Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Dipangkas

Selasa, 23 Juni 2015 - 10:10 WIB
Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Dipangkas
Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Dipangkas
A A A
JAKARTA - Pemerintah kembali mengusulkan untuk memangkas asumsi pertumbuhan ekonomi indikatif tahun 2016 dalam kisaran 5,5-6%.

Angka ini lebih rendah dari usulan yang disampaikan pada draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 di mana angka pertumbuhan ekonomi dipatok di kisaran 5,8–6,2%. Pemerintah juga menetapkan asumsi makro lainnya untuk RAPBN 2016 yakni inflasi yang ditarget 3,5-5% dan kurs rupiah di kisaran Rp12.800- 13.200 per dolar AS.

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pemerintah masih menaruh harapan terhadap perkiraan membaiknya kondisi perekonomian global tahun depan. Namun, dia tetap mengkhawatirkan kondisi perekonomian global yang tidak pasti. Bambang beralasan, pemangkasan asumsi pertumbuhan ekonomi dari sebelumnya di kisaran 5,8-6,2% menjadi 5,5-6% karena Kemenkeu menggunakan indikator makroekonomi yang lama.

Dia pun menyebut revisi asumsi ini sudah memperhitungkan indikator makroekonomi termasuk pertumbuhan ekonomi kuartal I/2015 yang hanya 4,7%. ”Melihat perkembangan terakhir, kami mengusulkan pertumbuhan ekonomi tahun depan 5,5 sampai 6% di mana 6% adalah kemungkinan optimisme ekonomi global,” ujar Bambang di Gedung DPR/MPR, Jakarta, kemarin.

Membaiknya perekonomian global yang dimaksud Bambang adalah proyeksi dari lembaga moneter internasional atau International Monetary Fund (IMF) yang memprediksi ekonomi global tumbuh 3,8%. ”Angka ini lebih baik dari proyeksi IMF tahun ini sebesar 3,3%,” ucap dia.

Kendati demikian, mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu menyebut tahun depan adalah periode ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Kondisi ekonomi global, kata dia, tidak lagi ditentukan hanya oleh kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). ”Kalau kemarin isunya hanya The Fed, sekarang Yunani juga ikut berpengaruh terhadap ekonomi global,” ucap dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo. Menurut Agus, perkiraan ekonomi global tahun depan yang lebih baik dari tahun ini akan berdampak pada perekonomian nasional. ”Membaiknya pertumbuhan ekonomi global memengaruhi kinerja ekspor karena harga komoditas akan terbantu,” ucap dia.

Namun, Agus memperkirakan ekonomi Indonesia tahun 2016 akan tumbuh pada kisaran 5,4-5,8% dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp13.000-13.400. Dia pun menyebut prospek ekonomi nasional tahun depan masih akan dipengaruhi oleh konsumsi domestik dan investasi. ”Kalau belanja infrastruktur bisa direalisasikandisemesterII/ 2015, inijuga akan membantu pertumbuhan ekonomi di 2016,” katanya.

Target Lifting Gas 1,3 Juta BOEPD

Di bagian lain, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati target produksi siap jual (lifting) gas bumi dalam RAPBN 2016 sebesar 1,1- 1,3 juta barel oil per day (boepd). Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, kesepakatan tersebut didapat setelah semua fraksi mengusulkan batas bawah lifting gas 1,1 juta boepd. ”Dan, semua sepakat bahwa artinya batas bawah dapat disepakati bersama,” kata Satya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Satya sebagai pimpinan rapat merinci, pada rapat tersebut Partai Golongan Karya (Golkar) mengusulkan lifting gas 1,1-1,3 juta boped, Partai Demokrat 1,15-1,2 juta boepd, Partai Amanat Nasional (PAN) 1,1-1,2 juta boepd, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 1,1-1,2 juta boepd, Nasional Demokrat (Nasdem) 1,1-1,25 juta boepd, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1,125-1,225 juta boepd, Hanura 1,15-1,3 juta boepd, Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan( PDIP) 1,1-1,2jutaboepd, dan Partai Gerindra 1,2-1,3 juta boepd. ”Dari hasil usulan itu disepakati lifting gas 1,1-1,3 juta boepd,” terang Satya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan, akan berusaha mendorong pencapaian lifting gas yang telah disepakati antara pemerintah dan DPR. Hal itu sebagai kompensasi target lifting minyak dalam RAPBN 2016 yang masih rendah yakni di kisaran 800.000- 830.000 barel per hari (bph). ”Kami akan berusaha mengikuti usulan dari Komisi VII DPR, karena memang itu sudah menjadi tugas kami,” tuturnya.

Rahmat fiansyah/ Nanang wijayanto
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8232 seconds (0.1#10.140)