Impor Barang Konsumsi Ditekan

Selasa, 19 Mei 2015 - 09:53 WIB
Impor Barang Konsumsi...
Impor Barang Konsumsi Ditekan
A A A
JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana mengendalikan impor barang konsumsi, terutama yang berpotensi mendistorsi harga pasar. Hal ini dilakukan untuk menjaga industri dalam negeri.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan mengatakan, pengelolaan impor tersebut ditujukan agar industri dalam negeri bisa bertahan dan pada saat pasar dunia mulai membaik, seiring dengan menguatnya industri dalam negeri, maka produk-produk dalam negeri akan mampu melakukan penetrasi ke pasar ekspor yang sudah dibina dari saat ini.

Terkait dengan itu, Kemendag mengkaji tujuh kelompok barang impor yang berpotensi mendistorsi harga pasar, antara lain tekstil, mainan, dan barang-barang elektronik seperti telepon seluler (ponsel). ”Impor ponsel per tahun bisa mencapai USD3,5 miliar. Sehingga, nanti diharapkan mereka investasi di sini,” ujar Partogi di Gedung Kemendag, Jakarta, kemarin. Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel menambahkan, negara-negara lain juga melakukan hal serupa seperti yang kini tengah diterapkan Pemerintah Indonesia.

Dia pun menjamin bahwa pengendalian impor tersebut tidak akan bertabrakan dengan aturan dari Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Langkah ini adalah upaya pemerintah untuk menggenjot industri nasional dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. ”Dengan kata lain, impor menjadi pilihan kebijakan terakhir yang diambil manakala industri nasional tidak mampu menyediakannya,” tandasnya.

Rachmat menegaskan, pemerintah memiliki komitmen untuk menjaga industri kecil di dalam negeri, khususnya usaha kecil menengah (UKM), dan juga untuk menjaga neraca perdagangan agar bisa terus mengantongi surplus. ”Kita mengelola impor-impor seperti produk barang konsumsi agar kita bisa dorong industri dalam negeri untuk lebih bisa berkembang. Ini yang kita upayakan di tengah kesulitan sekarang,” tuturnya.

Sementara, dalam upaya menjaga agar neraca perdagangan tetap surplus, Kemendag terus membuka kerja sama perdagangan dengan sejumlah negara untuk membuka pasar ekspor baru. Upaya ini diyakini akan sangat menguntungkan ketika permintaan global dan harga-harga komoditas mulai kembali menggeliat. Dia menyebutkan, beberapa negara yang potensial antara lain Afrika Selatan, negaranegara kawasan Timur Tengah, dan kawasan Eropa, terutama Eropa Timur dan Eropa Tengah.

”Kita ingin buat Indonesia House di sana, di mana produkproduk nasional akan dijual dan bersaing di sana,” kata Rahmat baru-baru ini. Di sisi lain, Mendag juga meminta produktivitas dalam negeri terus dipacu untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Industri-industri nasional diharapkan mampu menghasilkan varian produk yang lebih banyak. ”Kita cari produk apa yang belum diproduksi negara lain, supaya target peningkatan ekspor 300% sampai tahun 2019 dapat tercapai,” ucapnya.

Rahmat mencontohkan, industri hasil olahan kayu (mebel) nasional seharusnya mampu mendorong ekspor lebih banyak. Saat ini ekspor hasil olahan kayu dari Indonesia hanya menghasilkan USD1,7 miliar, jauh tertinggal dibandingkan Vietnam yang mampu menghasilkan devisa sebesar USD5,1 miliar dari ekspor industri sejenis. Selain meningkatkan devisa, penguatan industri mebel menurutnya juga akan mendongkrak serapan tenaga kerja hingga 100.000 orang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada April 2015 masih mengantongi surplus sebesar USD454,4 juta. Secara kumulatif Januari-April 2015, neraca perdagangan nasional masih mencatatkan surplus sebesar USD2,77 miliar. Sementara, kinerja impor pada periode Januari-April 2015 tercatat sebesar USD49,36 miliar, atau turun 17,02% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 sebesar USD59,48 miliar.

Meskipun impor turun, kinerja ekspor pada periode yang sama juga melemah. Ekspor pada Januari-April 2015 tercatat sebesar USD52,13 miliar atau turun 11,02% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2014 sebesar USD58,59 miliar. Terpisah, ekonom LIPI Agus Eko Nugroho mengatakan, lemahnya permintaan dunia menjadi hambatan bagi swasta untuk lebih agresif meningkatkan produksi.

Karena itu, tidak heran impor bahan baku/penolong dan barang modal turun pada Januari-April 2015. ”Recovery ekonomi dunia juga belum signifikan. Kalau orientasi ekspornya terhambat, konsumsi dunia usaha juga tidak akan meningkat,” kata Agus. Menurut Agus, penurunan potensi ekspor membuat dunia usaha perlu mengalkulasi kembali untuk meningkatkan produksi. Masalahnya, barang produksi yang sebelumnya ditujukan untuk pasar ekspor, kini lebih banyak dialihkan untuk pasar domestik.

Namun, pasar domestik juga sedang lesu karena permintaan masyarakat yang menurun. Padahal, satu atau dua bulan menjelang bulan Ramadan dan Lebaran, lazimnya adalah tren konsumsi tinggi, di mana dunia usaha melipatgandakan produksinya.

Rahmat fiansyah/ rabia edra/ant
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0722 seconds (0.1#10.140)