Mafia Mengendalikan Petral, juga Pertamina

Kamis, 28 Mei 2015 - 06:01 WIB
Mafia Mengendalikan...
Mafia Mengendalikan Petral, juga Pertamina
A A A
WACANA pembubaran Pertamina Energy Trading (Petral) karena dianggap sebagai sarang mafia migas telah berlangsung lama. Pada saat Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN, isu pembubaran Petral berkembang. Tapi tak lama kemudian menguap.

Kini, pemerintahan Jokowi menyatakan membubarkan Petral dan mengalihkan tugasnya sebagai pengada minyak ke Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina. Sebelumnya, pemerintah juga membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) atau yang dikenal dengan nama Tim Antimafia Migas. Meski bertugas mencari jejak pemburu rente di Petral, Tim tersebut tak merekomendasikan pembubaran Petral.

Anggota Tim RTKM, Fahmy Radhi mengatakan tidak masalah Petral dibubarkan, namun apakah pemerintah benar-benar mau melakukan audit forensik sesuai dengan rekomendasi tim.

“Kalau tidak, sia-sia saja kerja keras kami, dan kita tak akan tahu mafianya,” ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada ini. Baca: Menutup Petral, Minus Mafia

Kepada SINDO Weekly, Fahmy membisikan temuan Tim Antimafia Migas. “Ada pihak-pihak tertentu atau perusahaan yang mengendalikan Petral. Orang-orang yang dianggap mafia migas tak hanya mengendalikan Petral, tapi Pertamina juga. Ini menciptakan alat untuk memburu rente,” katanya.

Benarkah Petral merupakan sarang mafia migas, sehingga harus dibubarkan?

Saya kira sejak awal dibentuk, Petral sudah diniatkan untuk pemburuan rente. Dibentuk pada era Orde Baru yang sahamnya dimiliki Tommy Soeharto, Bob Hasan, dan Pertamina. Itu sudah enggak bener. Di situ nampak tujuannya untuk memburu rente. Saat itu kegiatannya ekspor dan impor. Setelah ekspor kita tak punya lagi, kegiatan utamanya tinggal impor kebutuhan BBM.

Apa temuan Tim Antimafia Migas terkait Petral?

Dari hasil investigasi kami ada beberapa hal keanehan. Pertama, mark up harga impor. Yang diimpor itu RON 92 tetapi yang dibutuhkan RON 88 atau premium. Dia impor RON 92 dengan harga mahal, kemudian di-downgrade. Itu tambah biaya lagi, harga tambah mahal. Setelah itu diimpor ke Indonesia dan dijual dengan harga subsidi. Ini ada perbedaan harga antara subsudi dengan di pasar gelap, misalnya. Terjadi juga penyelundupan. Itu semua dipermainkan melalui Petral oleh oknum-oknum pemburu rente.

Apakah benar Petral dikendalikan oleh perusahaan swasta?

Iya, hasil investigasi kami mengindentifikasi hal tersebut. Meski itu anak usaha Pertamina, ada pihak-pihak tertentu atau perusahaan yang dimiliki oleh orang Indonesia yang mengendalikan Petral. Ini menciptakan alat untuk memburu rente tadi. Misal, Pertamina menunjuk Petral sebagai satu-satunya pihak yang mengadakan BBM untuk Indonesia. Orang-orang yang dianggap mafia migas tak hanya mengendalikan Petral tapi Pertamina juga.

Siapa saja pemilik perusahaan swasta itu?

Ada beberapa orang di situ. Kalau misalnya menyebut Reza (Moh Reza Chalid) itu tidak ada jejak sama sekali di tiga perusahaan tadi. Bahkan KPK kesulitan untuk menemukan alat bukti keterlibatannya tadi. Kecuali kalau tangkap tangan.

Apa saja tiga perusahaan itu?

Yang saya tahu, Global Resources Company.

Apakah ini perusahaan yang selama disebut-sebut terkait dengan M Reza Chalid?

Itu tidak ada jejak. Kalau ada beberapa sumber menyatakan itu perusahaan Reza Chalid, tetapi memang tidak ada jejak kepemilikan maupun apapun. Namun, banyak perusahaan seperti itu yang berperan sebagai makelar.

Jadi siapa pemilik Global Resources itu?

Kami enggak tahu.

Apa perbedaan sistem pengadaan BBM saat ada dan tak ada Petral?

Banyak perusahaan yang menggunakan bendera negara lain untuk memenangkan tender di Petral. Kedua, Petral itu ada di Singapura sementara induk perusahaannya ada di Hong Kong. Sehingga, kita tak bisa leluasa mengawasinya. Auditor, seperti BPK, BPKP, bahkan KPK tidak bisa masuk di Petral. Kalau ISC, pertama, langsung di bawah Pertamina. Tidak menggunakan perantara lagi. Kedua, ISC sesuai dengan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi ditarik ke Jakarta sehingga bisa diawasi, diaudit, dan KPK bisa masuk dengan mudah.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1628 seconds (0.1#10.140)