Bank-Bank Perkuat Pencadangan
A
A
A
JAKARTA - Mengantisipasi turbulensi dan ketidakpastian kondisi perekonomian di masa mendatang, sejumlah bank besar di Tanah Air memperkuat cadangannya. Strategi itu diambil untuk menjamin pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) misalnya, mempertebal Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk mengantisipasi jika kredit bermasalah meningkat, mengingat kondisi perekonomian dalam negeri dan negara-negara mitra dagang Indonesia yang tengah kurang kondusif.
Namun, kendati perekonomian tengah melambat, hingga paruh pertama tahun ini laba dan pendapatan bunga bersih perseroan masih tumbuh baik. Bank Mandiri pada semester I/2015 mencatatkan laba bersih sebesar Rp9,9 triliun, tumbuh 3,5% dari perolehan laba bersih di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp9,6 triliun. Direktur Utama Bank Mandiri Budi G Sadikin mengatakan, laba yang diraih perseroan ditopang pendapatan bunga bersih yang naik 14,4% menjadi Rp21,2 triliun dari tahun lalu sebesar Rp19,88 triliun.
”Total operating income meningkat 13,4% menjadi Rp30,78 triliun di semester I/2015, atau naik dari posisi di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp27,15 triliun,” ujar Budi di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, pertumbuhan laba pada enam bulan pertama tahun ini memang mengalami perlambatan. Laba perseroan di semester I/2014 tercatat tumbuh sebesar 29,38% dari periode yang sama 2013.
”Tapi kami bersyukur meski di tengah tekanan perekonomian global yang sangat ketat, Bank Mandiri tetap dapat menunjukkan kinerja yang baik,” ujarnya. Penyaluran kredit Bank Mandiri pada periode ini tercatat mencapai Rp552,8 triliun atau tumbuh sebesar 13,8% dari semester I/2014 senilai Rp458,8 triliun. Sementara rasio kredit bermasalah (nonperfoming loan /NPL) tercatat naik 0,2% dari 0,81% menjadi 1,01%.
Terlepas dari itu, total aset Bank Mandiri naik 19,5% menjadi Rp941 triliun, dari posisi Rp764,9 triliun di semester pertama tahun lalu. Sedang net interest margin (NIM) turun 0,15% menjadi 5,76% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 5,91% . Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BBNI) pada paruh pertama tahun ini berhasil membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih (net interest income ) sebesar 14% menjadi Rp12,3 triliun, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,8 triliun.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan, pertumbuhan ini terutama didukung naiknya pendapatan bunga sebesar 13,8% dari Rp15,5 triliun menjadi Rp17,7 triliun serta stabilnya biaya dana (cost of fund ) di kisaran 3,2%. “Dengan begitu, dapat mendorong naiknya net interest margin (NIM) menjadi 6,5% dari 6% pada semester I/2014,” ujar dia dalam paparan kinerja perseroan di Jakarta kemarin.
Bank BNI pada periode yang sama juga membukukan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 4,2% menjadi Rp327,3 triliun. Baiquni juga menjelaskan, perseroan meningkatkan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) atau coverage ratio -nya dari 128,9% menjadi 138,8%. Langkah itu menyebabkan laba bersih perseroan di semester I/2015 turun dari Rp4,93 triliun menjadi Rp2,43 triliun.
Menurut dia, peningkatan coverage ratio menjadi 138,8% bertujuan untuk mengantisipasi kenaikan NPL serta untuk memperkuat fundamental keuangan perseroan dalam menghadapi turbulensi kondisi makroekonomi ke depan. “Ini juga yang menyebabkan kenaikan non-performing loan dari 2,2% menjadi 3%,” jelasnya. Kondisi makro yang belum sepenuhnya kondusif mendorong perseroan mengambil langkah konservatif-proaktif.
Perseroan juga lebih berhatihati dalam menangani permasalahan kualitas pinjaman, antara lain dengan melakukan langkah proaktif dalam penanganan masalah NPL dan pra-NPL dan melakukan evaluasi maupun proses yang sistematis untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di waktu yang akan datang. Direktur Bussiness Banking BNI Herry Sidharta mengatakan, total DPK tersebut masih didominasi komponen dana murah sebesar 63,2% atau lebih besar dibandingkan semester I/2014 yang hanya 61,1%.
Seiring dengan kenaikan DPK, penyaluran kredit perseroan juga tumbuh 12,1% menjadi Rp288,7 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan pinjaman kepada BUMN yang naik 23,9% atau menjadi Rp50,5 triliun. Penyaluran pinjaman pada usaha kecil dan menengah tumbuh 9,7%, sedangkan pinjaman konsumer naik 10,6% menjadi Rp53,5 triliun.
Sementara itu, melalui keterangan tertulis, PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) menyebutkan bahwa perseroan pada semester I/2015 membukukan laba setelah pajak dan kepentingan nonpengendali naik 13,9% menjadi Rp388 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebesar Rp341 miliar.
Kinerja yang membaik ini didukung oleh meningkatnya net interest income yang dicapai melalui kedisiplinan dalam melakukan pricing pinjaman, liability management yang aktif dan penerapan strategic cost management program (SCMP) yang intensif di seluruh bank.
Di tengah iklim bisnis yang penuh tantangan, di semester I/2015 perseroan mencatat pertumbuhan kredit sebesar 2,4% dari Rp106 triliun pada Juni 2014 menjadi Rp108,5 triliun. Namun, kondisi yang ketat saat ini juga menyebabkan NPL perseroan naik menjadi 3,48% (gross ) dan 2,35% (net ).
Sebagai tindakan antisipatif terhadap kondisi ekonomi saat ini, dan juga memastikan praktik prudent banking, perseroan telah membukukan biaya provisi sebesar Rp952 miliar pada Juni 2015 dibandingkan Rp703 miliar pada Juni 2014.
Hafid fuad/ kunthi fahmar sandy
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) misalnya, mempertebal Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk mengantisipasi jika kredit bermasalah meningkat, mengingat kondisi perekonomian dalam negeri dan negara-negara mitra dagang Indonesia yang tengah kurang kondusif.
Namun, kendati perekonomian tengah melambat, hingga paruh pertama tahun ini laba dan pendapatan bunga bersih perseroan masih tumbuh baik. Bank Mandiri pada semester I/2015 mencatatkan laba bersih sebesar Rp9,9 triliun, tumbuh 3,5% dari perolehan laba bersih di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp9,6 triliun. Direktur Utama Bank Mandiri Budi G Sadikin mengatakan, laba yang diraih perseroan ditopang pendapatan bunga bersih yang naik 14,4% menjadi Rp21,2 triliun dari tahun lalu sebesar Rp19,88 triliun.
”Total operating income meningkat 13,4% menjadi Rp30,78 triliun di semester I/2015, atau naik dari posisi di periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp27,15 triliun,” ujar Budi di Jakarta kemarin. Dia mengatakan, pertumbuhan laba pada enam bulan pertama tahun ini memang mengalami perlambatan. Laba perseroan di semester I/2014 tercatat tumbuh sebesar 29,38% dari periode yang sama 2013.
”Tapi kami bersyukur meski di tengah tekanan perekonomian global yang sangat ketat, Bank Mandiri tetap dapat menunjukkan kinerja yang baik,” ujarnya. Penyaluran kredit Bank Mandiri pada periode ini tercatat mencapai Rp552,8 triliun atau tumbuh sebesar 13,8% dari semester I/2014 senilai Rp458,8 triliun. Sementara rasio kredit bermasalah (nonperfoming loan /NPL) tercatat naik 0,2% dari 0,81% menjadi 1,01%.
Terlepas dari itu, total aset Bank Mandiri naik 19,5% menjadi Rp941 triliun, dari posisi Rp764,9 triliun di semester pertama tahun lalu. Sedang net interest margin (NIM) turun 0,15% menjadi 5,76% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 5,91% . Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (persero) Tbk (BBNI) pada paruh pertama tahun ini berhasil membukukan kenaikan pendapatan bunga bersih (net interest income ) sebesar 14% menjadi Rp12,3 triliun, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp10,8 triliun.
Direktur Utama BNI Achmad Baiquni mengatakan, pertumbuhan ini terutama didukung naiknya pendapatan bunga sebesar 13,8% dari Rp15,5 triliun menjadi Rp17,7 triliun serta stabilnya biaya dana (cost of fund ) di kisaran 3,2%. “Dengan begitu, dapat mendorong naiknya net interest margin (NIM) menjadi 6,5% dari 6% pada semester I/2014,” ujar dia dalam paparan kinerja perseroan di Jakarta kemarin.
Bank BNI pada periode yang sama juga membukukan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 4,2% menjadi Rp327,3 triliun. Baiquni juga menjelaskan, perseroan meningkatkan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) atau coverage ratio -nya dari 128,9% menjadi 138,8%. Langkah itu menyebabkan laba bersih perseroan di semester I/2015 turun dari Rp4,93 triliun menjadi Rp2,43 triliun.
Menurut dia, peningkatan coverage ratio menjadi 138,8% bertujuan untuk mengantisipasi kenaikan NPL serta untuk memperkuat fundamental keuangan perseroan dalam menghadapi turbulensi kondisi makroekonomi ke depan. “Ini juga yang menyebabkan kenaikan non-performing loan dari 2,2% menjadi 3%,” jelasnya. Kondisi makro yang belum sepenuhnya kondusif mendorong perseroan mengambil langkah konservatif-proaktif.
Perseroan juga lebih berhatihati dalam menangani permasalahan kualitas pinjaman, antara lain dengan melakukan langkah proaktif dalam penanganan masalah NPL dan pra-NPL dan melakukan evaluasi maupun proses yang sistematis untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah di waktu yang akan datang. Direktur Bussiness Banking BNI Herry Sidharta mengatakan, total DPK tersebut masih didominasi komponen dana murah sebesar 63,2% atau lebih besar dibandingkan semester I/2014 yang hanya 61,1%.
Seiring dengan kenaikan DPK, penyaluran kredit perseroan juga tumbuh 12,1% menjadi Rp288,7 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan pinjaman kepada BUMN yang naik 23,9% atau menjadi Rp50,5 triliun. Penyaluran pinjaman pada usaha kecil dan menengah tumbuh 9,7%, sedangkan pinjaman konsumer naik 10,6% menjadi Rp53,5 triliun.
Sementara itu, melalui keterangan tertulis, PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) menyebutkan bahwa perseroan pada semester I/2015 membukukan laba setelah pajak dan kepentingan nonpengendali naik 13,9% menjadi Rp388 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebesar Rp341 miliar.
Kinerja yang membaik ini didukung oleh meningkatnya net interest income yang dicapai melalui kedisiplinan dalam melakukan pricing pinjaman, liability management yang aktif dan penerapan strategic cost management program (SCMP) yang intensif di seluruh bank.
Di tengah iklim bisnis yang penuh tantangan, di semester I/2015 perseroan mencatat pertumbuhan kredit sebesar 2,4% dari Rp106 triliun pada Juni 2014 menjadi Rp108,5 triliun. Namun, kondisi yang ketat saat ini juga menyebabkan NPL perseroan naik menjadi 3,48% (gross ) dan 2,35% (net ).
Sebagai tindakan antisipatif terhadap kondisi ekonomi saat ini, dan juga memastikan praktik prudent banking, perseroan telah membukukan biaya provisi sebesar Rp952 miliar pada Juni 2015 dibandingkan Rp703 miliar pada Juni 2014.
Hafid fuad/ kunthi fahmar sandy
(ars)