Menguak Investasi Freeport dan Amman, Segini Biaya Bangun Smelter di NTB dan Gresik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hilirisasi sumber daya alam semakin gencar dilakukan guna mengakhiri ekspor bahan mentah yang telah berlangsung sejak era VOC. Terbaru, Indonesia mendapatkan dua smelter lagi, yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) serta Gresik.
Disebutkan bahwa negara-negara maju selama ini mendapatkan keuntungan besar dari impor bahan mentah Indonesia, sementara Indonesia sendiri tidak dapat berkembang secara optimal. Lantaran itu Indonesia mulai setop mengeskpor bahan-bahan mentah, sehingga harapannya nilai tambah dari hal ini bisa dirasakan masyarakat
Diklaim oleh pemerintah, bahwa Indonesia telah meningkatkan nilai tambah produk seperti nikel. Sebelum 2020, ekspor nikel mentah hanya menghasilkan USD1,4 hingga 2 miliar, namun setelah kebijakan penghentian ekspor bahan mentah, nilai tambah melonjak hingga USD34,8 miliar pada tahun 2023.
Beberapa proyek smelter tersebar di berbagai wilayah, seperti di Sumbawa dan PT Freeport di Gresik, yang merupakan bagian dari upaya Indonesia menjadi negara industri. Lantas berapakah biaya atau investasi yang ditanamkan untuk membangun dua smelter tersebut, berikut penjelasannya.
Diterangkan bahwa keberadaan smelter ini merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mengolah sumber daya alamnya sendiri dan mengurangi ekspor bahan mentah. Dengan smelter ini, PT Freeport Indonesia mampu memurnikan 1,7 juta ton konsentrat tembaga dari Papua.
Smelter ini juga diyakini akan mendorong pertumbuhan industri turunan tembaga di sekitar wilayah Gresik. Presiden juga menyoroti dampak positif dari smelter tersebut bagi penerimaan negara yang diperkirakan mencapai Rp80 triliun.
“Hitung-hitungan saya penerimaan negara masuk kira-kira Rp80 triliun dari PT Freeport Indonesia, baik berupa deviden, royalti, PPh badan, PPh karyawan, pajak untuk daerah, bea keluar, pajak ekspor semuanya kira-kira angkanya seperti itu. Ini angka yang sangat besar sekali,” ungkap Presiden.
Smelter tersebut menggunakan teknologi double flash cyclone untuk memproduksi katoda tembaga sebagai produk utamanya, dengan kapasitas pengolahan hingga 900 ribu ton konsentrat per tahun.
Dalam operasinya, smelter ini akan menghasilkan 220 ribu ton katoda tembaga, 18 ton emas, 55 ton perak, dan 850 ribu ton asam sulfat sebagai produk sampingan. Diyakini, hal ini akan memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi ekonomi lokal dan nasional, terutama dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat.
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
Disebutkan bahwa negara-negara maju selama ini mendapatkan keuntungan besar dari impor bahan mentah Indonesia, sementara Indonesia sendiri tidak dapat berkembang secara optimal. Lantaran itu Indonesia mulai setop mengeskpor bahan-bahan mentah, sehingga harapannya nilai tambah dari hal ini bisa dirasakan masyarakat
Diklaim oleh pemerintah, bahwa Indonesia telah meningkatkan nilai tambah produk seperti nikel. Sebelum 2020, ekspor nikel mentah hanya menghasilkan USD1,4 hingga 2 miliar, namun setelah kebijakan penghentian ekspor bahan mentah, nilai tambah melonjak hingga USD34,8 miliar pada tahun 2023.
Beberapa proyek smelter tersebar di berbagai wilayah, seperti di Sumbawa dan PT Freeport di Gresik, yang merupakan bagian dari upaya Indonesia menjadi negara industri. Lantas berapakah biaya atau investasi yang ditanamkan untuk membangun dua smelter tersebut, berikut penjelasannya.
1. Smelter PT Freeport Indonesia
Smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik JIIPE, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, dibangun dengan nilai investasi sebesar Rp56 triliun. Smelter ini sendiri telah diresmikan oleh Presiden pada Senin, 23 September 2024.Diterangkan bahwa keberadaan smelter ini merupakan bagian dari upaya Indonesia untuk mengolah sumber daya alamnya sendiri dan mengurangi ekspor bahan mentah. Dengan smelter ini, PT Freeport Indonesia mampu memurnikan 1,7 juta ton konsentrat tembaga dari Papua.
Smelter ini juga diyakini akan mendorong pertumbuhan industri turunan tembaga di sekitar wilayah Gresik. Presiden juga menyoroti dampak positif dari smelter tersebut bagi penerimaan negara yang diperkirakan mencapai Rp80 triliun.
“Hitung-hitungan saya penerimaan negara masuk kira-kira Rp80 triliun dari PT Freeport Indonesia, baik berupa deviden, royalti, PPh badan, PPh karyawan, pajak untuk daerah, bea keluar, pajak ekspor semuanya kira-kira angkanya seperti itu. Ini angka yang sangat besar sekali,” ungkap Presiden.
2. Smelter PT Amman Mineral Internasional
Smelter Tembaga dan Pemurnian Logam Mulia di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, merupakan milik PT Amman Mineral Internasional Tbk. dengan total investasi Rp21 triliun untuk pembangunan smelter ini.Smelter tersebut menggunakan teknologi double flash cyclone untuk memproduksi katoda tembaga sebagai produk utamanya, dengan kapasitas pengolahan hingga 900 ribu ton konsentrat per tahun.
Dalam operasinya, smelter ini akan menghasilkan 220 ribu ton katoda tembaga, 18 ton emas, 55 ton perak, dan 850 ribu ton asam sulfat sebagai produk sampingan. Diyakini, hal ini akan memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi ekonomi lokal dan nasional, terutama dengan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTB dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat.
Lihat Juga: Riset INDEF Sebut Indonesia Punya Momentum Strategis untuk Jadi Pemain Global dalam Hilirisasi Tembaga
(akr)