Pertumbuhan Orang Kaya China Tertinggi
A
A
A
BEIJING - China memiliki empat juta rumah tangga miliuner pada 2014, tertinggi kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Hal itu lantaran boompasar saham China yang meningkatkan kekayaan pribadi.
Demikian hasil survei independen yang dirilis firma riset Boston Consulting Group (BCG) kemarin. Rumah tangga miliuner merupakan keluarga yang memiliki kekayaan senilai USD1 juta atau lebih. ”Satu juta miliuner baru tercipta di negara itu tahun lalu, peningkatan tertinggi di antara semua negara di dunia,” papar hasil survei BCG, dikutip kantor berita AFP . AS memiliki 7 juta rumah tangga miliuner tahun lalu, terbanyak di dunia.
”Jepang menempati posisi ketiga dengan jumlah 1 juta rumah tangga miliuner,” ungkap laporan BCG. Pertumbuhan kekayaan pribadi di China didorong oleh berbagai investasi pada sahamsaham lokal. Indeks Saham Gabungan Shanghai pada 2014 memiliki kinerja terbaik di Asia setelah naik lebih dari 50%. ”Kinerja pasar yang kuat di seluruh kawasan Asia Pasifik, kecuali Jepang, berkat permintaan domestik yang kuat, secara signifikan meningkatkan nilai aset-aset yang ada, dibandingkan dengan peningkatan dari kekayaan yang baru terbentuk,” papar laporan tersebut.
”Peningkatan nilai aset yang telah ada mencakup 76% dari pertumbuhan kawasan untuk kekayaan pribadi.” Menurut hasil survei itu, China memiliki 1.037 rumah tangga dengan kekayaan bersih lebih dari USD100 juta, sekitar seperlima AS yang sebanyak 5.201, tapi kedua terbesar di dunia. Forbes dalam laporan April lalu menyatakan, China daratan diperkirakan memiliki 400 miliarder dan keluarga miliarder berkat pertumbuhan harga saham.
Kesenjangan pendapatan semakin dikhawatirkan di negara paling banyak penduduknya di dunia tersebut. Adapun, koefisien Gini resmi mencapai 0,469 tahun lalu. Data ini umumnya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan, dengan 0 mewakili kesetaraan sempurna dan 1 berarti kesenjangan total. Beberapa akademisi menilai 0,4 sebagai sinyal peringatan.
”Para analis menyatakan, korupsi pejabat terkait dengan kontrol pemerintah pada ekonomi, monopoli negara pada sejumlah industri dan kurangnya keamanan sosial untuk pekerja migran, menjadi alasan ketidakseimbangan pendapatan di China,” papar laporan awal tahun ini oleh surat kabar People’s Daily, corong Partai Komunis China yang berkuasa.
Sementara, China mencari cara-cara baru untuk menurunkan biaya pinjaman jangka panjang yang masih tinggi dan menghentikan para spekulan yang memanfaatkan kebijakan moneter dana murah. Beijing berupaya meredam penurunan ekonomi dengan mendorong perbankan memberikan utang lebih banyak tahun ini dan memangkas suku bunga hingga tiga kali sejak November. Meski demikian, perbankan masih enggan memberikan pinjaman jangka panjang pada bisnis untuk menghindari kredit macet.
”Kebijakan moneter terbaru telah menunjukkan sedikit dampak pada stabilitas pertumbuhan. Ada kekhawatiran bahwa dana itu mengalir ke pasar saham dan bukan ekonomi riil,” ungkap seorang ekonom senior dari lembaga think-tank . Untuk mengurangi tren tersebut, para pembuat kebijakan menyatakan, Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) sekarang akan menurunkan yield obligasi jangka panjang dan menyerap kelebihan dana jangka pendek.
Langkah ini memiliki risiko menciptakan kredit bermasalah di pasar uang jika dilakukan dalam skala yang berlebihan. ”Bank sentral dapat menyuntikkan lebih banyak likuiditas jangka panjang untuk mengarahkan uang ke ekonomi riil, sambil mempertahankan dana jangka pendek,” ujar seorang ekonom yang memberikan saran pada Pemerintah China.
Dia menyebut langkah stimulus itu dengan sebutan ”operation twist ” yang diluncurkan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/Fed) pada 2011 saat mereka menjual obligasi jangka pendek dan membeli obligasi jangka panjang untuk membuat yield obligasi jangka panjang turun. PBOC akan menggunakan cara-cara lain untuk mencapai hasil serupa.
Syarifudin
Demikian hasil survei independen yang dirilis firma riset Boston Consulting Group (BCG) kemarin. Rumah tangga miliuner merupakan keluarga yang memiliki kekayaan senilai USD1 juta atau lebih. ”Satu juta miliuner baru tercipta di negara itu tahun lalu, peningkatan tertinggi di antara semua negara di dunia,” papar hasil survei BCG, dikutip kantor berita AFP . AS memiliki 7 juta rumah tangga miliuner tahun lalu, terbanyak di dunia.
”Jepang menempati posisi ketiga dengan jumlah 1 juta rumah tangga miliuner,” ungkap laporan BCG. Pertumbuhan kekayaan pribadi di China didorong oleh berbagai investasi pada sahamsaham lokal. Indeks Saham Gabungan Shanghai pada 2014 memiliki kinerja terbaik di Asia setelah naik lebih dari 50%. ”Kinerja pasar yang kuat di seluruh kawasan Asia Pasifik, kecuali Jepang, berkat permintaan domestik yang kuat, secara signifikan meningkatkan nilai aset-aset yang ada, dibandingkan dengan peningkatan dari kekayaan yang baru terbentuk,” papar laporan tersebut.
”Peningkatan nilai aset yang telah ada mencakup 76% dari pertumbuhan kawasan untuk kekayaan pribadi.” Menurut hasil survei itu, China memiliki 1.037 rumah tangga dengan kekayaan bersih lebih dari USD100 juta, sekitar seperlima AS yang sebanyak 5.201, tapi kedua terbesar di dunia. Forbes dalam laporan April lalu menyatakan, China daratan diperkirakan memiliki 400 miliarder dan keluarga miliarder berkat pertumbuhan harga saham.
Kesenjangan pendapatan semakin dikhawatirkan di negara paling banyak penduduknya di dunia tersebut. Adapun, koefisien Gini resmi mencapai 0,469 tahun lalu. Data ini umumnya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan, dengan 0 mewakili kesetaraan sempurna dan 1 berarti kesenjangan total. Beberapa akademisi menilai 0,4 sebagai sinyal peringatan.
”Para analis menyatakan, korupsi pejabat terkait dengan kontrol pemerintah pada ekonomi, monopoli negara pada sejumlah industri dan kurangnya keamanan sosial untuk pekerja migran, menjadi alasan ketidakseimbangan pendapatan di China,” papar laporan awal tahun ini oleh surat kabar People’s Daily, corong Partai Komunis China yang berkuasa.
Sementara, China mencari cara-cara baru untuk menurunkan biaya pinjaman jangka panjang yang masih tinggi dan menghentikan para spekulan yang memanfaatkan kebijakan moneter dana murah. Beijing berupaya meredam penurunan ekonomi dengan mendorong perbankan memberikan utang lebih banyak tahun ini dan memangkas suku bunga hingga tiga kali sejak November. Meski demikian, perbankan masih enggan memberikan pinjaman jangka panjang pada bisnis untuk menghindari kredit macet.
”Kebijakan moneter terbaru telah menunjukkan sedikit dampak pada stabilitas pertumbuhan. Ada kekhawatiran bahwa dana itu mengalir ke pasar saham dan bukan ekonomi riil,” ungkap seorang ekonom senior dari lembaga think-tank . Untuk mengurangi tren tersebut, para pembuat kebijakan menyatakan, Bank Sentral China (People’s Bank of China/PBOC) sekarang akan menurunkan yield obligasi jangka panjang dan menyerap kelebihan dana jangka pendek.
Langkah ini memiliki risiko menciptakan kredit bermasalah di pasar uang jika dilakukan dalam skala yang berlebihan. ”Bank sentral dapat menyuntikkan lebih banyak likuiditas jangka panjang untuk mengarahkan uang ke ekonomi riil, sambil mempertahankan dana jangka pendek,” ujar seorang ekonom yang memberikan saran pada Pemerintah China.
Dia menyebut langkah stimulus itu dengan sebutan ”operation twist ” yang diluncurkan Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/Fed) pada 2011 saat mereka menjual obligasi jangka pendek dan membeli obligasi jangka panjang untuk membuat yield obligasi jangka panjang turun. PBOC akan menggunakan cara-cara lain untuk mencapai hasil serupa.
Syarifudin
(ars)