Dwelling Time Harus Dipercepat

Rabu, 24 Juni 2015 - 09:36 WIB
Dwelling Time Harus Dipercepat
Dwelling Time Harus Dipercepat
A A A
JAKARTA - Masa tunggu bongkar muat barang impor di pelabuhan (dwelling time) harus dipercepat. Untuk itu, perlu koordinasi lebih baik di antara instansi terkait.

Di antara sejumlah masalah yang menyebabkan lamanya dwelling time, tahapan pre customs clearance menjadi yang paling disorot. Menurut Plt Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Supraptono, pada tahapan ini memerlukan waktu 3,6 hari atau 65%, dari keseluruhan proses bongkar muat.

Sementara post customs clearance dengan waktu 1,3 hari atau 24% dari total masa tunggu. ”Adapun kami memiliki porsi sebesar 11% atau 0,65 hari dari seluruh rangkaian masa tunggu waktu. Kami akan persingkat lagi menjadi 0,5 hari,” ujar dia saat Konferensi di Media Center DJBC Rawamangun, Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, walaupun permasalahan pre customs porsinya didominasi oleh kementerian/ lembaga/badan lain yang terkait, tetap ada koordinasi bersama dengan DJBC untuk mempercepat masa tunggu dan dapat segera digerakkan ke segmen selanjutnya. Lamanya proses dwelling time di pelabuhan juga mendapat sorotan dari Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi.

Menurutnya, masalah dwelling time merupakan masalah klasik yang selalu berulang. ”Koordinasi sudah dilakukan sejak zamannya (presiden) SBY. Ini klasik betul, tapi 18 instansi di sana tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Semua sendiri-sendiri dan menimbulkan ‘high cost’,” katanya dia pekan lalu.

Supraptono menambahkan, besarnya alokasi waktu di tahap pre customs clearance disebabkan 51% dari komoditas impor masih diwajibkan memenuhi perizinan impor dari instansi terkait. Saat inspeksi mendadak (sidak) pekan lalu Presiden Joko Widodo menemukan fakta bahwa dwelling time pada Juni ini masih mencapai 5,5 hari.

Angka tersebut meleset dari target seharusnya yaitu 4,7 hari. Saat sidak tersebut, Presiden mengaku kecewa dan sempat marah karena tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan dari instansi terkait soal masih lamanya dwelling time.

Terkait persoalan tersebut, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino melaporkan kepada Kepala Staf Presiden Luhut Binsar Panjaitan bahwa penyebab masih lamanya dwelling time adalah delapan kementerian terkait belum tersambung. ”(Dwelling time ) bukan salah Pelindo. Itu karena delapan kementerian itu,” kata RJ Lino di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/6).

Di bagian lain, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel merespons lamanya dwelling time dengan mengeluarkan empat poin kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Di antaranya barang impor yang belum memiliki izin tidak boleh dibongkar di pelabuhan. Dengan demikian, setiap importir wajib menyertakan izin pengiriman barang sehingga bagi yang belum mengurus izinnya dilarang untuk masuk dan dibongkar di pelabuhan.

Supraptono menambahkan, faktor lain yang menyebabkan dwelling time lama adalah dipengaruhi perilaku pengusaha yang terbiasa menimbun barang di pelabuhan. Menurut DJBC, terdapat 43% importir yang baru menyampaikan pemberitahuan impor setelah tiga hari atau lebih sejak barangnya dibongkar di pelabuhan.

”Walau permasalahan pre customs porsinya didominasi oleh kementerian/ lembaga/badan terkait, tetap ada koordinasi bersama dengan DJBC untuk mempercepat masa tunggu, dan dapat segera digerakkan ke segmen selanjutnya,” tutur dia.

Kepala Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Tanjung Priok Fajar Donny Cahyadi menambahkan, untuk menstabilkan waktu proses terkait yang menjadi tanggung jawab DJBC, akan dilakukan dua upaya secara operasional maupun dari segi kebijakan.

”Kami akan pantau penarikan kontainer, percepatan pelaksanaan pemeriksaan fisik, mandatori program penyerahan dokumen pelengkap pabean online sebagai pengganti metode sebelumnya yang masih berbentuk berkas,” ungkapnya.

Rabia edra almira/ant
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4324 seconds (0.1#10.140)