MEA Jadi Peluang Furnitur untuk Perluas Ekspor
A
A
A
SRAGEN - Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir 2015 mendatang diyakini menjadi peluang bagi industri furnitur Indonesia.
Pasalnya, produk mebel nasional bakal lebih leluasa merambah pasar regional. ”MEA itu peluang bagi mebel nasional karena dari pasar domestik dengan populasi 250 juta lalu meluas ke pasar ASEAN dengan penduduk 620 juta,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat mengunjungi PT Rakabu Sejahtera di Sragen, Solo Raya, Jawa Tengah, kemarin.
Perusahaan ini merupakan salah satu produsen mebel yang berlokasi di Kawasan Industri Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo). Dia menegaskan, MEA menjadi peluang bagi industri furnitur nasional karena di balik kalkulasi jumlah penduduk terdapat pasokan bahan baku yang menopangnya. ”Ini harusnya menjadi keunggulan kita dan menjadi kesempatan kita masuk ke pasar ASEAN karena kekuatan kita ada di bahan baku,” ujarnya. Saleh melanjutkan, keragaman corak desain yang berciri khas lokal menjadi keunggulan industri furnitur nasional.
”Soal kualitas kita berani diadu. Kreativitas desain juga jangan ditanya. Pelaku industri dan para desainer kita kondang dengan ragam desain tradisional maupun kontemporer,” ungkapnya. Menperin mengapresiasi ide dari Asmindo agar disiapkan buffer stock bahan baku di kawasan industri. ”Manfaatnya adalah mendekatkan ke lokasi produksi, menjaga kestabilan harga, dan menjamin ketersediaan bahan baku,” ujar Wakil Ketua Asmindo Komda Solo Raya,Adi Darma Santoso.
Menperin juga mendorong kesesuaian regulasi antarkementerian. Tujuannya agar beleid- beleid itu menjadi pendorong industri dan bukan justru menghambat. ”Misalnya, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK, kami minta tidak berlaku untuk industri kecil agar mereka lebih cepat berkembang,” katanya. Adhi Dharma Santoso mengatakan, lima tahun ke depan industri furnitur masih berpeluang meningkat, mengingat masih ada potensi sumber daya alam yang belum digali secara maksimal.”Apalagi, Chinasudah membatasi kayunya. Ini kesempatan bagi kita,” tegasnya.
Adhi mengakui, target ekspor USD5 miliar memang berat, tapi tidak mustahil tercapai jika dikelola dengan sungguh-sungguh. Optimisme ini juga ditopang kinerja industri furnitur Indonesia yang tumbuh 5,1% pada kuartal I/2015. Angka ini naik dua kali lipat dibanding periode yang sama 2014 yang hanya 2,4%.
Oktiani endarwati
Pasalnya, produk mebel nasional bakal lebih leluasa merambah pasar regional. ”MEA itu peluang bagi mebel nasional karena dari pasar domestik dengan populasi 250 juta lalu meluas ke pasar ASEAN dengan penduduk 620 juta,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin saat mengunjungi PT Rakabu Sejahtera di Sragen, Solo Raya, Jawa Tengah, kemarin.
Perusahaan ini merupakan salah satu produsen mebel yang berlokasi di Kawasan Industri Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo). Dia menegaskan, MEA menjadi peluang bagi industri furnitur nasional karena di balik kalkulasi jumlah penduduk terdapat pasokan bahan baku yang menopangnya. ”Ini harusnya menjadi keunggulan kita dan menjadi kesempatan kita masuk ke pasar ASEAN karena kekuatan kita ada di bahan baku,” ujarnya. Saleh melanjutkan, keragaman corak desain yang berciri khas lokal menjadi keunggulan industri furnitur nasional.
”Soal kualitas kita berani diadu. Kreativitas desain juga jangan ditanya. Pelaku industri dan para desainer kita kondang dengan ragam desain tradisional maupun kontemporer,” ungkapnya. Menperin mengapresiasi ide dari Asmindo agar disiapkan buffer stock bahan baku di kawasan industri. ”Manfaatnya adalah mendekatkan ke lokasi produksi, menjaga kestabilan harga, dan menjamin ketersediaan bahan baku,” ujar Wakil Ketua Asmindo Komda Solo Raya,Adi Darma Santoso.
Menperin juga mendorong kesesuaian regulasi antarkementerian. Tujuannya agar beleid- beleid itu menjadi pendorong industri dan bukan justru menghambat. ”Misalnya, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK, kami minta tidak berlaku untuk industri kecil agar mereka lebih cepat berkembang,” katanya. Adhi Dharma Santoso mengatakan, lima tahun ke depan industri furnitur masih berpeluang meningkat, mengingat masih ada potensi sumber daya alam yang belum digali secara maksimal.”Apalagi, Chinasudah membatasi kayunya. Ini kesempatan bagi kita,” tegasnya.
Adhi mengakui, target ekspor USD5 miliar memang berat, tapi tidak mustahil tercapai jika dikelola dengan sungguh-sungguh. Optimisme ini juga ditopang kinerja industri furnitur Indonesia yang tumbuh 5,1% pada kuartal I/2015. Angka ini naik dua kali lipat dibanding periode yang sama 2014 yang hanya 2,4%.
Oktiani endarwati
(ars)