Buruh Rentan PHK, Pengambilan JHT 10 Tahun Salah Kaprah

Jum'at, 03 Juli 2015 - 05:05 WIB
Buruh Rentan PHK, Pengambilan JHT 10 Tahun Salah Kaprah
Buruh Rentan PHK, Pengambilan JHT 10 Tahun Salah Kaprah
A A A
JAKARTA - Labor Institute Indonesia menilai penerapan pengambilan dana Jaminan Hari Tua (JHT) setelah 10 tahun menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan sangat memberatkan buruh, dan tidak ada dasar hukum yang kuat alias salah kaprah. Terlebih, dengan konsisi ekonomi saat ini buruh rentan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Analis Ekonomi dan Politik Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga mengatakan, kebijakan yang dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan adalah kebijakan sepihak, yang seharusnya disosialisasikan lebih dulu kepada para stakeholder, yang dalam hal ini buruh dan serikat buruh/serikat pekerja.

"Kebijakan tersebut juga tidak sesuai dengan semangat UU No 24 tahun 2011 tentang Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat; dan pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta," jelas Andy dalam keterangan tertulisnya kepada Sindonews, Kamis (2/7/2015).

Selain itu, kebijakan tersebut justru sangat memberatkan buruh, di tengah-tengah sistem kerja yang tidak menentu, dan ekonomi kurang kondusif sehingga rentan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini sangat mengancam nasib buruh, yang sewaktu-waktu membutuhkan dana segar untuk bertahan hidup.

"Apalagi mendekati hari raya (Lebaran), para buruh sangat membutuhkan dana untuk merayakannya," kata Andy.
(Baca: Dana JHT Diambil 10 Tahun, BPJS Bikin Rakyat Sengsara)

Labor Institute Indonesia juga mengkritik kinerja dewan pengawas dari kalangan serikat pekerja yang tidak mengajukan keberatan ke dewan direksi BPJS Ketenagakerjaan saat kebijkan tersebut dikeluarkan. Seharusnya, dewan pengawas BPJS mengkritisi dan memberi masukkan kepada direksi, ketika kebijakan tersebut memberatkan peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Presiden Jokowi harus bertindak untuk membatalkan keputusan sepihak BPJS Ketenagakerajaan tersebut, karena memberatkan para peserta (BPJS Ketenagakerjaan), yaitu kalangan buruh dan pekerja Indonesia," tandas Andy.

Baca juga
:

Masyarakat Kirim Petisi Tolak Aturan BPJS JHT 10 Tahun

JK Minta Waktu Transisi Aturan Baru BPJS Sebulan

Jokowi Diminta Pecat Menaker jika Tak Mampu Ubah Aturan JHT
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3946 seconds (0.1#10.140)