Ini Faktor yang Membuat Rupiah Rentan Pengaruh Global
A
A
A
JAKARTA - Ekonom dari Universitas Sam Ratulangi, Agus Tony Poputra mengungkapkan beberapa faktor yang membuat rupiah sangat rentan terhadap pengaruh global.
Pertama, kata dia, kurangnya usaha serius pemerintah selama beberapa dekade mendorong produksi barang substitusi impor. Hasilnya tekanan impor semakin deras yang berujung rupiah semakin terekspos. (Baca juga: BI dan Pemerintah Diminta Tanggapi Serius Pelemahan Rupiah)
Kedua, lambatnya penerapan kebijakan hilirisasi terutama di sektor pertambangan. Ini membuat sumber daya alam terdeplesi luar biasa, namun nilai tambah domestik sangat kecil. Selain itu, terjadi export illusion yang signifikan pada sektor pertambangan, yaitu nilai ekspor besar tetapi devisa masuk kecil. Ini membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan dalam negeri tumbuh lambat, serta cadangan devisa tidak meningkat signifikan.
"Selama empat tahun terakhir, cadangan devisa Indonesia hanya berkutat pada USD95-124,64 miliar. Di mana tertinggi sebesar USD124,64 miliar dicapai pada Agustus 2011. Angka tertinggi ini sulit dicapai kembali. Bahkan pada Mei 2015 posisinya hanya sebesar USD110,8 miliar. Jumlah sebesar itu membuat intervensi BI untuk menstabilisasi rupiah tidak terlalu kuat," terang Agus siaran pers kepada Sindonews, Kamis (18/6/2015).
Ketiga, lanjut dia, lebih dari 20 tahun pemerintah tidak memberi perhatian serius terhadap kebijakan local content. Dampaknya, nilai impor bahan baku semakin meningkat seiring bertambahnya permintaan produk untuk pasar domestik maupun ekspor.
Keempat, meningkatnya perilaku konsumsi barang impor sebagai alat aktualisasi diri sehingga meningkatkan permintaan barang impor. Kondisi ini terjadi karena minimnya kampanye untuk menggunakan produk dalam negeri.
"Kelima, penerapan kebijakan devisa yang terlalu bebas. Ini mengakibatkan sulit mengendalikan pergerakan devisa, sehingga rupiah menjadi mudah dimainkan," tandas Agus.
Baca juga:
Tanggapan BI Rupiah Masih Berada di Titik Krisis Moneter
HT: Tidak Ada Teori Rupiah Menguat Itu Buruk
Penyebab Pelemahan Rupiah Tak Mampu Dongkrak Ekspor
Pertama, kata dia, kurangnya usaha serius pemerintah selama beberapa dekade mendorong produksi barang substitusi impor. Hasilnya tekanan impor semakin deras yang berujung rupiah semakin terekspos. (Baca juga: BI dan Pemerintah Diminta Tanggapi Serius Pelemahan Rupiah)
Kedua, lambatnya penerapan kebijakan hilirisasi terutama di sektor pertambangan. Ini membuat sumber daya alam terdeplesi luar biasa, namun nilai tambah domestik sangat kecil. Selain itu, terjadi export illusion yang signifikan pada sektor pertambangan, yaitu nilai ekspor besar tetapi devisa masuk kecil. Ini membuat Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan dalam negeri tumbuh lambat, serta cadangan devisa tidak meningkat signifikan.
"Selama empat tahun terakhir, cadangan devisa Indonesia hanya berkutat pada USD95-124,64 miliar. Di mana tertinggi sebesar USD124,64 miliar dicapai pada Agustus 2011. Angka tertinggi ini sulit dicapai kembali. Bahkan pada Mei 2015 posisinya hanya sebesar USD110,8 miliar. Jumlah sebesar itu membuat intervensi BI untuk menstabilisasi rupiah tidak terlalu kuat," terang Agus siaran pers kepada Sindonews, Kamis (18/6/2015).
Ketiga, lanjut dia, lebih dari 20 tahun pemerintah tidak memberi perhatian serius terhadap kebijakan local content. Dampaknya, nilai impor bahan baku semakin meningkat seiring bertambahnya permintaan produk untuk pasar domestik maupun ekspor.
Keempat, meningkatnya perilaku konsumsi barang impor sebagai alat aktualisasi diri sehingga meningkatkan permintaan barang impor. Kondisi ini terjadi karena minimnya kampanye untuk menggunakan produk dalam negeri.
"Kelima, penerapan kebijakan devisa yang terlalu bebas. Ini mengakibatkan sulit mengendalikan pergerakan devisa, sehingga rupiah menjadi mudah dimainkan," tandas Agus.
Baca juga:
Tanggapan BI Rupiah Masih Berada di Titik Krisis Moneter
HT: Tidak Ada Teori Rupiah Menguat Itu Buruk
Penyebab Pelemahan Rupiah Tak Mampu Dongkrak Ekspor
(dmd)