Utang Bertambah, RI Dinilai Tak Punya Daya Tawar di Dunia

Kamis, 18 Agustus 2016 - 16:34 WIB
Utang Bertambah, RI Dinilai Tak Punya Daya Tawar di Dunia
Utang Bertambah, RI Dinilai Tak Punya Daya Tawar di Dunia
A A A
JAKARTA - Defisit yang semakin melebar ditambah dengan penumpukan utang yang terus bertambah menurut Analis Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Dani Setiawan bakal menjadikan Indonesia tidak memiliki daya tawar tinggi di kancah internasional dan rentan disetir oleh negara maju. Apalagi sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan RAPBN 2017 tidak sehat lantaran terdapat acuan berutang untuk menutup utang di masa lalu.

(Baca Juga: Sri Mulyani Katakan RAPBN 2017 Tak Sehat, Ini Penjelasannya)

Seperti diketahui di dalam RAPBN 2017, target penerimaan ditetapkan sebesar Rp1.737,6 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan belanja negara sebesar Rp2.070,5 triliun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa Sri Mulyani akan membuat skema pembiayaan belanja negara dengan utang. Terlebih lagi, utang yang digunakan, tidak untuk membiayai sektor-sektor produktif.

"Apalagi kita ini negara berkembang yang mau meningkatkan daya saing ekonomi. Kebanyakan ya, jujur saja, negara yang banyak utangnya itu, daya tawarnya di kancah regional dan global itu rendah. Seperti mengekor saja gitu," kata dia di kantor FITRA, Jakarta, Kamis (18/8/2016).

(Baca Juga: Sri Mulyani Jadi Menkeu, Fitra Nilai RI Akan Jorjoran Berutang)

Selain itu lanjut dia kondisi ini juga dikhawatirkan akan berdampak buruk untuk hubungan diplomatik dan ekonomi Indonesia secara jangka panjang. Seperti diungkapkan Sri Mulyani, utang Indonesia saat ini telah mencapai Rp3.362,74 triliun.

"Indonesia tidak punya pilihan sebetulnya. Mengandalkan tax amnesty juga tidak mungkin. Kenyataannya, amnesty pajak tidak masuk dalam RAPBN 2017 kan. Mau gimana selain utang?" sambungnya

Dani mempertanyakan cara pemerintah yang memang sudah mendesain APBN dari awal dengan mode defisit agar menjadi alasan Indonesia untuk menarik utang dari luar negeri. "Coba kalau di desain surplus, bayar utangnya dari mana? Sedangkan di sektor penerimaan juga kita belum bisa mengandalkan apa-apa," tutup Dani.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6470 seconds (0.1#10.140)