Kuncinya Pengelolaan SDM dan Prosedur yang Benar
A
A
A
PT Bank BNI Syariah menjadi salah satu bank syariah yang terus tumbuh positif meski perekonomian tidak begitu mendukung. Salah satu resep pertumbuhannya ada pada tangan dingin kepemimpinan sang presiden direktur, Dinno Indiano.
Dalam sebuah kesempatan di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Dino berbagi cerita perihal langkahlangkah yang dilakukannya untuk membesarkan BNI Syariah. Menurutnya, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan penerapan prosedur yang tepat menjadi kuncibagaimanamembuatorganisasi berjalan mencapai tujuan. Untuk mengetahui apa saja yang telah dan akan dilakukan BNI Syariah di industri keuangan ke depan, berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana resep BNI Syariah terus tumbuh seperti saat ini?
Saya bergabung di BNI Syariah pada Mei 2012 dengan posisi aset Rp8,5 triliun. Lalu, sekarang kurang lebih sudah mencapai Rp20,5 triliun. Saya sebenarnya tidak pernah targetkan naik berapa ratus persen. Saya hanya fokus untuk berbuat yang terbaik di perusahaan ini dan juga lainnya. Saya ingin membenahi kualitas proses pembiayaan. Karena untuk perbankan, itu berarti syarat minimal untuk dapat bertahan. Benahi prosesnya, dari cari customer, dapatkan persetujuan, penilaian, hingga dicairkan itu harus benar secara aturan main.
Apakah hanya itu?
Jangan lupa, SDM itu juga harus dipilih yang suka dengan pekerjaan tersebut. Kalau tidak demikian, dampaknya bisa menyakitkan kalau macet. Ini artinya akan memakan modal, profit, dan sebagainya. Karenanya, saya kejar di proses pembiayaan harus benar. Ini tecermin juga di rasio NPF (non performing financing) sebesar2,48% secara gross.
Artinya, cukup jadi yang terbaik di kalangan perbankan syariah. Kalau proses benar, SDM benar, kita bisa injak gas sekencang apa pun dan pasti enak. Ibarat mobil yang mesinnya terawat, lebih enak kalau ngebut dibandingkan yang tidak. Proses yang benar, artinya standard operational procedure (SOP), A - Z, lalu karyawan tahu hak dan kewajibannya.
Butuh berapa lama nge-gas untuk mendorong kinerja karyawan?
Saya mulai Mei 2012, lalu ngebut 2013, butuh kurang lebih setahun. Di awal tahun sebenarnya bisa tapi pertengahan tahun dilakukan. Memang ini masih tidak sempurna tapi sudah lebih baik sejak awal. Berikutnya yang harus benar ialah sopir. Kalau proses sudah benar maka selanjutnya membenahi orang atau sopirnya, khususnya yang terdidik. Kita bisa beli mobil kapan saja tetapi tidak sopir yang bagus. Kita harus terus benahi kendala SDM. Terlebih lagi bank memiliki mesin yang beda-beda baik konsumer, mikro, atau komersial. Semua beda tantangannya. Misalnya, sekarang kalau di segmen mikro kami sudah baik, konsumer bagus. Namun, di segmen komersial masih lemah di pertumbuhannya.
Tantangan lainnya apa?
Kalau bicara pembiayaan maka juga harus bicarakan dana. Saat ini tantangannya mencari dana murah dari giro atau tabungan. Namun, kami suka bertanya-tanya apakah orang Indonesia itu suka menabung di bank syariah. Karena porsi bank syariah hanya 5%. Ternyata memang tidak mudah sosialisasikan bank syariah ke masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Mungkin bank syariah merasa eksklusif untuk umat Islam. Padahal, tidak harus beragama Islam untuk jadi nasabah. Namun yang namanya bank, darahnya ada pada dana likuiditas untuk disalurkan sebagai pembiayaan. Karena, bisnis bank untuk cari margin dengan selisih antara pembiayaan dan dana. Kalau ada profit itu bagus, dan lebih bagus lagi kalau efisien.
Bagaimana kondisi dana murah perseroan?
Kami relatif bagus karena dana murah porsinya 47%, sebelumnya bahkan 53%. Menurun karena komposisinya turun karena dana haji di deposito bertambah namun secara jumlah naik. Ke depan, kami juga ingin kita menjadi bank syariah untuk transaksional.
Apa sebenarnya kelemahan sehingga bank syariah kurang muncul?
Sebenarnya tidak ada alasan. Teknologi informasi (TI) kami dengan induk juga sama, tapi kenapa tidak bisa jualan? Ini berarti ada yang salah dalam cara sosialisasi. Sehingga, langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus diapresiasi untuk memperkuat sosialisasi ekonomi syariah. Sudah seharusnya semua stakeholder menyosialisasikan syariah agar setara dengan konvensional. Jangan hanya dua hari lalu kembali ke konvensional. harus dilakukan berulang ulang sosialisasikan ke media. Apa kalahnya syariah, tidak ada.
Apa karena kurang inovasi?
Banyak yang bilang produk dan SDM-nya kurang. Namun, sebenarnya produk apa yang dibutuhkan masyarakat. Mungkin sebagian butuh produk advance seperti bancassurance tapi sebenarnya dari seluruh masyarakat kita mungkin 80% hanya butuh tabungan dan giro. Lalu pembiayaan konsumtif rumah atau mobil lalu modal kerja dan investasi, kami punya semua. Jaringan kami pun juga sudah memadai. Kartu kredit juga sudah ada, tidak ada kelemahan yang signifikan.
Mungkin yang dibutuhkan hanya langkah sederhana seperti semua kita bicarakan konvensional setara dengan syariah maka semua akan berpikiran yang sama. Para pimpinan di otoritas dan BUMN juga harus ikut terus mendorong penggunaan bank syariah sehingga kalau mencapai hingga 20% seharusnya tidak sulit. Jangan kita selalu mencari cari kelemahan karena semuanya sudah jadi.
Semoga di tahun ini yang menjadi tahunnya syariah tidak hanya sekadar seremonial. Jangan hanya bicarakan tokoh, tapi fokus di kesetaraannya. Apa saja produk yang setara, karena mungkin banyak yang belum mengerti. bukan soal arsitektur perbankan syariah.
Di tahun sosialisasi syariah ini, apa yang urgent untuk disampaikan? Apakah APBN juga perlu dibawa ke syariah?
Kita punya tokoh tokoh kepemimpinan yang juga menjabat posisi di institusi syariah. Namun, kita lebih butuh pelaksanaan yang konkret. Seperti, dana haji yang baru akhirnya dapat dipindahkan ke bank syariah. Inisiatifnya mungkin bahkan sudah 10 tahun lalu dan akhirnya ada pejabat yang mewujudkan. Ada lagi sektor yang bisa dikembangkan yakni pembiayaan proyek infrastruktur. Ini bisa saja meski hanya 5%. Karena limit kita juga kecil namun itu dampaknya sudah besar. Selama dipikirkan mekanismenya benar, maka tidak akan bermasalah karena penilaian proyek juga dilakukan oleh induk.
Apalagi yang bisa jadi peluang?
Segmen bisnis perbankan ini luas dan belum diatur sehingga serampangan. Misalnya, perumahan pertama di bawah harga Rp1 miliar harusnya diberikan ke syariah, di atasnya bebas. Kalau diatur secara nasional, pasti luar biasa. Berkaca dari keuangan syariah di Malaysia, di sana pemerintahnya mendukung. Sebanyak 50% dana bank syariah dari Pemerintah Malaysia atau APBN juga beberapa line of business khusus diberikan untuk syariah. Ini artinya peran negara sangat dibutuhkan. Selain komitmen, juga dibutuhkan eksekusinya sejalan dengan visi.
Bagaimana cara Anda mengelola SDM?
Saya punya 4.300 karyawan dan saya kejar key performance indicator (KPI)-nya mau ke mana mereka. Juga 20 kepala divisi (kadiv) saya kejar KPI supaya tahu arahnya ke mana. Saya punya pertemuan formal tapi juga ada lounge di depan musala, jadi bisa saling bertemu kadiv seusai salat. Lalu pintu harus terbuka dan bisa bertemu direksi termasuk dengan saya. Lalu kantin juga bisa menjadi tempat bertemu.
Jangan sampai acara formal terkadang menjadi artifisial karena kaku. Tujuannya hanya ingin mempertemukan direksi bisa bertemu dengan level first layer atau di bawahnya. Semua orang tahu targetnya apa, jangan hanya datang dan pergi. Lalu harus tahu siapa nasabahnya, begitu pula misalnya bagian SDM punya customer 4.300 karyawan.
Dia (bagian SDM) tahu apa kebutuhan customer -nya, mungkin butuhnya informasi paling cepat dan apa yang harus dilakukan. Itu harus dilakukan supaya tahu yang diperlukan. Saya suka dengan monitoring bulanan mingguan karena untuk data evaluasi apakah kita ketinggalan atau sudah melewati pesaing.
Seperti apa gaya Anda memimpin?
Saya bukan tipe pemimpin yang jago membesarkan aset tiba-tiba, tapi selangkah demi selangkah. Buat saya bank itu bukan sulap tapi proses. Kalau saya bereskan sistem baru naik bertahap. Sekarang meskipun mesin bagus tapi saya tidak lihat kondisinya memungkinkan. Karena perekonomian tidak bergerak dan perbankan akan hati-hati.
Apa kondisi dan target saat ini membuat Anda tertekan?
Saya cukup nyaman dalam jalani hidup karena mengerti dengan apa yang akan saya lakukan. Saya tidak akan memaksakan target dan realistis. Karena, ada hal yang harus dikorbankan apabila mengejar target. Akan ada masalah kalau dipaksakan kejar aset apabila ada masalah. Kasihan karyawan kalau terbebani NPF atau target laba tidak tercapai.
Saya bisa saja diganti tapi karyawan saya kerja sampai pensiun. Sehingga, saya lakukan ini demi nasib karyawan.
Hafid fuad
Dalam sebuah kesempatan di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Dino berbagi cerita perihal langkahlangkah yang dilakukannya untuk membesarkan BNI Syariah. Menurutnya, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan penerapan prosedur yang tepat menjadi kuncibagaimanamembuatorganisasi berjalan mencapai tujuan. Untuk mengetahui apa saja yang telah dan akan dilakukan BNI Syariah di industri keuangan ke depan, berikut petikan wawancaranya.
Bagaimana resep BNI Syariah terus tumbuh seperti saat ini?
Saya bergabung di BNI Syariah pada Mei 2012 dengan posisi aset Rp8,5 triliun. Lalu, sekarang kurang lebih sudah mencapai Rp20,5 triliun. Saya sebenarnya tidak pernah targetkan naik berapa ratus persen. Saya hanya fokus untuk berbuat yang terbaik di perusahaan ini dan juga lainnya. Saya ingin membenahi kualitas proses pembiayaan. Karena untuk perbankan, itu berarti syarat minimal untuk dapat bertahan. Benahi prosesnya, dari cari customer, dapatkan persetujuan, penilaian, hingga dicairkan itu harus benar secara aturan main.
Apakah hanya itu?
Jangan lupa, SDM itu juga harus dipilih yang suka dengan pekerjaan tersebut. Kalau tidak demikian, dampaknya bisa menyakitkan kalau macet. Ini artinya akan memakan modal, profit, dan sebagainya. Karenanya, saya kejar di proses pembiayaan harus benar. Ini tecermin juga di rasio NPF (non performing financing) sebesar2,48% secara gross.
Artinya, cukup jadi yang terbaik di kalangan perbankan syariah. Kalau proses benar, SDM benar, kita bisa injak gas sekencang apa pun dan pasti enak. Ibarat mobil yang mesinnya terawat, lebih enak kalau ngebut dibandingkan yang tidak. Proses yang benar, artinya standard operational procedure (SOP), A - Z, lalu karyawan tahu hak dan kewajibannya.
Butuh berapa lama nge-gas untuk mendorong kinerja karyawan?
Saya mulai Mei 2012, lalu ngebut 2013, butuh kurang lebih setahun. Di awal tahun sebenarnya bisa tapi pertengahan tahun dilakukan. Memang ini masih tidak sempurna tapi sudah lebih baik sejak awal. Berikutnya yang harus benar ialah sopir. Kalau proses sudah benar maka selanjutnya membenahi orang atau sopirnya, khususnya yang terdidik. Kita bisa beli mobil kapan saja tetapi tidak sopir yang bagus. Kita harus terus benahi kendala SDM. Terlebih lagi bank memiliki mesin yang beda-beda baik konsumer, mikro, atau komersial. Semua beda tantangannya. Misalnya, sekarang kalau di segmen mikro kami sudah baik, konsumer bagus. Namun, di segmen komersial masih lemah di pertumbuhannya.
Tantangan lainnya apa?
Kalau bicara pembiayaan maka juga harus bicarakan dana. Saat ini tantangannya mencari dana murah dari giro atau tabungan. Namun, kami suka bertanya-tanya apakah orang Indonesia itu suka menabung di bank syariah. Karena porsi bank syariah hanya 5%. Ternyata memang tidak mudah sosialisasikan bank syariah ke masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Mungkin bank syariah merasa eksklusif untuk umat Islam. Padahal, tidak harus beragama Islam untuk jadi nasabah. Namun yang namanya bank, darahnya ada pada dana likuiditas untuk disalurkan sebagai pembiayaan. Karena, bisnis bank untuk cari margin dengan selisih antara pembiayaan dan dana. Kalau ada profit itu bagus, dan lebih bagus lagi kalau efisien.
Bagaimana kondisi dana murah perseroan?
Kami relatif bagus karena dana murah porsinya 47%, sebelumnya bahkan 53%. Menurun karena komposisinya turun karena dana haji di deposito bertambah namun secara jumlah naik. Ke depan, kami juga ingin kita menjadi bank syariah untuk transaksional.
Apa sebenarnya kelemahan sehingga bank syariah kurang muncul?
Sebenarnya tidak ada alasan. Teknologi informasi (TI) kami dengan induk juga sama, tapi kenapa tidak bisa jualan? Ini berarti ada yang salah dalam cara sosialisasi. Sehingga, langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus diapresiasi untuk memperkuat sosialisasi ekonomi syariah. Sudah seharusnya semua stakeholder menyosialisasikan syariah agar setara dengan konvensional. Jangan hanya dua hari lalu kembali ke konvensional. harus dilakukan berulang ulang sosialisasikan ke media. Apa kalahnya syariah, tidak ada.
Apa karena kurang inovasi?
Banyak yang bilang produk dan SDM-nya kurang. Namun, sebenarnya produk apa yang dibutuhkan masyarakat. Mungkin sebagian butuh produk advance seperti bancassurance tapi sebenarnya dari seluruh masyarakat kita mungkin 80% hanya butuh tabungan dan giro. Lalu pembiayaan konsumtif rumah atau mobil lalu modal kerja dan investasi, kami punya semua. Jaringan kami pun juga sudah memadai. Kartu kredit juga sudah ada, tidak ada kelemahan yang signifikan.
Mungkin yang dibutuhkan hanya langkah sederhana seperti semua kita bicarakan konvensional setara dengan syariah maka semua akan berpikiran yang sama. Para pimpinan di otoritas dan BUMN juga harus ikut terus mendorong penggunaan bank syariah sehingga kalau mencapai hingga 20% seharusnya tidak sulit. Jangan kita selalu mencari cari kelemahan karena semuanya sudah jadi.
Semoga di tahun ini yang menjadi tahunnya syariah tidak hanya sekadar seremonial. Jangan hanya bicarakan tokoh, tapi fokus di kesetaraannya. Apa saja produk yang setara, karena mungkin banyak yang belum mengerti. bukan soal arsitektur perbankan syariah.
Di tahun sosialisasi syariah ini, apa yang urgent untuk disampaikan? Apakah APBN juga perlu dibawa ke syariah?
Kita punya tokoh tokoh kepemimpinan yang juga menjabat posisi di institusi syariah. Namun, kita lebih butuh pelaksanaan yang konkret. Seperti, dana haji yang baru akhirnya dapat dipindahkan ke bank syariah. Inisiatifnya mungkin bahkan sudah 10 tahun lalu dan akhirnya ada pejabat yang mewujudkan. Ada lagi sektor yang bisa dikembangkan yakni pembiayaan proyek infrastruktur. Ini bisa saja meski hanya 5%. Karena limit kita juga kecil namun itu dampaknya sudah besar. Selama dipikirkan mekanismenya benar, maka tidak akan bermasalah karena penilaian proyek juga dilakukan oleh induk.
Apalagi yang bisa jadi peluang?
Segmen bisnis perbankan ini luas dan belum diatur sehingga serampangan. Misalnya, perumahan pertama di bawah harga Rp1 miliar harusnya diberikan ke syariah, di atasnya bebas. Kalau diatur secara nasional, pasti luar biasa. Berkaca dari keuangan syariah di Malaysia, di sana pemerintahnya mendukung. Sebanyak 50% dana bank syariah dari Pemerintah Malaysia atau APBN juga beberapa line of business khusus diberikan untuk syariah. Ini artinya peran negara sangat dibutuhkan. Selain komitmen, juga dibutuhkan eksekusinya sejalan dengan visi.
Bagaimana cara Anda mengelola SDM?
Saya punya 4.300 karyawan dan saya kejar key performance indicator (KPI)-nya mau ke mana mereka. Juga 20 kepala divisi (kadiv) saya kejar KPI supaya tahu arahnya ke mana. Saya punya pertemuan formal tapi juga ada lounge di depan musala, jadi bisa saling bertemu kadiv seusai salat. Lalu pintu harus terbuka dan bisa bertemu direksi termasuk dengan saya. Lalu kantin juga bisa menjadi tempat bertemu.
Jangan sampai acara formal terkadang menjadi artifisial karena kaku. Tujuannya hanya ingin mempertemukan direksi bisa bertemu dengan level first layer atau di bawahnya. Semua orang tahu targetnya apa, jangan hanya datang dan pergi. Lalu harus tahu siapa nasabahnya, begitu pula misalnya bagian SDM punya customer 4.300 karyawan.
Dia (bagian SDM) tahu apa kebutuhan customer -nya, mungkin butuhnya informasi paling cepat dan apa yang harus dilakukan. Itu harus dilakukan supaya tahu yang diperlukan. Saya suka dengan monitoring bulanan mingguan karena untuk data evaluasi apakah kita ketinggalan atau sudah melewati pesaing.
Seperti apa gaya Anda memimpin?
Saya bukan tipe pemimpin yang jago membesarkan aset tiba-tiba, tapi selangkah demi selangkah. Buat saya bank itu bukan sulap tapi proses. Kalau saya bereskan sistem baru naik bertahap. Sekarang meskipun mesin bagus tapi saya tidak lihat kondisinya memungkinkan. Karena perekonomian tidak bergerak dan perbankan akan hati-hati.
Apa kondisi dan target saat ini membuat Anda tertekan?
Saya cukup nyaman dalam jalani hidup karena mengerti dengan apa yang akan saya lakukan. Saya tidak akan memaksakan target dan realistis. Karena, ada hal yang harus dikorbankan apabila mengejar target. Akan ada masalah kalau dipaksakan kejar aset apabila ada masalah. Kasihan karyawan kalau terbebani NPF atau target laba tidak tercapai.
Saya bisa saja diganti tapi karyawan saya kerja sampai pensiun. Sehingga, saya lakukan ini demi nasib karyawan.
Hafid fuad
(ars)