Amandemen Kontrak Batu Bara Mendesak
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) mendesak pemerintah segera menuntaskan proses amendemen kontrak perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan dan pertambangan batu bara (PKP2B).
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala mengatakan, jika tidak segera dituntaskan, akan menghambat operasional perusahaanbatubara. Hinggakinibelum ada wujud penandatanganan amendemen kontrak dengan PKP2B sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman (memorandum of understanding /MoU). ”Sampai saat ini belum beres. Memang berat kalau PKP2B. Tapi untuk Dirjen Minerba kan orang lama. Kami harap tidak ada masalah,” kata dia di Jakarta kemarin.
Senada, Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mendesak agar amendemen PKP2B menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ”Ini harus menjadi agenda utama dirjen baru. Kalau tidak, akan mengganggu perusahaan,” ungkap dia.
Kementerian ESDM pekan lalu melantik 39 pejabat dengan komposisi lima eselon I dan 34 dari eselon II sebagai upaya penyegaran di lembaga tersebut. Di lingkungan Ditjen Minerba, pergantian terjadi pada seluruh pejabat. Pejabat baru Ditjen Minerba terdiri atas Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot Aryono menggantikan R Sukhyar. Pejabat baru lainnya adalah Sekretaris Ditjen Minerba Agoes Triboesono, Direktur Pembinaan Program Minerba Sri Rahardjo, Direktur Pembinaan Pengusaha Mineral Mohammad Hidayat, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Adhi Wibowo, dan Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba M Hendrasto.
Terkait itu, Kementerian ESDM menargetkan amendemen kontrak dengan 12 perusahaan PKP2B generasi II bisa dilakukan April 2015. Namun, sampai saat ini belum kunjung terealisasi. Padahal, semua poin dalam amendemen kontrak pertambangan telah disepakati oleh perusahaan PKP2B generasi II. Isi kontrak PKP2B generasi II menggunakan asas prevailing law atau pengenaan penerimaan negara.
Bagi perusahaan, besaran tarifnya berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku berbeda dengan generasi I dan generasi III yang menggunakan asas nailed down atau besaran tarif sesuai dengan isi kontrak yang telah disepakati bersama antara pemerintah dan perusahaan. Dari 74 perusahaan pemegang PKP2B, sebanyak 12 perusahaan merupakan generasi II, sembilan perusahaan generasi I, dan sisanya merupakan generasi III.
Sebanyak 12 PKP2B yang sudah menyepakati amendemen kontrak adalah PT Bahari Cakrawala Sebuku, PT Kartika Selabumi Mining, PT Mandiri Inti Perkasa, PT Trubaindo Coal Mining, PT Jorong Barutama Greston, PT Indexsim Coalindo, PT Borneo Indobara, PT Gunungbayan Pratama Coal, PT Riau Bara Harum, PT Antang Gunung Meratus, PT Marunda Graha Mineral, dan PT Barasentosa Lestari.
Kenaikan Royalti
Di sisi lain, Budi juga menyoroti rencana kenaikan tarif royalti bagi perusahaan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara belum sesuai kondisi industri saat ini. Menurut dia, kenaikan royalti membebani harga saat permintaan dan harga rendah. ”Memang itu tidak memungkinkan karena membebani harga ketika permintaan dan harga rendah. Wacana royalti dikaitkan dengan profit menurut saya perlu dipertimbangkan,” ucapnya.
Dia mengatakan, pemerintah juga harus memikirkan royalti sebagai beban masyarakat berkaitan dengan listrik yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. ”PNBP sebagai target perlu diubah kalau asumsinya sudah tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi,” katanya. Kementerian ESDM berencana menaikkan royalti bagi pemegang IUP batu bara dengan skema kalori yakni 7%, 9%, dan 13,5% pada April2015.
Kenaikan royalti IUP batu bara dimungkinkan menjadi 7%, 9%, dan 13,5% berdasarkan tingkat kalori batu bara. Saat ini royalti yang berlaku adalah 3% untuk batu bara kalori rendah, 5% untuk kalori sedang, dan 7% untuk kalori tinggi. Besaran royalti batu bara akan ditetapkan dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kenaikan royalti IUP batu bara diharapkan dapat mengejar target PNBP 2015 untuk sektor mineral dan batu bara sebesar Rp52,2 triliun dibanding realisasi PNBP 2014 dari sektor minerba yang hanya Rp34 triliun.
Nanang wijayanto
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala mengatakan, jika tidak segera dituntaskan, akan menghambat operasional perusahaanbatubara. Hinggakinibelum ada wujud penandatanganan amendemen kontrak dengan PKP2B sebagai tindak lanjut dari nota kesepahaman (memorandum of understanding /MoU). ”Sampai saat ini belum beres. Memang berat kalau PKP2B. Tapi untuk Dirjen Minerba kan orang lama. Kami harap tidak ada masalah,” kata dia di Jakarta kemarin.
Senada, Ketua Working Group Kebijakan Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Budi Santoso mendesak agar amendemen PKP2B menjadi agenda utama Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). ”Ini harus menjadi agenda utama dirjen baru. Kalau tidak, akan mengganggu perusahaan,” ungkap dia.
Kementerian ESDM pekan lalu melantik 39 pejabat dengan komposisi lima eselon I dan 34 dari eselon II sebagai upaya penyegaran di lembaga tersebut. Di lingkungan Ditjen Minerba, pergantian terjadi pada seluruh pejabat. Pejabat baru Ditjen Minerba terdiri atas Direktur Jenderal Minerba Bambang Gatot Aryono menggantikan R Sukhyar. Pejabat baru lainnya adalah Sekretaris Ditjen Minerba Agoes Triboesono, Direktur Pembinaan Program Minerba Sri Rahardjo, Direktur Pembinaan Pengusaha Mineral Mohammad Hidayat, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Adhi Wibowo, dan Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba M Hendrasto.
Terkait itu, Kementerian ESDM menargetkan amendemen kontrak dengan 12 perusahaan PKP2B generasi II bisa dilakukan April 2015. Namun, sampai saat ini belum kunjung terealisasi. Padahal, semua poin dalam amendemen kontrak pertambangan telah disepakati oleh perusahaan PKP2B generasi II. Isi kontrak PKP2B generasi II menggunakan asas prevailing law atau pengenaan penerimaan negara.
Bagi perusahaan, besaran tarifnya berdasarkan ketentuan perundangan yang berlaku berbeda dengan generasi I dan generasi III yang menggunakan asas nailed down atau besaran tarif sesuai dengan isi kontrak yang telah disepakati bersama antara pemerintah dan perusahaan. Dari 74 perusahaan pemegang PKP2B, sebanyak 12 perusahaan merupakan generasi II, sembilan perusahaan generasi I, dan sisanya merupakan generasi III.
Sebanyak 12 PKP2B yang sudah menyepakati amendemen kontrak adalah PT Bahari Cakrawala Sebuku, PT Kartika Selabumi Mining, PT Mandiri Inti Perkasa, PT Trubaindo Coal Mining, PT Jorong Barutama Greston, PT Indexsim Coalindo, PT Borneo Indobara, PT Gunungbayan Pratama Coal, PT Riau Bara Harum, PT Antang Gunung Meratus, PT Marunda Graha Mineral, dan PT Barasentosa Lestari.
Kenaikan Royalti
Di sisi lain, Budi juga menyoroti rencana kenaikan tarif royalti bagi perusahaan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara belum sesuai kondisi industri saat ini. Menurut dia, kenaikan royalti membebani harga saat permintaan dan harga rendah. ”Memang itu tidak memungkinkan karena membebani harga ketika permintaan dan harga rendah. Wacana royalti dikaitkan dengan profit menurut saya perlu dipertimbangkan,” ucapnya.
Dia mengatakan, pemerintah juga harus memikirkan royalti sebagai beban masyarakat berkaitan dengan listrik yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. ”PNBP sebagai target perlu diubah kalau asumsinya sudah tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi,” katanya. Kementerian ESDM berencana menaikkan royalti bagi pemegang IUP batu bara dengan skema kalori yakni 7%, 9%, dan 13,5% pada April2015.
Kenaikan royalti IUP batu bara dimungkinkan menjadi 7%, 9%, dan 13,5% berdasarkan tingkat kalori batu bara. Saat ini royalti yang berlaku adalah 3% untuk batu bara kalori rendah, 5% untuk kalori sedang, dan 7% untuk kalori tinggi. Besaran royalti batu bara akan ditetapkan dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kenaikan royalti IUP batu bara diharapkan dapat mengejar target PNBP 2015 untuk sektor mineral dan batu bara sebesar Rp52,2 triliun dibanding realisasi PNBP 2014 dari sektor minerba yang hanya Rp34 triliun.
Nanang wijayanto
(ars)