Beras Plastik Muncul Bukti Lemahnya Kontrol Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jendral (Sekjen) Asosiasi Pedagang Seluruh Pasar Seluruh Indonesia (Appsi) Ngadiran mengatakan, adanya isu beras sintesis alias beras plastik merupakan bukti dari lemahnya kontrol pemerintah terhadap barang, khususnya beras impor.
Dia mengatakan, panjangnya garis pelabuhan yang ada di Indonesia, membuat pemerintah kewalahan dalam pengawasan sejumlah barang impor. Tak aneh jika barang ilegal pun sering masuk ke Indonesia tanpa adanya standarisasi. (Baca: Beras Plastik Beredar, Keran Impor Tak Akan Dibuka)
"Meski sedikit mustahil beras itu masuk secara ilegal, tapi keyakinan itu tetap ada. Untuk itu pencanangan beras maupun produk lainnya untuk Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dilakukan, kalau baru sekarang kita lakukan ini sangat telat," jelasnya dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Jakarta, Sabtu (23/5/2015).
Ngadiran menyakini, bila sejumlah produk berlabel SNI telah ada di Indonesia, maka pengawasan akan semakin mudah. Masyarakat pun akan semakin percaya karena pemberian label pasti melalui seleksi yang cukup ketat.
"Artinya kalau ada kejanggalan tentang produk pasti diketahui pemerintah, dan penyidikannya semakin mudah," pungkasnya.
Sebelumnya, Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mensinyalir adanya motif penggiringan masyarakat untuk beralih dari pasar tradisional ke pasar modern, atas adanya kasus peredaran beras sintetis berbahan plastik tersebut.
Ketua Perpadi Nellys Soekidi mengungkapkan, kasus beras plastik tersebut telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat dan penurunan omzet pedagang beras di pasar tradisional. Betapa tidak, kemunculan kasus tersebut membuat masyarakat khawatir dan mengerem pembelian beras.
"Dengan kejadian ini, pelaku usaha di bidang beras ada penurunan kepercayaan, dan penurunan omzet. Ini sepertinya ada kejanggalan-kejanggalan," ucapnya.
Dia mengindikasikan adanya kejanggalan dari temuan beras plastik yang ada di Bekasi. Sebab, beras yang dibeli Dewi Septiani (penemu beras plastik di Bekasi) hanya sekitar enam liter, sementara dalam satu karung terdapat sekitar 64 liter. (Baca: Ini Pengakuan Si Penemu Beras Plastik)
"Otomatis sisanya 58 hingga 59 liter. Yang kita tanya, sisanya ini kan juga dibeli orang. Nah kalau sisanya ini dimasak, dengan beras yang sama tapi dimasak orang lain, ini kan berarti ada korban lain. Tapi sekarang enggak ada," imbuh dia.
(Baca: Beras Plastik Motif Penggiringan Masyarakat ke Pasar Modern)
Dia mengatakan, panjangnya garis pelabuhan yang ada di Indonesia, membuat pemerintah kewalahan dalam pengawasan sejumlah barang impor. Tak aneh jika barang ilegal pun sering masuk ke Indonesia tanpa adanya standarisasi. (Baca: Beras Plastik Beredar, Keran Impor Tak Akan Dibuka)
"Meski sedikit mustahil beras itu masuk secara ilegal, tapi keyakinan itu tetap ada. Untuk itu pencanangan beras maupun produk lainnya untuk Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dilakukan, kalau baru sekarang kita lakukan ini sangat telat," jelasnya dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya, di Jakarta, Sabtu (23/5/2015).
Ngadiran menyakini, bila sejumlah produk berlabel SNI telah ada di Indonesia, maka pengawasan akan semakin mudah. Masyarakat pun akan semakin percaya karena pemberian label pasti melalui seleksi yang cukup ketat.
"Artinya kalau ada kejanggalan tentang produk pasti diketahui pemerintah, dan penyidikannya semakin mudah," pungkasnya.
Sebelumnya, Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) mensinyalir adanya motif penggiringan masyarakat untuk beralih dari pasar tradisional ke pasar modern, atas adanya kasus peredaran beras sintetis berbahan plastik tersebut.
Ketua Perpadi Nellys Soekidi mengungkapkan, kasus beras plastik tersebut telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat dan penurunan omzet pedagang beras di pasar tradisional. Betapa tidak, kemunculan kasus tersebut membuat masyarakat khawatir dan mengerem pembelian beras.
"Dengan kejadian ini, pelaku usaha di bidang beras ada penurunan kepercayaan, dan penurunan omzet. Ini sepertinya ada kejanggalan-kejanggalan," ucapnya.
Dia mengindikasikan adanya kejanggalan dari temuan beras plastik yang ada di Bekasi. Sebab, beras yang dibeli Dewi Septiani (penemu beras plastik di Bekasi) hanya sekitar enam liter, sementara dalam satu karung terdapat sekitar 64 liter. (Baca: Ini Pengakuan Si Penemu Beras Plastik)
"Otomatis sisanya 58 hingga 59 liter. Yang kita tanya, sisanya ini kan juga dibeli orang. Nah kalau sisanya ini dimasak, dengan beras yang sama tapi dimasak orang lain, ini kan berarti ada korban lain. Tapi sekarang enggak ada," imbuh dia.
(Baca: Beras Plastik Motif Penggiringan Masyarakat ke Pasar Modern)
(izz)