Operasi Pasar Tak Mempan Menekan Harga

Jum'at, 12 Juni 2015 - 06:19 WIB
Operasi Pasar Tak Mempan...
Operasi Pasar Tak Mempan Menekan Harga
A A A
YOGYAKARTA - Fenomena naiknya harga bahan pokok jelang Ramadan selalu terjadi setiap tahun. Operasi pasar yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi pun dirasa tidak efektif, karena terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia.

Peneliti dari Mubyarto Institute Yogyakarta, yang bergerak dalam ekonomi kerakyatan Istianto Ari Wibowo mengatakan, fenomena tersebut sudah menjadi agenda rutin. "Seperti saat hari besar Idul Adha, harga kambing dan sapi naik. Kenaikannya seringkali tidak masuk akal," kata dia, Kamis (11/6/2015).

Operasi pasar yang dilakukan setiap tahun membuktikan bahwa pemerintah tidak pernah belajar dari pengalaman. "Bahkan kelangkaan barang seringkali terjadi. Sudah berpuluh tahun seperti ini. Kalau belajar, bisa diantisipasi. Diperkuat sisi suplainya," ujarnya.

Bahkan, operasi pasar yang biasa dilakukan pemerintah untuk menekan harga tak terlalu efektif. Tidak akan mampu mengendalikan harga, karena fenomena ini berlangsung serentak di seluruh wilayah Indonesia.

"Ini serentak. Kalau kenaikan harganya hanya ada di satu titik daerah saja, didrop selesai. Sebenarnya bagaimana mengatur suplai barang, distribusinya," tutur dia.

Salah satu solusi untuk mengantisipasi adanya fenomena tahunan ini adalah dengan membuat suatu design kebijakan. Mengembalikan fungsi dan kewenangan dari Badan Urusan Logistik (Bulog).

"Bulog dulu punya kekuatan untuk membeli produk dari petani, dan mengendalikannya. Tapi sejak 1998, fungsi utamanya dibredeli. Kenapa tidak mengembalikannya, agar ada pihak yang bertanggung jawab untuk (fenomena) itu," katanya.

Dengan adanya kebijakan tersebut, suplai maupun distribusi barang akan lebih terjamin. Meski akan membutuhkan waktu yang agak panjang. "Sebenarnya hanya tinggal kemauan politik saja. Kalau untuk kemampuan, Indonesia pasti mampu. Banyak orang-orang pintar," jelas dia.

Kenaikan harga terutama bahan pokok ini, kata Istianto, para produsen seperti petani juga mendapatkan dampak keuntungannya. Namun lebih banyak dinikmati para tengkulak besar.

"Syukur kenaikan harga dinikmati produsen juga, seperti petani. Tetapi hanya sebagian kecil. Paling besar menikmatinya para tengkulak skala besar. Hasil riset kita seperti itu. Misal keuntungan Rp10.000, petani atau produsen hanya menikmati Rp1.000, sedangkan tengkulak besar bisa sekitar Rp8.000," tuturnya.

Kenaikan harga bahan pokok ini memang selain dikeluhkan masyarakat pada umumnya, di lain pihak juga ada yang merasa diuntungkan. Salah satunya petani ikan di daerah Ngemplak, Sleman.

Saptono, salah satu petani di wilayah tersebut, yang kelompoknya mempunyai lahan kolam ikan luasan sekitar 30 hektare tersebut mengatakan, momen puasa hingga masa Lebaran ini memang menjadi harapannya. Untuk memperbaiki harga jual ikan dari kolam, terutama jenis Gurame.

"Bahkan petani kita sudah menyetok untuk Lebaran. Karena waktu seperti ini menjadi harapan. Apalagi harga Gurame sudah setahun terakhir ini, tidak terlalu memuaskan," jelas dia.

Saptono mengaku, tidak terlalu tahu persis ikan yang dijual di pasar ke konsumen. Namun, hanya sebatas mengetahui berapa perkilogramnya yang diambil langsung dari kolam.

"Kalau harga di pasar tidak tahu. Tapi kalau dari kolam petani, gurame perkilonya sekitar Rp22.000. Kalau harga bagus harusnya bisa mencapai Rp27.000 sampai 28.000," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1185 seconds (0.1#10.140)