Naik, Utang Luar Negeri RI Tembus Rp5.892 Triliun di November 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia hingga akhir November 2022 tetap terkendali. Posisi ULN RI pada periode tersebut sebesar USD392,6 miliar atau setara Rp5.892 triliun (kurs Rp15.009 per dolar AS). Angka ini tercatat naik dibanding posisi Oktober 2022 yang sebesar USD390,2 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, pertumbuhan ULN Indonesia pada November 2022 mengalami kontraksi sebesar 5,6% (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 7,6% (yoy).
“Kontraksi pertumbuhan bersumber dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta,” ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin (16/1/2023).
ULN pemerintah melanjutkan tren kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN pemerintah pada November 2022 tercatat sebesar USD181,6 miliar, atau secara tahunan terkontraksi 10,2% (yoy), lebih rendah dibanding kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 12,3% (yoy).
"Perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga sehingga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik," tuturnya.
Selain itu, terdapat penarikan pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek. Antara lain berupa dukungan penanganan COVID-19, dukungan pembangunan infrastruktur, serta beberapa pembangunan program dan proyek lainnya.
"Penarikan ULN pada November 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk upaya penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ungkapnya.
“Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel," imbuh Erwin.
Dukungan ULN pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas hingga bulan November 2022. Di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5% dari total ULN pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,5%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3%), sektor konstruksi (14,2%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,5%).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, pertumbuhan ULN Indonesia pada November 2022 mengalami kontraksi sebesar 5,6% (yoy), melanjutkan kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 7,6% (yoy).
“Kontraksi pertumbuhan bersumber dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta,” ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin (16/1/2023).
ULN pemerintah melanjutkan tren kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN pemerintah pada November 2022 tercatat sebesar USD181,6 miliar, atau secara tahunan terkontraksi 10,2% (yoy), lebih rendah dibanding kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 12,3% (yoy).
"Perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga sehingga mendorong investor asing kembali menempatkan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik," tuturnya.
Selain itu, terdapat penarikan pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek. Antara lain berupa dukungan penanganan COVID-19, dukungan pembangunan infrastruktur, serta beberapa pembangunan program dan proyek lainnya.
"Penarikan ULN pada November 2022 masih diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk upaya penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ungkapnya.
“Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel," imbuh Erwin.
Dukungan ULN pemerintah dalam memenuhi kebutuhan belanja prioritas hingga bulan November 2022. Di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5% dari total ULN pemerintah), sektor jasa pendidikan (16,5%), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3%), sektor konstruksi (14,2%), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,5%).