Pertamina Butuh Regulasi yang Kondusif
A
A
A
JAKARTA - Amendemen Undang-Undang No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) yang hingga kini belum rampung dinilai membuat perusahaan migas nasional menjadi kurang kompetitif.
Hal itu disinyalir dari sulitnya BUMN migas untuk berkembang menjadi lebih besar selama 15 tahun diterapkannya undang-undang tersebut. Ketua Koordinator Industri Gas Kamar dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjayamengatakan, konsepliberalisasi dalam regulasi itu membuat BUMN yang bergerak di bidang migas selalu terganjal.
Padahal, keberadaan perusahaan milik negara yang kuat di sektor migas yang strategis amat dibutuhkan. ”Di dunia ini sebuah negara bisa menjadi besar jika memiliki dua aspek ketahanan, yaitu ketahanan energi dan ketahanan pangan. Kalau regulasinya tidak cepat dibenahi, maka iklim usaha tetap tidak kondusif dan memperlemah BUMN migas yang ada di Indonesia, yaitu Pertamina,” kata Achmad kepada media di Jakarta, kemarin.
Achmad mengkritisi lambannya proses amendemen UU No 22/2001 yang telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Padahal, regulasi yang lebih kondusif amat dibutuhkan agar BUMN energi nasional seperti Pertamina, bisa dengan cepat membesarkan diri secara optimal. ”Wajar kalau kita ingin Pertamina besar dan menjadi tidak kerdil karena adanya UU yang tidak sesuai dengan iklim migas kita.
Sudah berapa menteri yang menjalani UU ini, dan sudah berapa kepmen yang dikeluarkan karena ketidakcocokkan UU yang liberal ini. Bahkan, kepmen sering lebih terpakai ketimbang UU-nya,” tutur dia. Achmad mengingatkan, pemerintah dan DPR wajib memiliki visi agar Pertamina bisa mendongkrak kinerjanya untuk kemudian bermain secara lebih luas di kancah dunia.
Hal itu hanya bisa direalisasikan jika regulasi saat ini yang sangat membatasi ruang gerak Pertamina untuk tumbuh dan berkembang diperbaiki. Achmad menambahkan, jika Pertamina menjadi lebih besar, maka kontribusi dari BUMN ini akan lebih signifikan bagi negara dan masyarakat.
Achmad menuturkan, dengan regulasi yang sesuai, Pertamina bisa difungsikan menjadi holding utama perusahaan-perusahaan negara di sektor energi. ”Kemudian perusahaan energi lainnya menjadi bagian didalamnya. Dengan begitu, maka keluarnya kita bisa sangat kuat,” ujarnya.
Dia yakin holding perusahaan energi nasional tersebut akan lebih optimal dalam bermain di dunia internasional. Dia mencontohkan, Petronas besar karena didukung Pemerintah Malaysia dengan payung hukum dan regulasi yang kondusif. Sebelumnya pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Muslimin Anwar mengatakan, belum terlambat untuk mengejar ketertinggalan dalam membentuk holding energi di Indonesia.
Dia menegaskan, pembentukan holding merupakan strategi efektif dalam mendorong keunggulan kompetitif perusahaan energi nasional. ”Saya optimistis, jika segera dibentuk, maka ketertinggalan aset Pertamina dari Petronas pasti akan terkejar,” ujarnya.
M faizal
Hal itu disinyalir dari sulitnya BUMN migas untuk berkembang menjadi lebih besar selama 15 tahun diterapkannya undang-undang tersebut. Ketua Koordinator Industri Gas Kamar dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjayamengatakan, konsepliberalisasi dalam regulasi itu membuat BUMN yang bergerak di bidang migas selalu terganjal.
Padahal, keberadaan perusahaan milik negara yang kuat di sektor migas yang strategis amat dibutuhkan. ”Di dunia ini sebuah negara bisa menjadi besar jika memiliki dua aspek ketahanan, yaitu ketahanan energi dan ketahanan pangan. Kalau regulasinya tidak cepat dibenahi, maka iklim usaha tetap tidak kondusif dan memperlemah BUMN migas yang ada di Indonesia, yaitu Pertamina,” kata Achmad kepada media di Jakarta, kemarin.
Achmad mengkritisi lambannya proses amendemen UU No 22/2001 yang telah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Padahal, regulasi yang lebih kondusif amat dibutuhkan agar BUMN energi nasional seperti Pertamina, bisa dengan cepat membesarkan diri secara optimal. ”Wajar kalau kita ingin Pertamina besar dan menjadi tidak kerdil karena adanya UU yang tidak sesuai dengan iklim migas kita.
Sudah berapa menteri yang menjalani UU ini, dan sudah berapa kepmen yang dikeluarkan karena ketidakcocokkan UU yang liberal ini. Bahkan, kepmen sering lebih terpakai ketimbang UU-nya,” tutur dia. Achmad mengingatkan, pemerintah dan DPR wajib memiliki visi agar Pertamina bisa mendongkrak kinerjanya untuk kemudian bermain secara lebih luas di kancah dunia.
Hal itu hanya bisa direalisasikan jika regulasi saat ini yang sangat membatasi ruang gerak Pertamina untuk tumbuh dan berkembang diperbaiki. Achmad menambahkan, jika Pertamina menjadi lebih besar, maka kontribusi dari BUMN ini akan lebih signifikan bagi negara dan masyarakat.
Achmad menuturkan, dengan regulasi yang sesuai, Pertamina bisa difungsikan menjadi holding utama perusahaan-perusahaan negara di sektor energi. ”Kemudian perusahaan energi lainnya menjadi bagian didalamnya. Dengan begitu, maka keluarnya kita bisa sangat kuat,” ujarnya.
Dia yakin holding perusahaan energi nasional tersebut akan lebih optimal dalam bermain di dunia internasional. Dia mencontohkan, Petronas besar karena didukung Pemerintah Malaysia dengan payung hukum dan regulasi yang kondusif. Sebelumnya pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Muslimin Anwar mengatakan, belum terlambat untuk mengejar ketertinggalan dalam membentuk holding energi di Indonesia.
Dia menegaskan, pembentukan holding merupakan strategi efektif dalam mendorong keunggulan kompetitif perusahaan energi nasional. ”Saya optimistis, jika segera dibentuk, maka ketertinggalan aset Pertamina dari Petronas pasti akan terkejar,” ujarnya.
M faizal
(bbg)