Ekspor Elektronik Bisa Tumbuh 12%

Kamis, 02 Juli 2015 - 11:11 WIB
Ekspor Elektronik Bisa...
Ekspor Elektronik Bisa Tumbuh 12%
A A A
JAKARTA - The Hong Kong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) memproyeksikan ekspor Indonesia hingga 2030 masih didominasi komoditas.

Di sisi lain, ekspor produk elektronik diperkirakan tumbuh mendekati 12% per tahun. Dalam survei HSBC Global Connection, ekspor bahan mentah dan bahan bakar mineral Indonesia hingga 2030 diproyeksi masih mendominasi sebesar 60% dari total ekspor barang.

Hal ini bertolak belakang dengan target pemerintah yang berkomitmen untuk membalik porsieksporkomoditasyangsaat ini masih 70% dari total ekspor menjadi hanya 30%. Menurut survey HSBC, program hilirisasi dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri memang bisa berkontribusi positif terhadap ekspor.

Contohnya nikel, bauksit dan tembaga yang harus dimurnikan terlebih dahulu sebelum diekspor. HSBC memperkirakan pengembangan industri dan manufaktur di Indonesia akan menyumbang 25% dari total pertumbuhan ekspor periode 2021-2030.

Managing Director Commercial Banking HSBC Indonesia Quang Buu Huynh mengatakan, sesuai arahan pemerintah Indonesia untuk mendorong manufaktur dan pengembangan teknologi, maka ekspor manufaktur terutama elektronik akan berkembang. Hal ini juga sejalan dengan meningkatnya permintaan dan penggunaan peralatan teknologi, komunikasi, informasi (ICT) di domestik maupun global.

”Ekspor elektronik Indonesia diperkirakan meningkat signifikan dengan pertumbuhan 12% per tahun hingga 2030,” ujarnya di Jakarta, Selasa (30/6). Sebagai catatan, pangsa ekspor elektronik Indonesia terhadap ekspor elektronik global saat ini masih kecil, yaitu 0,5% pada 2014 dan diproyeksikan menjadi 0,7% pada 2030.

Adapun, jawaranya adalah China yang berhasil menggeser Eropa, dengan pangsa ekspor produk ICT 35% pada 2014 dan akan meningkat menjadi 44% pada 2030. Sementara, HSBC juga memproyeksikan perdagangan barang secara global yang sebelumnya hanya tumbuh 1,5% per tahun (periode 2012-2014) akan meningkat menjadi 8% pertahun mulai 2017.

Faktor pendorong peningkatan tersebut di antaranya kesepakatan kerja sama perdagangan bebas, baik bilateral maupun multilateral, seperti Trans Pacific Partnership (TPP) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Managing Director Global Markets HSBC Indonesia Ali Setiawan mengatakan, kendati pemerintah optimistis akan ada perbaikan pertumbuhan ekonomi di paruh kedua 2015, pihaknya belum melihat tandatanda itu.

”Dari pantauan kami, beberapa sektor industri masih lemah. Konsumsi domestik sebagai penggerak ekonomi juga masih rendah. Contohnya, ada perusahaan multinasional yang mengungkapkan bahwa penjualan produk susu menurun,” sebutnya.

Ali berharap, belanja pemerintah dan infrastruktur di semester II segera direalisasikan sehingga bisa membantu menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

Inda susanti
(ftr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0475 seconds (0.1#10.140)