong semua penjamin simpanan di seluruh dunia, apakah anda anggota IADI atau bukan, untuk menyerukan tindakan nyata untuk melawan perubahan iklim dan mendorong ekonomi yang lebih berkelanjutan dan hijau," ujarnya.
Menurut Purbaya, iklim bumi telah berubah secara dramatis, dimana semakin banyak bencana yang berkaitan dengan cuaca, iklim dan air terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Bank Dunia juga mencatat bahwa dampak perubahan iklim, yang meliputi banjir, kekeringan, pergeseran pola curah hujan, dan kenaikan suhu, dapat merugikan suatu negara antara 2,5%-7% dari PDB negara tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Purbaya, kita tidak bisa mengabaikan keadaan darurat iklim, dan adalah kewajiban kita untuk memimpin jalan melindungi Bumi kita demi mencegah krisis iklim yang lebih besar.
"Bahkan jika itu hanya satu tindakan kecil, itu akan membuat perbedaan besar untuk mengurangi perubahan iklim, kami percaya bahwa kita masih memiliki harapan untuk planet yang lebih baik terutama untuk generasi kita selanjutnya. Untuk itu, kita perlu segera mengambil tindakan bersama, khususnya para penjamin simpanan," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menjadi salah satu pembicara utama dalam forum tersebut mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia membawa tantangan lain karena memiliki dampak lingkungan dan sosial, termasuk polusi, degradasi dan deforestasi hutan, serta ketimpangan pendapatan.
“Indonesia juga sedang berjuang dengan krisis lain: perubahan iklim, yang berdampak parah pada lingkungan fisik, ekosistem, dan masyarakat manusia. Sebagai negara kepulauan terbesar dengan dataran rendah dan pulau-pulau kecil yang luas, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim," jelasnya.
"Seminar pertama ini membawa isu green economy ke dalam dunia penjaminan," ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat Seminar Internasional LPS atau Indonesia Deposit Insurance Corporation (LPS IDIC), di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (9/11/2022).
Perhelatan tersebut sekaligus menjadi side events Presidensi KTT G20 2022. Forum yang mempertemukan para lembaga penjamin simpanan internasional, baik yang tergabung di International Deposit Insurers (IADI) atau bukan ini adalah yang pertama kali mengangkat tema Perubahan Iklim, Dekarbonisasi, Keberlanjutan, dan Ekonomi Hijau dalam program penjaminan dan hubungannya yang erat dengan peningkatan perekonomian suatu negara.
"Seminar ini, antara lain sebagai side events Presidensi G20 Indonesia, dan ingin mendorong semua penjamin simpanan di seluruh dunia, apakah anda anggota IADI atau bukan, untuk menyerukan tindakan nyata untuk melawan perubahan iklim dan mendorong ekonomi yang lebih berkelanjutan dan hijau," ujarnya.
Menurut Purbaya, iklim bumi telah berubah secara dramatis, dimana semakin banyak bencana yang berkaitan dengan cuaca, iklim dan air terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Bank Dunia juga mencatat bahwa dampak perubahan iklim, yang meliputi banjir, kekeringan, pergeseran pola curah hujan, dan kenaikan suhu, dapat merugikan suatu negara antara 2,5%-7% dari PDB negara tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Purbaya, kita tidak bisa mengabaikan keadaan darurat iklim, dan adalah kewajiban kita untuk memimpin jalan melindungi Bumi kita demi mencegah krisis iklim yang lebih besar.
"Bahkan jika itu hanya satu tindakan kecil, itu akan membuat perbedaan besar untuk mengurangi perubahan iklim, kami percaya bahwa kita masih memiliki harapan untuk planet yang lebih baik terutama untuk generasi kita selanjutnya. Untuk itu, kita perlu segera mengambil tindakan bersama, khususnya para penjamin simpanan," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang menjadi salah satu pembicara utama dalam forum tersebut mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia membawa tantangan lain karena memiliki dampak lingkungan dan sosial, termasuk polusi, degradasi dan deforestasi hutan, serta ketimpangan pendapatan.
“Indonesia juga sedang berjuang dengan krisis lain: perubahan iklim, yang berdampak parah pada lingkungan fisik, ekosistem, dan masyarakat manusia. Sebagai negara kepulauan terbesar dengan dataran rendah dan pulau-pulau kecil yang luas, Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim," jelasnya.