Tukar Guling Mitratel Tetap Berlanjut
A
A
A
JAKARTA - Aksi korporasi tukar guling atau share swap PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak perusahaan PT Telkom, dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dipastikan masih berlanjut.
Telkom memperpanjang masa perjanjian bersyarat (Conditional Share Exchange Agreement/ CSEA) yang telah berakhir pada 30 Juni 2015 dan menunggu hasil review yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Transaksi ini tidak batal. Dan, direksi meyakini bahwa aksi korporasi ini merupakan opsi terbaik namun tetap memerlukan persetujuan dari dewan komisaris. Sampai saat ini telah dilakukan review dari BPKP, JAMDATUN, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dari BPK,” ujar Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, pengajuan persetujuan kepada dewan komisaris belum dilakukan karena menghormati proses review dan klarifikasi yang masih berlangsung dari lembaga KPK dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pihak Telkom dengan Komisi VI DPR yang masih diskors.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno usai Rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada Selasa(30/6) menyatakan telah menerima laporan secara lisan dari Dewan Komisaris Telkom tentang pembatalan transaksi tukar guling saham Mitratel dengan TBIG.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Masyarakat Telematika (Mastel) Kristiono menyatakan, jika ada pembatalan aksi korporasi dari PT Mitratel dengan PT TBIG, harus melalui prosedur yang berlaku. ”Saya rasa mekanismenya tidak demikian, karena pemegang saham ini kan bukan hanya pemerintah tapi publik juga. informasinya harus simetris, mekanismenya tidak seperti itu,” ungkap mantan Direktur Utama Telkom ini.
Biasanya, lanjut Kristiono, mekanisme yang resmi adalah dari direksi perusahaan akan menyampaikan kepada publik. Karena saat terjadi aksi korporasi, ada keterbukaan ke publik. ”Jadi, sepanjang dari direksi belum ada pengumuman resmi tentang transaksi itu, apakah dilanjutkan atau dibatalkan, berarti belum batal. Karena, mekanisme yang resmi untuk perusahaan terbuka begitu. Jadi, menunggu keputusan direksi,” lanjutnya.
Kristono menambahkan, Telkom sudah menandatangani share swap agreement dengan pihak lain, berarti sudah ada disclosure kepada publik. ”Jadi, investor publik juga sudah tahu, tapi memang belum closing , karena ada condition. Jadi, tergantung condition -nya. Kalau diperpanjang, dibatalkan, atau apa pun, tentu harus ada penjelasan kepada publik, investor publik,” paparnya.
Dia mengatakan, ketika informasi dikeluarkan perusahaan, sudah menjadi perhitungan pemegang saham atau publik dan sudah memengaruhi valuasi dari perseroan. Itu memang belum efektif karena masih menunggu penutupan. Tapi kalau itu closing, berarti nilai yang sudah diperhitungkan itu akan terjadi dan kadang-kadang investor sudah antisipasi.
”Ini perusahaan publik, perusahaan yang informasinya harus dipublikasikan dan menjadi faktor yang diperhitungkan oleh publik dan berpengaruh pada harga saham,” pungkasnya.
Hafid fuad
Telkom memperpanjang masa perjanjian bersyarat (Conditional Share Exchange Agreement/ CSEA) yang telah berakhir pada 30 Juni 2015 dan menunggu hasil review yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Transaksi ini tidak batal. Dan, direksi meyakini bahwa aksi korporasi ini merupakan opsi terbaik namun tetap memerlukan persetujuan dari dewan komisaris. Sampai saat ini telah dilakukan review dari BPKP, JAMDATUN, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dari BPK,” ujar Vice President Corporate Communication Telkom Arif Prabowo di Jakarta kemarin.
Dia menjelaskan, pengajuan persetujuan kepada dewan komisaris belum dilakukan karena menghormati proses review dan klarifikasi yang masih berlangsung dari lembaga KPK dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara pihak Telkom dengan Komisi VI DPR yang masih diskors.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno usai Rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada Selasa(30/6) menyatakan telah menerima laporan secara lisan dari Dewan Komisaris Telkom tentang pembatalan transaksi tukar guling saham Mitratel dengan TBIG.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Masyarakat Telematika (Mastel) Kristiono menyatakan, jika ada pembatalan aksi korporasi dari PT Mitratel dengan PT TBIG, harus melalui prosedur yang berlaku. ”Saya rasa mekanismenya tidak demikian, karena pemegang saham ini kan bukan hanya pemerintah tapi publik juga. informasinya harus simetris, mekanismenya tidak seperti itu,” ungkap mantan Direktur Utama Telkom ini.
Biasanya, lanjut Kristiono, mekanisme yang resmi adalah dari direksi perusahaan akan menyampaikan kepada publik. Karena saat terjadi aksi korporasi, ada keterbukaan ke publik. ”Jadi, sepanjang dari direksi belum ada pengumuman resmi tentang transaksi itu, apakah dilanjutkan atau dibatalkan, berarti belum batal. Karena, mekanisme yang resmi untuk perusahaan terbuka begitu. Jadi, menunggu keputusan direksi,” lanjutnya.
Kristono menambahkan, Telkom sudah menandatangani share swap agreement dengan pihak lain, berarti sudah ada disclosure kepada publik. ”Jadi, investor publik juga sudah tahu, tapi memang belum closing , karena ada condition. Jadi, tergantung condition -nya. Kalau diperpanjang, dibatalkan, atau apa pun, tentu harus ada penjelasan kepada publik, investor publik,” paparnya.
Dia mengatakan, ketika informasi dikeluarkan perusahaan, sudah menjadi perhitungan pemegang saham atau publik dan sudah memengaruhi valuasi dari perseroan. Itu memang belum efektif karena masih menunggu penutupan. Tapi kalau itu closing, berarti nilai yang sudah diperhitungkan itu akan terjadi dan kadang-kadang investor sudah antisipasi.
”Ini perusahaan publik, perusahaan yang informasinya harus dipublikasikan dan menjadi faktor yang diperhitungkan oleh publik dan berpengaruh pada harga saham,” pungkasnya.
Hafid fuad
(ftr)