Data Tak Akurat, Pengampunan Pajak Tak Bermanfaat
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah sedianya perlu memiliki data yang akurat terlebih dahulu sebelum memberlakukan pengampunan pajak (tax amnesty). Pasalnya, pengampunan pajak tidak akan bermanfaat jika tidak disertai data akurat.
"Itu kalau menarik dana dari luar tanpa didahului data yang akurat saya rasa sulit. Kita harus menghimpun data dulu supaya optimal," ucapnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Selasa (2/6/2015).
Dia menuturkan, jika pemerintah hanya memiliki data pendahuluan saja maka tidak ada jaminan wajib pajak (WP) akan melakukan pembetulan faktur pajaknya sesuai kondisi sebenarnya.
"Data yang terkait (soal faktur pajak) di luar negeri itu sangat minim, makanya saya bilang, paling ideal itu (pengampunan pajak) 2017 atau 2018," imbuh dia.
Selain itu, sambung Yustinus, pada 2018 nanti akan mulai diberlakukan kesepakatan kerja sama pertukaran informasi dan data perpajakan berdasarkan permintaa (exchange of information on request). Kesepakatan tersebut bisa menjadi kunci pemerintah untuk mendapatkan data perpajakan yang tercatat di luar negeri.
"Itu (exchange of information on request) akan memberi kekuatan pemerintah. Kalau itu berlaku, kita bisa minta data di luar secara akurat. Jadi momentumnya pas," pungkasnya.
Sekadar informasi, pemerintah Indonesia dan Singapura telah menyepakati kerja sama pertukaran informasi dan data perpajakan berdasarkan permintaan. Hal ini dilakukan guna melawan penghindaran dan pengelakan pajak lintas negara.
Perjanjian bilateral tersebut juga mencakup penelusuran rekening keuangan para wajib pajak yang sengaja menyembunyikan asetnya.
"Itu kalau menarik dana dari luar tanpa didahului data yang akurat saya rasa sulit. Kita harus menghimpun data dulu supaya optimal," ucapnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Selasa (2/6/2015).
Dia menuturkan, jika pemerintah hanya memiliki data pendahuluan saja maka tidak ada jaminan wajib pajak (WP) akan melakukan pembetulan faktur pajaknya sesuai kondisi sebenarnya.
"Data yang terkait (soal faktur pajak) di luar negeri itu sangat minim, makanya saya bilang, paling ideal itu (pengampunan pajak) 2017 atau 2018," imbuh dia.
Selain itu, sambung Yustinus, pada 2018 nanti akan mulai diberlakukan kesepakatan kerja sama pertukaran informasi dan data perpajakan berdasarkan permintaa (exchange of information on request). Kesepakatan tersebut bisa menjadi kunci pemerintah untuk mendapatkan data perpajakan yang tercatat di luar negeri.
"Itu (exchange of information on request) akan memberi kekuatan pemerintah. Kalau itu berlaku, kita bisa minta data di luar secara akurat. Jadi momentumnya pas," pungkasnya.
Sekadar informasi, pemerintah Indonesia dan Singapura telah menyepakati kerja sama pertukaran informasi dan data perpajakan berdasarkan permintaan. Hal ini dilakukan guna melawan penghindaran dan pengelakan pajak lintas negara.
Perjanjian bilateral tersebut juga mencakup penelusuran rekening keuangan para wajib pajak yang sengaja menyembunyikan asetnya.
(rna)