Pertamina Minta Dispensasi Kewajiban Pakai Rupiah
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) meminta dispensasi terkait kewajiban menggunakan mata uang rupiah, sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang kewajiban penggunaan rupiah dalam transaksi di dalam negeri.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, perseroan telah mengajukan surat kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan agar transaksi migas bisa diberikan pengecualian.
"Sekarang kan kita sudah mengajukan surat ke perdagangan dan kemenkeu untuk migas ini bisa diberikan pengecualian," ujarnya di Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (14/7/2015).
Dia menuturkan, permintaan perseroan agar diberikan pengecualian dalam transaksi migas di dalam negeri lantaran kebutuhan dolar Amerika Serikat (USD) cukup besar. Sebab itu, konversi rupiah tersebut bisa dipastikan membutuhkan ongkos tambahan.
"Jadi ini yang sedang kita urus, dan dalam proses lah. Ketika kebijakan itu ada, kita langsung bereaksi dan mengajukan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I GN Wiratmaja menuturkan, perusahaan terus melakukan koordinasi intensif dengan BI terkait kewajiban penggunaan rupiah di dalam negeri. Terlebih, industri migas merupakan industri strategis yang banyak berkontribusi terhadap penerimaan negara.
"Makanya dibagi dengan tiga kategori. Satu, yang langsung bisa transaksi dalam rupiah, dua, yang masih perlu dievaluasi apa bisa rupiah atau tetap dolar, tiga memang harus dolar. Jadi ke depan, kalau memang harus dolar ya akan pakai dolar. Migas itu seperti pengadaan elpiji untuk impor kan harus dolar, pengadaan LNG, sewa kapal asing, itu sedang dievaluasi," pungkasnya.
Baca juga:
Transaksi Wajib Pakai Rupiah, BI Jangan Lepas Tangan
Pertamina Kirim Surat ke BI soal Wajib Rupiah
Kemenhub: Pelabuhan Internasional Wajib Pakai Rupiah
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, perseroan telah mengajukan surat kepada Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan agar transaksi migas bisa diberikan pengecualian.
"Sekarang kan kita sudah mengajukan surat ke perdagangan dan kemenkeu untuk migas ini bisa diberikan pengecualian," ujarnya di Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (14/7/2015).
Dia menuturkan, permintaan perseroan agar diberikan pengecualian dalam transaksi migas di dalam negeri lantaran kebutuhan dolar Amerika Serikat (USD) cukup besar. Sebab itu, konversi rupiah tersebut bisa dipastikan membutuhkan ongkos tambahan.
"Jadi ini yang sedang kita urus, dan dalam proses lah. Ketika kebijakan itu ada, kita langsung bereaksi dan mengajukan," tegasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I GN Wiratmaja menuturkan, perusahaan terus melakukan koordinasi intensif dengan BI terkait kewajiban penggunaan rupiah di dalam negeri. Terlebih, industri migas merupakan industri strategis yang banyak berkontribusi terhadap penerimaan negara.
"Makanya dibagi dengan tiga kategori. Satu, yang langsung bisa transaksi dalam rupiah, dua, yang masih perlu dievaluasi apa bisa rupiah atau tetap dolar, tiga memang harus dolar. Jadi ke depan, kalau memang harus dolar ya akan pakai dolar. Migas itu seperti pengadaan elpiji untuk impor kan harus dolar, pengadaan LNG, sewa kapal asing, itu sedang dievaluasi," pungkasnya.
Baca juga:
Transaksi Wajib Pakai Rupiah, BI Jangan Lepas Tangan
Pertamina Kirim Surat ke BI soal Wajib Rupiah
Kemenhub: Pelabuhan Internasional Wajib Pakai Rupiah
(dmd)