DPR Rumuskan RUU Migas
A
A
A
JAKARTA - Komisi VII DPR pekan ini akan mengumpulkan pemangku kepentingan (stakeholder ) di sektor minyak dan gas (migas) untuk merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas.
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, RUU Migas telah ditunggu para investor. Pasalnya, aturan tersebut bakal memberikan kepastian hukum bagi para investor di sektor migas.
”Kalau uang yang dikeluarkannya besar, pasti concern dengan kepastian hukum,” kata dia di Jakarta kemarin. Selain itu, menurut Kardaya, yang menjadi perhatian selanjutnya adalah eksekusi kepastian hukum dan insentif yang diberikan. Pemerintah melalui Kementerian ESDM sebelumnya menargetkan segera memfinalisasi draf revisi RUU Migas.
Dalam draf tersebut ada lima bahasan pokok. Pertama, bagaimana UU Migas diarahkan untuk memperbaiki iklim investasi. Kedua, memastikan status kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi(SKK Migas). Ketiga, memperjelas arah national oil company, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) harus menjadi pemain andalan, baik nasional maupun global.Keempat, mendorong Pertamina menjadi perusahaan yang kompetitif.
Kelima, mengubah cara pandang terhadap migas, tidak hanya menjadi andalan penerimaan negara, tetapi juga pendorong pertumbuhan ekonomi. Kardaya melanjutkan, saat ini Indonesia sudah masuk dalam krisis energi. Sementara, yang dilakukan selama ini hanya perbaikan di sektor industri migas, tidak bertindak solutif, sehingga selama lima tahun terakhir masalah-masalah di sektor migas tidak terselesaikan.
Dia menilai peralihan izin dari kementerian teknis ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) masih harus diperbaiki. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran mengatakan, sudah saatnya UU Migas berubah dari rezim komoditas menjadi rezim energi. Setelah menjadi rezim energi, kebijakan yang dikeluarkan harus mengacu pada UU Energi dan Kebijakan Energi Nasional yang sudah menjadi peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pemanfaatan gas seharusnya tidak untuk menjadi pendapatan negara, tetapi menjadi modal pembangunan. Sementara, Ketua Komite Eksplorasi Nasional (KEN) Andang Bachtiar mengatakan upaya yang akan dilakukan adalah memperpendek regulasi dan mempermudah proses tender. KEN tidak membuat suatu kebijakan karena tidak memiliki kewenangan.
Nanang wijayanto
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, RUU Migas telah ditunggu para investor. Pasalnya, aturan tersebut bakal memberikan kepastian hukum bagi para investor di sektor migas.
”Kalau uang yang dikeluarkannya besar, pasti concern dengan kepastian hukum,” kata dia di Jakarta kemarin. Selain itu, menurut Kardaya, yang menjadi perhatian selanjutnya adalah eksekusi kepastian hukum dan insentif yang diberikan. Pemerintah melalui Kementerian ESDM sebelumnya menargetkan segera memfinalisasi draf revisi RUU Migas.
Dalam draf tersebut ada lima bahasan pokok. Pertama, bagaimana UU Migas diarahkan untuk memperbaiki iklim investasi. Kedua, memastikan status kelembagaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi(SKK Migas). Ketiga, memperjelas arah national oil company, yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) harus menjadi pemain andalan, baik nasional maupun global.Keempat, mendorong Pertamina menjadi perusahaan yang kompetitif.
Kelima, mengubah cara pandang terhadap migas, tidak hanya menjadi andalan penerimaan negara, tetapi juga pendorong pertumbuhan ekonomi. Kardaya melanjutkan, saat ini Indonesia sudah masuk dalam krisis energi. Sementara, yang dilakukan selama ini hanya perbaikan di sektor industri migas, tidak bertindak solutif, sehingga selama lima tahun terakhir masalah-masalah di sektor migas tidak terselesaikan.
Dia menilai peralihan izin dari kementerian teknis ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) masih harus diperbaiki. Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran mengatakan, sudah saatnya UU Migas berubah dari rezim komoditas menjadi rezim energi. Setelah menjadi rezim energi, kebijakan yang dikeluarkan harus mengacu pada UU Energi dan Kebijakan Energi Nasional yang sudah menjadi peraturan pemerintah.
Di sisi lain, pemanfaatan gas seharusnya tidak untuk menjadi pendapatan negara, tetapi menjadi modal pembangunan. Sementara, Ketua Komite Eksplorasi Nasional (KEN) Andang Bachtiar mengatakan upaya yang akan dilakukan adalah memperpendek regulasi dan mempermudah proses tender. KEN tidak membuat suatu kebijakan karena tidak memiliki kewenangan.
Nanang wijayanto
(ars)