Kebijakan GWM Dorong Kredit Tumbuh
A
A
A
JAKARTA - Revisi kebijakan Bank Indonesia (BI) terkait giro wajib minimum (GWM) dan loan to funding ratio (LFR) diharapkan mendorong pertumbuhan kredit industri perbankan khususnya ke sektor-sektor produktif.
Direktur Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan, masih adanya kendala dalam penyaluran kredit atau pembiayaan UMKM yang disebabkan rendahnya akses UMKM untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan, dipandang perlu bauran kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan giro wajib minimum (GWM) berdasarkan loan to funding ratio (LFR) yang dikaitkan dengan pencapaian rasio kredit UMKM.
”Perubahan fitur giro wajib minimum - loan to funding ratio mencakup pemberian insentif/disinsentif bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dengan memperhitungkan kualitas kredit,” kata Yunita saat ”Diskusi Bareng Media” di Jakarta kemarin.
Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia N.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dia mengungkapkan, pemberian insentif kepada bank umum konvensional memiliki kriteria seperti kredit bermasalah (nonperforming loan/ NPL) total kredit dan NPL kredit UMKM masing-masing <5% serta mulai berlaku pada Agustus 2015. Sementara, pemberian disinsentif kepada bank umum konvensional yakni berupa rasio NPL total kredit atau rasio NPL kredit UMKM lebih besar dari 5% dan berlaku mulai Februari 2016.
Tetapi, perubahan disinsentif ini tidak berlaku bagi bank umum syariah. Menurutnya, bank umum wajib menyampaikan laporan pemberian kredit/pembiayaan kepada UMKM secara langsung maupun tidak langsung secara online. Dalam hal pelaporan pemberian kredit kepada UMKM, bank umum wajib menyampaikan secara offline kepada BI setiap kuartalan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Sedangkan, bank yang tidak melakukan penyaluran kredit UMKM melalui pola executing tetap diwajibkan menyampaikan laporan pemberian kredit atau pembiayaan kepada UMKM melalui kerja sama pola executing. ”Penyampaian laporan secara offline berlaku hingga BI menetapkan kewajiban penyampaian laporan tersebut secara online,” paparnya.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudential Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati menambahkan, perubahan perhitungan GWM ini bisa memperbaiki kualitas sumber dana dari bank konvensional. Lebih lanjut dia menuturkan, dengan mengikutsertakan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank ke dalam perhitungan loan to deposit ratio (LDR) kebijakan GWM-LDR, sehingga formula LDR menjadi kredit/ (DPK+surat berharga yang diterbitkan bank) maka akan mendorong perbankan menyalurkan kredit dan pendalaman pasar keuangan.
Adapun, surat berharga yang dimaksud seperti MTN serta obligasi. ”Ini dapat mendorong pertumbuhan kredit, namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian melalui mekanisme insentif maupun disinsentif,” pungkas dia.
Kunthi fahmar sandy
Direktur Departemen Pengembangan UMKM Bank Indonesia Yunita Resmi Sari mengatakan, masih adanya kendala dalam penyaluran kredit atau pembiayaan UMKM yang disebabkan rendahnya akses UMKM untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari perbankan, dipandang perlu bauran kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan giro wajib minimum (GWM) berdasarkan loan to funding ratio (LFR) yang dikaitkan dengan pencapaian rasio kredit UMKM.
”Perubahan fitur giro wajib minimum - loan to funding ratio mencakup pemberian insentif/disinsentif bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dengan memperhitungkan kualitas kredit,” kata Yunita saat ”Diskusi Bareng Media” di Jakarta kemarin.
Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia N.14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dia mengungkapkan, pemberian insentif kepada bank umum konvensional memiliki kriteria seperti kredit bermasalah (nonperforming loan/ NPL) total kredit dan NPL kredit UMKM masing-masing <5% serta mulai berlaku pada Agustus 2015. Sementara, pemberian disinsentif kepada bank umum konvensional yakni berupa rasio NPL total kredit atau rasio NPL kredit UMKM lebih besar dari 5% dan berlaku mulai Februari 2016.
Tetapi, perubahan disinsentif ini tidak berlaku bagi bank umum syariah. Menurutnya, bank umum wajib menyampaikan laporan pemberian kredit/pembiayaan kepada UMKM secara langsung maupun tidak langsung secara online. Dalam hal pelaporan pemberian kredit kepada UMKM, bank umum wajib menyampaikan secara offline kepada BI setiap kuartalan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
Sedangkan, bank yang tidak melakukan penyaluran kredit UMKM melalui pola executing tetap diwajibkan menyampaikan laporan pemberian kredit atau pembiayaan kepada UMKM melalui kerja sama pola executing. ”Penyampaian laporan secara offline berlaku hingga BI menetapkan kewajiban penyampaian laporan tersebut secara online,” paparnya.
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudential Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati menambahkan, perubahan perhitungan GWM ini bisa memperbaiki kualitas sumber dana dari bank konvensional. Lebih lanjut dia menuturkan, dengan mengikutsertakan surat-surat berharga (SSB) yang diterbitkan bank ke dalam perhitungan loan to deposit ratio (LDR) kebijakan GWM-LDR, sehingga formula LDR menjadi kredit/ (DPK+surat berharga yang diterbitkan bank) maka akan mendorong perbankan menyalurkan kredit dan pendalaman pasar keuangan.
Adapun, surat berharga yang dimaksud seperti MTN serta obligasi. ”Ini dapat mendorong pertumbuhan kredit, namun tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian melalui mekanisme insentif maupun disinsentif,” pungkas dia.
Kunthi fahmar sandy
(bbg)