Realisasi Infrastruktur Hijau Minim
A
A
A
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai implementasi penggunaan energi ramah lingkungan masih rendah. Untuk itu, pemerintah diminta terus meningkatkan investasi di sektor infrastruktur hijau (green infrastructure) .
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Lingkungan Hidup Shinta W Kamdani mengatakan, untuk mendorong infrastruktur hijau pelaku usaha akan mendukung sepenuhnya pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah.
”Sektor energi ini yang paling mudah dilihat untuk penggunaan material ramah lingkungannya, sejak 2014 kita hanya mampu menggunakan 5% geotermal , itu masih sangat sedikit sekali,” ujar Shinta dalam konferensi pers menjelang Indonesia Green Infrastructure Summit (IGIS) 2015 di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, kondisi tersebut bertolak belakang dengan potensi yang dimiliki Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam (SDA) terbarukan. Ke depan Kadin Indonesia menargetkan pembangunan nasional untuk dapat menggunakan bahan baku atau material ramah lingkungan.
Menurut Shinta, sejumlah sektor yang akan dikedepankan untuk mendukung infrastruktur hijau antara lain dalam sektor kehutanan, kemaritiman, dan energi. ”Kami juga mendukung pembangunan infrastruktur, transportasi ramah lingkungan, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mendukung implementasinya,” ucapnya.
Dia menambahkan, keterlibatan perusahaan-perusahaan milik pemerintah harus bersinergi dengan perusahaan swasta untuk mendukung pemerintah yang menargetkan penggunaan infrastruktur ramah lingkungan sebesar 25% pada 2025. Shinta pun mengapresiasi program pemberian insentif pajak dari yang sudah berjalan sehingga semakin memudahkan kalangan investor untuk masuk di sektor ini.
Shinta menambahkan, secara garis besar dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur ramah lingkungan memang lebih tinggi. Namun, dari segi dampak dan efisiensinya akan sangat bermanfaat. ”Ketika kami bandingkan biaya untuk pembuatan listrik antara batu bara dan geotermal , jauh lebih besar keperluan dananya, tapi produktivitas untuk mengurangi emisi gasnya lebih baik,” ujar Shinta.
Dalam mendukung program infrastruktur ramah lingkungan, masih banyak hambatan investasi, di antaranya perizinan yang masih rumit. ”Ini (pembangunan infrastruktur hijau) akan sia-sia kalau pemerintah memperlama proses izinnya,” ujar dia. Komitmen Kadin Indonesia dalam mengimplemantasikan pembangunan infrastruktur hijau didukung Bank Dunia yang akan memberikan bantuan dalam bentuk pembiayaan.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves menyatakan, institusinya menyambut baik program pengembangan infrastruktur hijau tersebut untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. ”Kami berkomitmen kuat untuk mendukung infrastruktur ramah lingkungan. Tidak ada toleransi lagi, kalau bukan pembangunan bahan-bahan yang ramah lingkungan, kami tidak ada tendensi untuk membiayai proyek tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, prospek pembangunan dalam negeri ini sangat menjanjikan, sehingga Bank Dunia menekankan agar pengembangan energi terbarukan seperti geotermal bisa dipermudah. ”Ini untuk pelaksanaan pembangunan agar semakin cepat,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Bank Dunia menyebutkan bahwa pihaknya ingin mempermudah negara-negara anggota untuk memperoleh manfaat dari kelebihan yang dimiliki lembaga internasional itu. “Kami berpengalaman di banyak bidang pembangunan, dipadu dengan dukungan finansial jangka panjang,” katanya.
Terkait rencana pendanaan Grup Bank Dunia sebesar USD11 miliar yang akan diberikan kepada Indonesia, secara terperinci yakni sebanyak USD8 miliar berasal dari International Bank for Reconstruction and Development atau IBRD dan sebesar USD3 miliar dari International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA).
IBRD sebelumnya telah memberi pinjaman kepada pemerintah negara-negara berkembang dan negara berpendapatan rendah yang layak kredit. Sedangkan, IFC mendanai proyek-proyek investasi, memobilisasi dana di pasar keuangan internasional, dan menyediakan jasa konsultasi kepada sektor swasta dan pemerintahan.
Rabia edra almira
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Lingkungan Hidup Shinta W Kamdani mengatakan, untuk mendorong infrastruktur hijau pelaku usaha akan mendukung sepenuhnya pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW) yang dicanangkan pemerintah.
”Sektor energi ini yang paling mudah dilihat untuk penggunaan material ramah lingkungannya, sejak 2014 kita hanya mampu menggunakan 5% geotermal , itu masih sangat sedikit sekali,” ujar Shinta dalam konferensi pers menjelang Indonesia Green Infrastructure Summit (IGIS) 2015 di Jakarta kemarin.
Dia melanjutkan, kondisi tersebut bertolak belakang dengan potensi yang dimiliki Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam (SDA) terbarukan. Ke depan Kadin Indonesia menargetkan pembangunan nasional untuk dapat menggunakan bahan baku atau material ramah lingkungan.
Menurut Shinta, sejumlah sektor yang akan dikedepankan untuk mendukung infrastruktur hijau antara lain dalam sektor kehutanan, kemaritiman, dan energi. ”Kami juga mendukung pembangunan infrastruktur, transportasi ramah lingkungan, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mendukung implementasinya,” ucapnya.
Dia menambahkan, keterlibatan perusahaan-perusahaan milik pemerintah harus bersinergi dengan perusahaan swasta untuk mendukung pemerintah yang menargetkan penggunaan infrastruktur ramah lingkungan sebesar 25% pada 2025. Shinta pun mengapresiasi program pemberian insentif pajak dari yang sudah berjalan sehingga semakin memudahkan kalangan investor untuk masuk di sektor ini.
Shinta menambahkan, secara garis besar dana yang dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur ramah lingkungan memang lebih tinggi. Namun, dari segi dampak dan efisiensinya akan sangat bermanfaat. ”Ketika kami bandingkan biaya untuk pembuatan listrik antara batu bara dan geotermal , jauh lebih besar keperluan dananya, tapi produktivitas untuk mengurangi emisi gasnya lebih baik,” ujar Shinta.
Dalam mendukung program infrastruktur ramah lingkungan, masih banyak hambatan investasi, di antaranya perizinan yang masih rumit. ”Ini (pembangunan infrastruktur hijau) akan sia-sia kalau pemerintah memperlama proses izinnya,” ujar dia. Komitmen Kadin Indonesia dalam mengimplemantasikan pembangunan infrastruktur hijau didukung Bank Dunia yang akan memberikan bantuan dalam bentuk pembiayaan.
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves menyatakan, institusinya menyambut baik program pengembangan infrastruktur hijau tersebut untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. ”Kami berkomitmen kuat untuk mendukung infrastruktur ramah lingkungan. Tidak ada toleransi lagi, kalau bukan pembangunan bahan-bahan yang ramah lingkungan, kami tidak ada tendensi untuk membiayai proyek tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, prospek pembangunan dalam negeri ini sangat menjanjikan, sehingga Bank Dunia menekankan agar pengembangan energi terbarukan seperti geotermal bisa dipermudah. ”Ini untuk pelaksanaan pembangunan agar semakin cepat,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Bank Dunia menyebutkan bahwa pihaknya ingin mempermudah negara-negara anggota untuk memperoleh manfaat dari kelebihan yang dimiliki lembaga internasional itu. “Kami berpengalaman di banyak bidang pembangunan, dipadu dengan dukungan finansial jangka panjang,” katanya.
Terkait rencana pendanaan Grup Bank Dunia sebesar USD11 miliar yang akan diberikan kepada Indonesia, secara terperinci yakni sebanyak USD8 miliar berasal dari International Bank for Reconstruction and Development atau IBRD dan sebesar USD3 miliar dari International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA).
IBRD sebelumnya telah memberi pinjaman kepada pemerintah negara-negara berkembang dan negara berpendapatan rendah yang layak kredit. Sedangkan, IFC mendanai proyek-proyek investasi, memobilisasi dana di pasar keuangan internasional, dan menyediakan jasa konsultasi kepada sektor swasta dan pemerintahan.
Rabia edra almira
(ftr)