Perpanjangan Kontrak JICT Harus Libatkan Kementerian

Minggu, 12 Juli 2015 - 15:26 WIB
Perpanjangan Kontrak...
Perpanjangan Kontrak JICT Harus Libatkan Kementerian
A A A
JAKARTA - Indonesia Port Watch (IPW) menyatakan, masalah perpanjangan kontrak PT Jakarta International Container Terminal atau JICT harus melibatkan kementerian terkait.

Alasannya, PT JICT yang merupakan pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia dengan kinerja layanan terbaik di Indonesia tersebut merupakan aset nasional yang sangat strategis.

"Sehingga keputusan memperpanjang masa konsesi ke asing selama 20 tahun ke depan harus dilakukan secara terbuka dan tak boleh dilakukan sepihak," ujar Presiden IPW Syaiful Hasan dalam rilisnya, Minggu (12/7/015).

Dia bahkan menentang pernyataan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino mengenai perpanjangan konsesi PT JICT hanya sebagai aksi korporasi.

“Saya kira tak berlogika, seorang Dirut Pelindo II bisa mengatakan perpanjangan konsesi JICT bukan urusan Menteri Perhubungan, dan hanya merupakan aksi korporasi biasa. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun tidak diajak bicara. Ini suatu arogansi luar biasa” cetus Syaiful.

Sekadar informasi, RJ Lino, Dirut Pelindo II berencana akan memperpanjang konsesi JICT yang akan berakhir pada 2019, ke perusahaan swasta asing yang berpusat di Hong Kong melalui Hutchison Port Holdings (HPH) selama 20 tahun ke depan.

Dia mengingatkan bahwa PT JICT diprivatisasi ketika krisis moneter melanda tahun 1999 melalui pembahasan oleh tiga kementerian, antara lain Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Bahkan DPR juga ikut dilibatkan melalui berbagai kejanggalan, sehingga sangat wajar kalau kalau masalah perpanjangan bukan berada di tangan satu orang saja," pungkasnya.

Dia menegaskan bahwa IPW akan mendorong seluruh anak bangsa yang peduli untuk terus melakukan perlawanan sampai rencana perpanjangan konsesi ini dibatalkan.

Di tempat berbeda, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sebelumnya juga mengancam akan mencabut izin Badan Usaha Pelabuhan yang terlalu dominan dibanding regulator pelabuhan di bawah naungan kementerian yang dipimpinnya.

Badan Usaha Pelabuhan yang dimaksud adalah PT Pelindo II, yang bertindak selaku operator pelabuhan. Ancaman tersebut terkait leletnya waktu bongkar muat barang hingga ke luar pelabuhan.

"Harus ada sistem supaya dwelling time-nya bisa lebih cepat. Jangan sampai operator pelabuhan lebih berkuasa dari regulator (pemerintah), tidak bisa," tegas Jonan.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3836 seconds (0.1#10.140)