Proyek Infrastruktur Butuh Ketegasan
A
A
A
JAKARTA - Pembangunan infrastruktur dalam skema kerja sama pemerintahswasta (KPS) tidak bisa dibebankan kepada salah satu lembaga, namun harus berdasarkan koordinasi antarinstansi.
Presiden Komisaris PT Indonesia Infrastructure Finance M Chatib Basri mengatakan, untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur tahun ini diperlukan dukungan regulasi dari pemerintah agar lebih cepat diselesaikan.”Pada dasarnya investor datang dengan minat yang beragam, tetapi akhirnya mereka pragmatis, cari proyek yang paling siap jalan, regulasinya ada, dan yang menjadi fokus utama pemerintah,” sebut Chatib di sela-sela Indonesia Infrastructure Finance Conference 2015 di Jakarta kemarin.
Dia mencontohkan, beberapa investor sebelumnya ada yang berminat menanamkan investasi terkait infrastruktur air. Karena prosesnya butuh waktu lama, investor tersebut mengurungkan minatnya. Sejauh ini karena dorongan pemerintah lebih mengarah ke sektor energi terutama terkait pembangunan 35.000 megawatt (MW), masuknya investasi menjadi kurang beragam.
”Selain itu, masih ada persoalan lain seperti bermasalahnya tanah untuk pembangunan infrastruktur seperti di lokasi Batang, Jawa Tengah yang harus segera diselesaikan,” papar mantan menteri keuangan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Dia menilai, program percepatan pembangunan infrastruktur akan sia-sia jika tidak ada lahan untuk pembangunan proyeknya.
Maka itu, ada beberapa hal krusial yang harus dipersiapkan oleh pemerintah yaitu kesiapan proyek, risiko peraturan pemerintah, serta penjaminan dari segi perbankan. ”Infrastruktur ini bukanlah proyek yang gampang karena urusannya jangka panjang, jadi pemerintah tidak bisa mengharapkan instan hasil percepatannya walau sudah ada tim untuk akselerasi hal itu,” katanya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Emma Sri Martini mengatakan, pembangunan infrastruktur di Tanah Air membutuhkan total pembiayaan Rp5.519 triliun dalam lima tahun ke depan. Dengan jumlah sebesar itu, ujar dia, setiap tahun pemerintah memerlukan kucuran dana hingga Rp1.102 per tahun.
Anggaran sebesar itu diharapkan bisa diperoleh melalui skema public-private partnership (PPP) atau kerja sama pemerintahswasta (KPS).”Hal yang paling diutamakan tentunya sektor pembiayaan dan investasi yang digerakkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak swasta,” ujar Emma. Dia menambahkan, untuk mempermudah pembangunan infrastruktur, yang juga harus diperhatikan adalah bentuk pelayanan konsultasi dan pelayanan pengembangan proyek.
Menurut Emma, seiring agenda kerja pemerintah, SMI pun dijadikan sebagai Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) untuk menyiapkan atmosfer pengembangan yang lebih kondusif agar dapat menarik banyak investor dari kalangan swasta.Tak hanya itu, peran LPPI pun akan menjadi penghubung antara pihak swasta dan perbankan selaku penjamin atas biaya-biaya yang telah dikucurkan kepada proyek pemerintah.
”Kami harap strategi seperti ini mampu menjadi pilihan terbaik bagi swasta dalam menanamkan modal karena ada jaminan dari SMI,” katanya. Berdasarkan data PT SMI sepanjang 2014, lembaga ini telah mendistribusikan proyek infrastruktur ke lima pulau di Indonesia dengan rincian 42% di Pulau Jawa dan Bali, 36% di Sumatera, 11% di Kalimantan, 8% di Sulawesi, dan 3% di Pulau Papua dan Maluku.”Tahun lalu pembiayaan dari SMI mencapai Rp5,57 triliun untuk proyek infrastruktur dasar. Kami juga mendukung realisasi ke proyek lain dengan total nilai Rp45,5 triliun,” terangnya.
Rabia edra almira
Presiden Komisaris PT Indonesia Infrastructure Finance M Chatib Basri mengatakan, untuk memenuhi target pembangunan infrastruktur tahun ini diperlukan dukungan regulasi dari pemerintah agar lebih cepat diselesaikan.”Pada dasarnya investor datang dengan minat yang beragam, tetapi akhirnya mereka pragmatis, cari proyek yang paling siap jalan, regulasinya ada, dan yang menjadi fokus utama pemerintah,” sebut Chatib di sela-sela Indonesia Infrastructure Finance Conference 2015 di Jakarta kemarin.
Dia mencontohkan, beberapa investor sebelumnya ada yang berminat menanamkan investasi terkait infrastruktur air. Karena prosesnya butuh waktu lama, investor tersebut mengurungkan minatnya. Sejauh ini karena dorongan pemerintah lebih mengarah ke sektor energi terutama terkait pembangunan 35.000 megawatt (MW), masuknya investasi menjadi kurang beragam.
”Selain itu, masih ada persoalan lain seperti bermasalahnya tanah untuk pembangunan infrastruktur seperti di lokasi Batang, Jawa Tengah yang harus segera diselesaikan,” papar mantan menteri keuangan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Dia menilai, program percepatan pembangunan infrastruktur akan sia-sia jika tidak ada lahan untuk pembangunan proyeknya.
Maka itu, ada beberapa hal krusial yang harus dipersiapkan oleh pemerintah yaitu kesiapan proyek, risiko peraturan pemerintah, serta penjaminan dari segi perbankan. ”Infrastruktur ini bukanlah proyek yang gampang karena urusannya jangka panjang, jadi pemerintah tidak bisa mengharapkan instan hasil percepatannya walau sudah ada tim untuk akselerasi hal itu,” katanya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Emma Sri Martini mengatakan, pembangunan infrastruktur di Tanah Air membutuhkan total pembiayaan Rp5.519 triliun dalam lima tahun ke depan. Dengan jumlah sebesar itu, ujar dia, setiap tahun pemerintah memerlukan kucuran dana hingga Rp1.102 per tahun.
Anggaran sebesar itu diharapkan bisa diperoleh melalui skema public-private partnership (PPP) atau kerja sama pemerintahswasta (KPS).”Hal yang paling diutamakan tentunya sektor pembiayaan dan investasi yang digerakkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak swasta,” ujar Emma. Dia menambahkan, untuk mempermudah pembangunan infrastruktur, yang juga harus diperhatikan adalah bentuk pelayanan konsultasi dan pelayanan pengembangan proyek.
Menurut Emma, seiring agenda kerja pemerintah, SMI pun dijadikan sebagai Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (LPPI) untuk menyiapkan atmosfer pengembangan yang lebih kondusif agar dapat menarik banyak investor dari kalangan swasta.Tak hanya itu, peran LPPI pun akan menjadi penghubung antara pihak swasta dan perbankan selaku penjamin atas biaya-biaya yang telah dikucurkan kepada proyek pemerintah.
”Kami harap strategi seperti ini mampu menjadi pilihan terbaik bagi swasta dalam menanamkan modal karena ada jaminan dari SMI,” katanya. Berdasarkan data PT SMI sepanjang 2014, lembaga ini telah mendistribusikan proyek infrastruktur ke lima pulau di Indonesia dengan rincian 42% di Pulau Jawa dan Bali, 36% di Sumatera, 11% di Kalimantan, 8% di Sulawesi, dan 3% di Pulau Papua dan Maluku.”Tahun lalu pembiayaan dari SMI mencapai Rp5,57 triliun untuk proyek infrastruktur dasar. Kami juga mendukung realisasi ke proyek lain dengan total nilai Rp45,5 triliun,” terangnya.
Rabia edra almira
(bbg)