Kesepakatan Final, Smelter Vale Siap Beroperasi dan Serap 400 Pekerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penandatanganan perjanjian definitif antara PT Vale Indonesia Tbk dan Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd (Huayou) menandakan kesepakatan kerja sama sudah mencapai tahap final.
Kedua perusahaan ini akan memulai pengembangan fasilitas pengolahan atau smelter nikel berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, jika perjanjian tersebut sudah final dan saat ini sedang bersiap untuk tahap pra-produksi dengan ratusan orang pekerja.
“Hari ini MoU itu telah meningkat ke level Definitive Cooperation Agreement, di mana itu Legally Funding Agreement, sudah final. Saat ini, sudah ada 400 lebih pekerja yang bersiap di sana (Pomalaa) untuk pra- produksi,” katanya, Minggu (13/11/2022).
Perjanjian definitif mega proyek ini diteken bersamaan dengan acara puncak Business 20 Summit (B20) dan jelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali.
Febriany menambahkan, kesepakatan bersama Huayou ini akan meningkatkan kapasitas produksi nikel menjadi tiga kali lipat. Dari sebelumnya 40 kilo ton menjadi 120 kilo ton nikel per tahun.
Pabrik HPAL ini akan mengolah biji nikel limonit dan bijih saprolit kadar rendah dari tambang PT Vale di Pomalaa untuk menghasilkan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
“Sebelum datangnya Huayou kita sepakat untuk memproduksi 40.000 ton, namun dengan datangnya Huayou kami memutuskan untuk meningkatkan produksi menjadi 120.000 ton atau tiga kali lipat lebih banyak," jelas Febriany.
Selain menaikkan kapasitas produksi, PT Vale Indonesia akan melakukan pengolahan di Indonesia, sehingga produk yang dijual adalah produk jadi bukan mentah. Hal ini tentunya dapat menjadi nilai tambah yang menguntungkan bagi negara.
“Pasti ya, karena Vale selama 54 Tahun tidak pernah mengekspor bijih mentah. Jadi semua kita proses di dalam negeri ini,” ujarnya.
Febriany mengungkapkan, jika pabrik di Pomalaa ini akan berfungsi sebagai penyedia bahan baku baterai mobil listrik. Dengan begitu, proses produksi nantinya akan menjalankan prinsip terbarukan dengan menggunakan opsi energi lain yang bisa lebih rendah karbon.
“PT Vale sudah mengumumkan secara global pada 2021 di Glassco untuk carbon reduction sebanyak 33% pada tahun 2030, kemudian zero net pada 2050 mendatang," paparnya.
Saat ini, emiten tersebut sudah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) sebagai sumber daya energi pada setiap pabrik produksi sekaligus lebih ramah terhadap alam.
Di lokasi yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mendukung pengembangan smelter nikel di Pomalaa yang dilakukan Vale dan Huayou.
“Indonesia memiliki potensi sumber daya nikel, 20 miliar, jadi kita bisa manfaatkan untuk membangun industri, dan mendukung kebutuhan kita," katanya.
Menurut Menteri Arifin, Vale merupakan salah satu masa depan bagi negara, "Vale menjadikan kita menjual, bukan konsumen dari produk kita sendiri. Karena kita ingin menciptakan peluang kerja dan nilai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Menteri Arifin.
Untuk mencapai target alam, kata, Menteri Arifin, Indonesia juga membutuhkan sumber cadangan gas bumi, yaitu energi super yang menggantikan fosil menjadi energi terbarukan pada beberapa sektor.
Kedua perusahaan ini akan memulai pengembangan fasilitas pengolahan atau smelter nikel berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, jika perjanjian tersebut sudah final dan saat ini sedang bersiap untuk tahap pra-produksi dengan ratusan orang pekerja.
“Hari ini MoU itu telah meningkat ke level Definitive Cooperation Agreement, di mana itu Legally Funding Agreement, sudah final. Saat ini, sudah ada 400 lebih pekerja yang bersiap di sana (Pomalaa) untuk pra- produksi,” katanya, Minggu (13/11/2022).
Perjanjian definitif mega proyek ini diteken bersamaan dengan acara puncak Business 20 Summit (B20) dan jelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali.
Febriany menambahkan, kesepakatan bersama Huayou ini akan meningkatkan kapasitas produksi nikel menjadi tiga kali lipat. Dari sebelumnya 40 kilo ton menjadi 120 kilo ton nikel per tahun.
Pabrik HPAL ini akan mengolah biji nikel limonit dan bijih saprolit kadar rendah dari tambang PT Vale di Pomalaa untuk menghasilkan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
“Sebelum datangnya Huayou kita sepakat untuk memproduksi 40.000 ton, namun dengan datangnya Huayou kami memutuskan untuk meningkatkan produksi menjadi 120.000 ton atau tiga kali lipat lebih banyak," jelas Febriany.
Selain menaikkan kapasitas produksi, PT Vale Indonesia akan melakukan pengolahan di Indonesia, sehingga produk yang dijual adalah produk jadi bukan mentah. Hal ini tentunya dapat menjadi nilai tambah yang menguntungkan bagi negara.
“Pasti ya, karena Vale selama 54 Tahun tidak pernah mengekspor bijih mentah. Jadi semua kita proses di dalam negeri ini,” ujarnya.
Febriany mengungkapkan, jika pabrik di Pomalaa ini akan berfungsi sebagai penyedia bahan baku baterai mobil listrik. Dengan begitu, proses produksi nantinya akan menjalankan prinsip terbarukan dengan menggunakan opsi energi lain yang bisa lebih rendah karbon.
“PT Vale sudah mengumumkan secara global pada 2021 di Glassco untuk carbon reduction sebanyak 33% pada tahun 2030, kemudian zero net pada 2050 mendatang," paparnya.
Saat ini, emiten tersebut sudah menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA) sebagai sumber daya energi pada setiap pabrik produksi sekaligus lebih ramah terhadap alam.
Di lokasi yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mendukung pengembangan smelter nikel di Pomalaa yang dilakukan Vale dan Huayou.
“Indonesia memiliki potensi sumber daya nikel, 20 miliar, jadi kita bisa manfaatkan untuk membangun industri, dan mendukung kebutuhan kita," katanya.
Menurut Menteri Arifin, Vale merupakan salah satu masa depan bagi negara, "Vale menjadikan kita menjual, bukan konsumen dari produk kita sendiri. Karena kita ingin menciptakan peluang kerja dan nilai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Menteri Arifin.
Untuk mencapai target alam, kata, Menteri Arifin, Indonesia juga membutuhkan sumber cadangan gas bumi, yaitu energi super yang menggantikan fosil menjadi energi terbarukan pada beberapa sektor.
(ars)