Ekonomi Hadapi Tantangan Fundamental

Jum'at, 10 Juli 2015 - 11:02 WIB
Ekonomi Hadapi Tantangan...
Ekonomi Hadapi Tantangan Fundamental
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan fundamental ekonomi. Negara harus memulai siklus baru ekonomi yang berbeda dengan sebelumnya.

”Kita menghadapi tantangan ekonomi yang fundamental, tapi pemerintah siap menghadapi,” tegas Presiden dalam acara ”Silaturahmi dengan Dunia Usaha, Presiden Menjawab Tantangan Ekonomi” di Jakarta, kemarin. Presiden menyebutkan, saat ini perekonomian Indonesia mengalami pelambatan karena mesin pertumbuhan ekonomi yang sudah tidak sesuai lagi.

Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yakni ekspor komoditas mentah, kini tidak bisa lagi diandalkan karena harganya yang turun drastis. Presiden menegaskan, perekonomian tengah mengakhiri siklus lama dan mengarah pada siklus baru, yakni transisi dari konsumsi ke produksi dan investasi.

Perubahan ini menurutnya tidak bisa lagi ditunda. Reformasi ekonomi secara fundamental, kendati butuh banyak pengorbanan perlu dilakukan demi perkembangan di masa depan. Salah satu prioritas pemerintah menurutnya adalah memperbaiki kualitas infrasruktur di Indonesia. Buruknya infrastruktur telah menghambat pertumbuhan ekonomi.

Untuk itu, ruang fiskal yang ada melalui penghapusan subsidi akan dimanfaatkan seoptimal mungkin. ”Kita tidak bisa menunda lagi. Meski pahit, sakit, tidak ada kemajuan tanpa obat pahit. Banyak negara gagal meng-upgrade mesin ekonominya, bahkan menjanjikan kesejahteraan tanpa kerja keras, sekarang mereka di ambang kehancuran. Ini harus dihindari Indonesia,” tegas Presiden.

Saat Indonesia tengah membangun mesin pertumbuhan ekonomi yang baru, lanjut Presiden, diperlukan pula revolusi budaya manajemen. Semua pihak, termasuk pengusaha diharapkan juga mengubah budaya kerjanya. Presiden mencontohkan, dalam menghadapi pelemahan nilai tukar, produsen seharusnya tidak langsung menaikkan harga, namun mencari cara bagaimana menekan biaya, mengubah sistem distribusi dan produksi, sehingga lebih efisien.

”Ini yang bertahun-tahun dilakukan, padahal tingginya harga barang dan jasa membuat negara kita tidak kompetitif,” cetusnya. Presiden menyebutkan, dalam jangka pendek untuk menghadapi tantangan itu pemerintah akan melakukan stabilisasi perekonomian, termasuk di dalamnya menjaga harga kebutuhan pokok.

Selain itu, pemerintah akan mengoptimalkan belanja sambil menunggu bangkitnya mesin baru pertumbuhan ekonomi. Pemerintah juga akan menggalang dana investasi dari Jepang, Korea, China, Singapura, Jerman dan AS untuk keperluan produktif. ”Semua pendanaan ini diarahkan untuk investasi yang akan meningkatkan produktivitas, bukan konsumsi dan subsidi,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Ahli Sarjana Ekonomi Indonesia Darmin Nasution mengatakan, lesunya harga komoditas di pasar global memang secara signifikan telah menurunkan pendapatan dan daya konsumsi masyarakat Indonesia. Hal itu terutama terjadi di daerah luar Jawa, yang pergerakan ekonominya sangat mengandalkan ekspor komoditas dan bahan mentah.

Imbas negatif itu menurutnya sangat terasa, karena sejak tahun 2006 sektor usaha dan industri lebih mengandalkan ekspor komoditas dibandingkan menggiatkan industri manufaktur. ”Akhirnya ketika (harga komoditas) turun, itu sangat mempengaruhi penghasilan orang Indonesia,” ujar Mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Ketika tren pelambatan ekonomi domestik ini terjadi, lanjut Darmin, stimulus dari kebijakan fiskal pemerintah sebetulnya sangat diharapkan oleh dunia usaha dan masyarakat. Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa realisasi program- program yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 juga sangat terlambat. Itu menyebabkan upaya antisipasi pelambatan ekonomi global menjadi tidak maksimal.

Tercatat, realisasi belanja pemerintah pusat dari APBN-P 2015 hingga semester I/2015 baru mencapai 33,1%. ”Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Perhubungan mencatatkan realisasi pengeluaran yang masih di bawah tahun lalu, sementara masih ada beban target pajak yang tinggi,” kata dia.

Karena itu, diperlukan kerja ekstra keras untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,7% dalam APBN-P 2015. Seperti diketahui, pada kuartal I/2015 pelambatan ekonomi hanya mencatatkan pertumbuhan 4,71%. Sementara, akibat masih lemahnya kinerja ekspor terkait rendahnya harga-harga komoditas di pasar global, turunnya konsumsi, dan belum optimalnya belanja pemerintah,

telah menyebabkan sejumlah lembaga keuangan internasional menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Tercatat, Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia baru-baru ini mengoreksi proyeksi mereka atas pertumbuhan ekonomi Indonesia masingmasing menjadi 5% dan 4,7%. Padahal, di awal tahun kedua lembaga tersebut masih cukup optimis pertumbuhan ekonomi nasional bisa mencapai 5,5% dan 5,2%.

Rahmat fiansyah/ant
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0612 seconds (0.1#10.140)