Raup Ratusan Juta dari Genderang Suara Bedug
A
A
A
JAKARTA - Hari Raya Idul Fitri tak lengkap rasanya jika tidak mendengar genderang suara khas bedug yang diarak keliling kampung atau diderukan di masjid sekitar kediaman kita. Alat musik terbuat dari kulit kambing atau sapi ini lekat dengan umat muslim di Tanah Air.
Berbicara mengenai bedug, Jalan Haji Mas Mansyur atau yang lebih dikenal dengan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat menjadi pusat penjualan bedug di Ibu Kota. Hampir di sepanjang kanan dan kiri jalan menjual alat tabuh tersebut.
Usut punya usut, menjamurnya pedagang bedug di kawasan itu lantaran mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pedagang kambing. Usaha musiman tersebut pun dirasa cukup menggiurkan dan menguntungkan.
Hal ini diakui oleh Sulaiman Said (56), yang telah menjadi pedagang bedug musiman sejak 2005 atau sekitar 10 tahun lalu. Menurutnya, bisnis bedug cukup menggiurkan lantaran omzet yang didapat lumayan.
Dia menyebutkan, omzet yang didapatnya dari menjual bedug selama Ramadan bisa mencapai Rp150 juta hingga Rp200 juta. Padahal, modal yang dikeluarkan Sulaiman sekitar Rp30 juta hingga Rp40 juta.
"Ya modal sekitar Rp30 sampai Rp40 juta. Uangnya gede juga sekitar Rp150 juta atau sekitar Rp200 jutaan," katanya saat berbincang dengan Sindonews di kawasan Tanah Abang, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Sulaiman, bedug yang diproduksinya ada yang berbahan kulit kambing dan kulit sapi. Untuk kulit kambing, dia membelinya sekitar Rp100.000/lembar, sementara kulit sapi Rp500.000/kilogram (kg).
"Kulit kambing kita beli dari tukang jagal kambing, di daerah Tanah Abang juga. Kalau kulit sapi, kita dari Cakung belinya. Kalau drum saya beli dari Jembatan Lima," imbuh dia.
Satu lembar kulit kambing, kata Sulaiman, bisa menghasilkan satu bedug ukuran besar dan satu bedug ukuran kecil. Sementara satu lembar kulit sapi, bisa menghasilkan hingga empat bedug ukuran besar.
Hal tersebut yang menjadikan harga bedug berbahan kulit kambing dan sapi dibanderol berbeda. Jika harga bedug kulit kambing dibanderol Rp500.000 maka bedug dengan kulit sapi bisa dihargai Rp1 juta hingga Rp5 juta.
"Kalau kambing Rp500.000 yang sudah jadi. Kalau sapi bisa Rp1 juta. Kalau yang kecil ada yang Rp200.000, ada yang Rp300.000 dan Rp150.000 paling murah. Kalau yang dari kayu, saya tidak bikin karena modalnya gede," tutur Sulaiman.
Dia menambahkan, pelanggannya tidak hanya datang dari Ibu Kota. Bahkan Sulaiman sempat mendapatkan order dari ujung timur Indonesia, Papua.
"Dari mal, pesantren. Daerah di luar kota juga ada. Dari Papua kadang beli di sini juga," katanya.
Sementara itu Rohim (51), yang sudah enam tahun menjadi pedagang bedug musiman ini mengaku juga tergiur dengan keuntungan yang didapat dari penjualan bedug. Kesehariannya sebagai tukang bangunan, cukup terbantu dengan usaha musiman itu.
"Jadi, saya langsung dari kulit sampai jadi bedug. Ini kan dagang tahunan, daripada nganggur, ya kita manfaatkan. Kalau sehari-hari kita di bangunan. Memang kita kecimpung tiap tahun. Ya kalau bedug untuk musiman di bulan puasa, lumayan hasilnya," kisahnya.
Dia menjelaskan, untuk menghasilkan bedug dengan suara nyaring, kulit kambing yang dibelinya seharga Rp50.000/lembar dikeringkan terlebih dahulu hingga tiga hari.
Hebatnya, Rohim mengaku tidak memiliki karyawan seorang pun. Seluruh bedug yang diproduksinya dikerjakan dengan tangan terampilnya sendiri.
"Saya sendiri (buat bedug). Ya satu jam bisa dapat dua bedug. Pelanggan banyak dari mal, dari hotel untuk yang kayu. Ada yang ngambil satu, ada yang ngambil dua," pungkas dia.
Berbicara mengenai bedug, Jalan Haji Mas Mansyur atau yang lebih dikenal dengan kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat menjadi pusat penjualan bedug di Ibu Kota. Hampir di sepanjang kanan dan kiri jalan menjual alat tabuh tersebut.
Usut punya usut, menjamurnya pedagang bedug di kawasan itu lantaran mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pedagang kambing. Usaha musiman tersebut pun dirasa cukup menggiurkan dan menguntungkan.
Hal ini diakui oleh Sulaiman Said (56), yang telah menjadi pedagang bedug musiman sejak 2005 atau sekitar 10 tahun lalu. Menurutnya, bisnis bedug cukup menggiurkan lantaran omzet yang didapat lumayan.
Dia menyebutkan, omzet yang didapatnya dari menjual bedug selama Ramadan bisa mencapai Rp150 juta hingga Rp200 juta. Padahal, modal yang dikeluarkan Sulaiman sekitar Rp30 juta hingga Rp40 juta.
"Ya modal sekitar Rp30 sampai Rp40 juta. Uangnya gede juga sekitar Rp150 juta atau sekitar Rp200 jutaan," katanya saat berbincang dengan Sindonews di kawasan Tanah Abang, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurut Sulaiman, bedug yang diproduksinya ada yang berbahan kulit kambing dan kulit sapi. Untuk kulit kambing, dia membelinya sekitar Rp100.000/lembar, sementara kulit sapi Rp500.000/kilogram (kg).
"Kulit kambing kita beli dari tukang jagal kambing, di daerah Tanah Abang juga. Kalau kulit sapi, kita dari Cakung belinya. Kalau drum saya beli dari Jembatan Lima," imbuh dia.
Satu lembar kulit kambing, kata Sulaiman, bisa menghasilkan satu bedug ukuran besar dan satu bedug ukuran kecil. Sementara satu lembar kulit sapi, bisa menghasilkan hingga empat bedug ukuran besar.
Hal tersebut yang menjadikan harga bedug berbahan kulit kambing dan sapi dibanderol berbeda. Jika harga bedug kulit kambing dibanderol Rp500.000 maka bedug dengan kulit sapi bisa dihargai Rp1 juta hingga Rp5 juta.
"Kalau kambing Rp500.000 yang sudah jadi. Kalau sapi bisa Rp1 juta. Kalau yang kecil ada yang Rp200.000, ada yang Rp300.000 dan Rp150.000 paling murah. Kalau yang dari kayu, saya tidak bikin karena modalnya gede," tutur Sulaiman.
Dia menambahkan, pelanggannya tidak hanya datang dari Ibu Kota. Bahkan Sulaiman sempat mendapatkan order dari ujung timur Indonesia, Papua.
"Dari mal, pesantren. Daerah di luar kota juga ada. Dari Papua kadang beli di sini juga," katanya.
Sementara itu Rohim (51), yang sudah enam tahun menjadi pedagang bedug musiman ini mengaku juga tergiur dengan keuntungan yang didapat dari penjualan bedug. Kesehariannya sebagai tukang bangunan, cukup terbantu dengan usaha musiman itu.
"Jadi, saya langsung dari kulit sampai jadi bedug. Ini kan dagang tahunan, daripada nganggur, ya kita manfaatkan. Kalau sehari-hari kita di bangunan. Memang kita kecimpung tiap tahun. Ya kalau bedug untuk musiman di bulan puasa, lumayan hasilnya," kisahnya.
Dia menjelaskan, untuk menghasilkan bedug dengan suara nyaring, kulit kambing yang dibelinya seharga Rp50.000/lembar dikeringkan terlebih dahulu hingga tiga hari.
Hebatnya, Rohim mengaku tidak memiliki karyawan seorang pun. Seluruh bedug yang diproduksinya dikerjakan dengan tangan terampilnya sendiri.
"Saya sendiri (buat bedug). Ya satu jam bisa dapat dua bedug. Pelanggan banyak dari mal, dari hotel untuk yang kayu. Ada yang ngambil satu, ada yang ngambil dua," pungkas dia.
(rna)