Industri Mamin Diprediksi Bangkit Usai Anjlok di Kuartal II

Jum'at, 14 Oktober 2016 - 00:11 WIB
Industri Mamin Diprediksi Bangkit Usai Anjlok di Kuartal II
Industri Mamin Diprediksi Bangkit Usai Anjlok di Kuartal II
A A A
YOGYAKARTA - Industri makanan dan minuman (mamin) diperkirakan akan kembali tumbuh seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan pada kuartal III tahun ini. Kepala kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta Arief Budi Santosa mengatakan, hotel di Yogyakarta mengklaim telah menerima berbagai pesanan Meeting, Incentive, Convention and Exibition (MICE).

(Baca Juga: Industri Manufaktur Jadi Penyebab Dunia Usaha Melambat)

Dia menambahkan faktor pendorong lain pada sektor ini adalah mulai beragamnya obyek wisata edukasi yang terus dikembangkan. “Beragamnya pilihan obyek wisata ini mendorong peningkatan wisatawan khususnya wisatawan domestik,” tuturnya.

Sementara itu sebelumnya industri mamin sempat terjadi penurunan pada kuartal kedua tahun ini, terdampak berkurangnya penyelenggaraan rapat di hotel hingga terimbas pada turunnya pertumbuhan sektor ini. BI mencatat pada triwulan II 2016pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum menurun dari 6,45% pada triwulan I menjadi 4,73%.

Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibanding triwulan II 2015 yang mampu tumbuh sebesar 5,24%. Arief menjelaskan penurunan sektor akomodasi dan mamin, sedikit banyak dipengaruhi Ramadan yang jatuh pada bulan Juni 2016 hingga adanya pelonggaran MICE.

Sepinya kegiatan MICE yang porsinya mencapai 40% dari total pendapatan hotel mendorong turunnya pertumbuhan sektor penyedia akomodasi serta makanan dan minuman. Turunnya kinerja sektor penyedia akomodasi dan makan minum ini terindikasi dari penurunan tingkat penghunian hotel baik bintang maupun non bintang.

“Berbintang triwulan kedua dibanding triwulan pertama turun karena adanya Ramadan,” tuturnya.

Pada triwulan kedua, tingkat hunian hote bintang hanya sekitar 45,92% dan non bintang sekitar 20,11%. Jumlah tersebut menurun dibanding dengan tingkat hunian triwulan sebelumnya, karena okupansi hotel bintang mencapai 52,97%, sementara hotel non bintang mencapai 25,30%. Penurunan tingkat hunian hotel ini berdampak pada maraknya promo yang ditawarkan pihak hotel guna menarik minat wisatawan.

Penurunan kinerja penyedia akomodasi dan makan minum terindikasi dari penurunan jumlah wisatawan ke DIY. Pertumbuhan wisatawan DIY pada triwulan II 2016 sebeesar 13,42%, jumlah tersebut menurun dibanding dengan trwiulan I 2016 yang mencapai 22,98%. Sementara jumlah wisatawan secara nominal sebesar 1,09 juta jiwa. “Kalau triwulan pertama hanya 1,07 jiwa,” paparnya.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta Istijab mengakui jika triwulan kedua yang bertepatan dengan datangnya bulan Ramadan merupakan waktu yang berat bagi industri perhotelan di Yogyakarta. Karena jumlah tamu atau pengunjung hotel selalu mengalami penurunan yang cukup drastis.

Beruntung, okupansi hotel tertolong selama lebaran dan pasca lebaran karena terdongkrak kembali. Wisatawan banyak yang berkunjung ke Yogyakarta di samping mudik lebaran juga berlibur. Terlebih libur lebaran kemarin disambung dengan liburan anak sekolah. Usai libur sekolah ada liburan dari turis-turis kawasan Eropa. “Jadi kemarin sedikit terkoreksi tetapi kembali normal pasca lebaran,” ujarnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.2899 seconds (0.1#10.140)