Produksi Minyak Diramal Tak Bisa Penuhi Permintaan

Jum'at, 20 Mei 2016 - 20:08 WIB
Produksi Minyak Diramal Tak Bisa Penuhi Permintaan
Produksi Minyak Diramal Tak Bisa Penuhi Permintaan
A A A
NEW JERSEY - Saat perusahaan energi telah menekan dana belanja modal (capex) di tengah kejatuhan harga minyak mentah dunia, mantan CEO Shell John Hofmeister justru meramalkan bahan bakar fosil tidak akan bertahan lama. Menurutnya dalam beberapa tahun kedepan tidak ada cukup minyak dari hasil produksi untuk memenuhi permintaan global.

"Menurut pendapat saya, kami tidak akan cukup memproduksi minyak untuk memenuhi permintaan dunia dalam lima sampai 10 tahun kedepan. Karena itu kita harus mulai menggunakan gas alam dan biofuel yang punya sumber daya cukup sebagai bahan bakar transportasi," ucapnya dalam sebuah wawancara dengan CNBC, Kamis (20/5/2016).

(Baca Juga: Imbas Kebakaran Dahsyat, Produksi Minyak Kanada Rugi USD760 Juta)

Sementara pada hari ini, American Petroleum Institute melaporkan pengiriman minyak meningkat sebesar 3,6% dibandingkan tahun lalu dengan jumlah 19,7 juta barel per hari. Hal ini menjadikan pengiriman minyak pada April 2016 menjadi yang tertinggi dalam delapan tahun terakhir.

Harga minyak dunia perlahan mulai kembali naik setelah jatuh ke posisi terendah dalam 12 tahun pada kuartal pertama tahun ini, berkat penurunan produksi minyak AS dan adanya hambatan pasokan yang tidak terduga di Libya dan Amerika. Kelebihan pasokan menjadi penyebab utama merosotnya harga minyak dalam beberapa tahun belakangan.

Tekanan harga minyak yang cukup besar membuat perusahaan-perusahaan kelas dunia memotong dana belanja modal mereka yang mencapai puluhan miliar dolar. Exxon Mobile contohnya, dimana mereka mengatakan pada Maret tahun ini akan memangkas capex menjadi USD23 miliar atau turun 25% dari tahun sebelumnya.

(Baca Juga: Industri Minyak AS di Ambang Kebangkrutan)

Perkiraaan Capex untuk beberapa perusahaan besar global seperti Shell (Bursa Efek London: RDSA-GB), Exxon Mobile (NYSE: XOM), Chevron (NYSE: CVX), Total (Euronext Paris: FP-FR), BP (Bursa Saham London: BP.-GB), Statoil (: @STLLFDC16F-GB) dan Eni (Pasar Saham Milan: ENI-IT) dengan total USD144.8 miliar untuk 2016 atau turun dibandingkan 2013 dengan jumlah USD211.5 berdasarkan data Reuters.

CEO Affordable Energy Hofmeister sangat yakin pemotongan belanja modal akan berpengaruh besar ke industri selama dua sampai tiga tahun kedepan atau bahkan lebih lama lagi, jika harga minyak masih rendah. "Pada kenyataannya, tiga sampai lima tahun dari sekarang kita akan melihat industri tidak lagi menghabiskan modal dengan nilai tinggi," ucapnya.

Meski begitu dia masih berharap adanya keseimbangan dalam industri saat harga kembali naik dalam enam sampai 12 bulan kedepan. "Apa yang terjadi adalah keseimbangan dibutuhkan untuk mendapatkan harga minyak dunia cukup tinggi, sehingga perusahaan dapat berinvestasi," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5203 seconds (0.1#10.140)